[caption caption="sumber gambar ; https://assets.kompas.com/data/photo/2014/03/05/1628442Shinkansen780x390.jpg"][/caption]
Pemerintah Indonesia lebih memilih Cina untuk proyek transportasi kereta cepat. Sementara Jepang yang semula berharap mendapatkan proyek tersebut harus gigit jari. Mereka sangat kecewa.
Pemilihan Cina oleh pemerintah Indonesia sudah melalui pemikiran tersendiri, dan hal itu sudah disampaikan kepada pihak Jepang. Namun demikian, hal itu tak menghapus rasa kecewa Jepang terhadap Indonesia.
Karena kekekecewaannya itu, Jepang akan 'meninjau kembali' semua hubungan bisnis dengan Indonesia khususnya di bidang pertanahan, infrastruktur dan transportasi yang dibidanginya.
Menteri transportasi Jepang mengatakan dalam konferensi pers di kantornya di Tokyo mengatakan ; "Kita akan meninjau ulang semua bisnis Jepang dengan Indonesia di bidang yang saya tangani ini, khususnya mengenai kereta api berkecepatan tinggi".
Lebih lanjut dikatakannya ; "Oleh karena itu kita akan mengevaluasi kembali semua kebijakan dengan Indonesia ke depan,"
Secara teknologi, pengalaman, dan citra (image), Jepang memang jauh lebih unggul. Mereka punya pengalaman panjang dalam mengelola kereta cepat di negaranya. Selain itu, Jepang sudah lama 'berada' di Indonesia - menanamkan investasi dan kerjasama bidang industri, kebudayaan dan pendidikan.
Hal inilah yang semula membuat Jepang merasa diatas angin untuk bisa mendapatkan proyek tersebut. Namun 'Kebijakan' pemerintah Indonesia ternyata tak sesuai harapan Jepang.
Sikap Aneh Jepang
Pernyataan pemerintah Jepang ini cukup aneh. Kalau di Indonesia sikap seperti itu biasa disebut 'merajuk'. Sebuah sikap emosional dan kekanak-kanakan."Karena tak mendapatkan apa yang diinginkan, maka mengambil sikap berbalik yakni tidak mau 'kerjasama' atau 'non-koperatif'. Dari yang semula 'hepi-hepi' berinteraksi-bekerja sama menjadi berbalik arah secara tiba-tiba.
Menurut kamus kbbi, pengertian 'Merajuk' ; "menunjukkan rasa tidak senang (dng mendiamkan, tidak mau bergaul): anak itu ~ krn ibunya tidak membelikannya boneka; 2 bersungut-sungut; mengomel: entah apa sebabnya ia ~ sepanjang hari;~ kpd yg kasih (sayang), pb sesuatu yg tidak mungkin terjadi;
Sikap 'merajuk' Jepang cukup mengagetkan. Jepang selama ini punya mental Unggul, Â Juara, Sportifitas yang tinggi dan selalu kuat dalam komitmen, namun kali ini memilih sikap 'kakanak-kanakan'. Hanya karena ''kalah" pada satu 'item' mereka berencana 'merusak' banyak hal yang sudah mereka buat dalam relasi dengan Indonesia.
Hilang sikap unggul, sebuah sikap yang mau mendengar penjelasan (dari pemerintah Indonesia) dan menerima konsekuensi secara positif.
Hilang sikap juara dan spotifitas. Selalu kuat berjuang dalam laga, namun tiba-tiba melempem usai laga. Dan tak mau menerima kenyataan itu dengan hati lapang.
Apakah hal ini berkaitan dengan semangat 'Harakiri' ? Usai kalah atau tak mampu menanggung malu maka lebih baik 'bunuh diri'. Celakanya, mereka akan bunuh diri di Indonesia.
Bila Jepang mengambil sikap 'merajuk' dan kemudian 'Harakiri' di Indonesia' maka cukup berpengaruh pada ragam industri yang sudah mereka tanamkan di Indonesia. Besar kemungkinan perekonomian Indonesia sejenak mengalami ketimpangan.
Namun, bagi Indonesia, hidup harus terus berjalan. Mekanisme survival Indoensia akan bergerak kuat untuk tetap tegak berdiri.
Sementara Jepang akan mendapat stigma sejarah yang kelam, khususnya bagi Bangsa Indoensia yang selama ini menjadikan Jepang sebagai panutan untuk menjadi  negara maju.
Ternyata Jepang-bangsa yang pernah mengaku sebagai 'saudara tua' itu - punya sisi lain yang  tak sehebat  yang dibayangkan selama ini. Ada mental kanak-kanak yang tak boleh kita tiru untuk membangun bangsa ini.
Arigato gojaimas....eehh, Sayonara? Ah, tak tau lah aku...kite liat aje nanti, ye....
Â
-----------
Sumber berita ; Kompas.com ; Merdeka.com, Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H