Menjatuhkan Citra Lawan
Menjatuhkan citra lawan merupakan pekerjaan gambang namun relatif sulit dalam mencapai hasil, terutama bila sang incumbent sudah memiliki citra positif yang kuat. Kunci kuatnya incumbent adalah karena dia sedang bekerja. Apabila bagus kepercayaan publik pun kuat kepada sang incumbent. Publik dibuat “ tak bisa pindah ke lain hati”. Namun hal ini bukan tanpa celah.
[caption caption=" gambar ;http://cdnimage.terbitsport.com/imagebank/gallery/large/20150418_060343_harianterbit_Satpol_PP_3.jpg"]
Menjatuhkan Citra Ahok
Sesuai adigium dalam politik : “Bekerja baik saja salah apalagi bila tak bekerja” maka selalu ada celah untuk menjatuhkan orang baik sekalipun. Demikian halnya Ahok sebagai incumbent yang sedang bekerja. Beberapa hal yang cenderung diangkat untuk menjatuhkan Ahok adalah sebagai berikut :
Pertama, Ahok selalu bicara ceplas-ceplos. Oleh sebagian pihak dia seorang pemimpin kasar dan tidak sopan. Oleh karena itu tidak pantas memimpin, tidak memberi contoh etika yang baik dalam berkomunikasi kepada publik. Maka dibentuklah lawan yang santun dan intelektual.
Kedua, takdir Ahok ber-etnis Cina (non-pribumi) dan Kristen masih merupakan lahan empuk untuk diserang habis-habisan. Akan muncul pemikiran ‘Cina dan Kristen’ tidak pantas memimpin Jakarta yang sebagian besar masyarakatnya muslim. Maka dicarilah pesaing Ahok yang pribumi muslim religius. Kalau dulu masih ada sosok Jokowi sebagai 'peredam'nya, namun kali ini sosok Ahok lah yang langsung menghadapinya.
Ketiga, dalam menjalankan pemerintahannya Ahok sering melakukan mutasi. Bahkan memecat pegawainya yang tidak bekerja optimal. Hal ini menyebabkan sebagian orang berpandangan Ahok sosok pemimpin tak punya empati dan semena-mena. Timbul barisan sakit hati yang bersatu dengan publik untuk melawan Ahok dengan harapan nanti bisa kembali menduduki jabatannya. maka dibentuklah janji struktrur birokrasi yang ramah.
Keempat, diawal menjabat hubungan Ahok dengan Legislatif tidak harmonis. Padahal mereka adalah orang parpol yang memiliki konstituen loyal. Resistensi parpol terhadap Ahok tentu akan dikemas lebih lanjut, khususnya kelompok publik berbasis parpol.
Kelima, akibat berlarutnya ‘perseteruan’ Ahok dengan DPRD sempat membuat RAPBD DKI terlambat disahkan. Akibatnya pelaksaanan di lapangan pun terlambat. Dalam perjalanannya serapan anggaran pembangunan pun rendah. Hal ini menjadi titik lemah Ahok, yang akan dikemas pihak lawan dengan membentuk opini kepada publik tentang buruknya kepemimpinan birokrasi Ahok .
Keenam, dalam menjalankan pembangunan seringkali masyarakat kecil digusur, terutama yang bermukim di pinggiran sungai, tempat kumuh dan rawan banjir. Isu ‘penggusuran’ akan lebih dikemas dibandingkan ‘relokasi meningkatkan kualitas hidup’ yang diterima masyarakat. Pada sebagian masyarakat yang tak terakomodir dan merasa diabaikan akan timbul kelompok sakit hati terhadap Ahok.