Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Karena Gayus di Internet, Mereka Tahu Kakekku Babi

9 Oktober 2015   07:06 Diperbarui: 9 Oktober 2015   09:39 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar ; http://www.harapanrakyat.com/wp-content/uploads/2015/08/.jpg"][/caption]

Kepadaku dipampangkan faktual. Tentang jejak pencuri terbesar babat tanah negeri.

Semua membelalakkan mata. Membuat kenyang para pembaca lapar. Memuaskan hasrat kaum pemilik kebenaran.

Sejatinya sikapku sudah final ketika menjadi pengecut yang bersembunyi di bawah meja. Tak ada ampun pada kebohongan, kecurangan  dan pembodohan diri.

Tapi kini, bukan itu yang membuatku turut terbelalak.

Aku terbelalak oleh mata para pembelalak. Olehnya terpampang seorang anak kecil. Ooh bukan segitu....Ternyata ada 5 kanak-kanak usia tanggung. Penuh pesona masa depan. Mungkin dosanya masih seujung kuku tangan busuk realitas ayahnya.

Aku terbelalak. Anak kecil itu dibunuh berjuta mata belalak. Berpestalah  mereka. Bernyanyi-nyanyi. Menari-nari di lingkaran. Berpegangan tangan. Dibawah sinar matahari. Dibawah temaram rembulan. Dan bahkan hingga gelap pekat malam. Gila ! Tanpa jeda. Sinting ! Bagiku terlihat sangat kejam !

Aku teringat PKI diberangus Orde Baru. Anak cucunya dibunuh sebelum mereka hidup. Raga mereka diperolok-olok tanpa dilihat. Jiwa disiksa tanpa ditangkap. Hidup mereka ditangkar dibalik kitab suci yang terinjak dendam.

Waktu itu dunia literasi adalah milik penguasa. Tanpa gelombang sinyal tenaga maya.

Dibentuknya sejarah. Sekehendak kebenaran mereka. Dikibarkannya perang dan kebencian tak berkesudahan pada benak lugu kanak-kanak bangsa. Dan sialnya, aku berada di deret itu. Dibawah kibar munafik merah putih dan kebak imajiner burung garuda.

Tapi apa lacur ?

Ketika gelombang sinyal maya lahir dan merambat. Menyajikan ragam elevasi amplitudo. Terpampanglah culas literasi tunggal sang Penguasa kebenaran sejarah.

Aku pun tersadar. Ada banyak kebenaran baru tersaji dari sudut-sudut sempit namun bercahaya terang. Membangunkan diri dari kebodohan dokrin kanak-kanak. Menyuarakan hati nurani kemanusiaan yang lama tersumbat kebencian.

Baru kutahu penguasa literasi tak lebih dari iblis. Dia bunuh benih-benih, janin, balita dan dewasa manusia tak berdosa. Hanya karena lingga-yoni dan rahimnya milik anjing PKI.

Kini aku terbelalak lagi. Didalam gelombang sinyal dunia maya kontemporer. Penyampai realitas nyata. Pembangun jagat kemajuan jaman anak negeri.

Disana tersaji banalitas baru. Begitu vulgar merambat dari induk ke anak. Bertelusur tanpa malu. Tanpa nurani. Membelalak mata kamum pemilik pembenar. Mereka berpesta di ruang  kebenaran sambil membunuh kanak-kanak tak berdosa waris. Hanya karena lingga-yoni tempat kanak-kanak itu berhulu adalah milik pencuri terbesar di tanah babat negeri.

Bangsaat ! Siaal ! Rambat jejaring Internet memang bikin sial !

Oleh hadirnya, aku dibuatnya merunduk malu. Karena para pemilik kebenaran jadi tahu bahwa kakek moyangku dulu adalah babi !

Apakah kakek mereka dulu juga babi? Entahlah. Karena saat kanak-kanak aku telah terbunuh sebelum mencecap masa depan.

------
Pebrianov9/10/2015

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun