Yaa, selebritis itukan penghibur orang yang bukan seleb. Dia lakukan dengan talenta masing-masing. Setiap seleb punya Talenta dan memiliki pasarnya tersendiri.
Trus, Peb...
Nikmatilah talenta itu sesuai kebutuhan batin, kegemaran dan takdir masing-masing. Perkara si Seleb hidupnya di kolong jembatan jangan kau urus. Dia punya mekanisme hidupnya sendiri. Dan kau harus percaya, dia bahagia memberikan talentanya untuk orang banyak agar berbahagia di tempatnya masing-masing.
Ada yang penikmat talenta seleb yang tertawa bahagia di kolong jembatan, di post satpam, di lokalisasi, di kamar hotel mewah, di emperan toko, di rumah sejuk dan asri, dan lain-lain. Mereka semua itu masing-masing terhibur di ruang nasib dan takdirnya. Masing-masing tempat berbeda. Tapi yang menyatukan semua itu adalah Sajian Talenta si Seleb.
Maksudmu, Peb? Aku tak paham !
Kau tengoklah aku ini. Di Kompasiana aku inikan Lelaki Bangsat dari pekat malam. Ketika Desol kugumuli dengan belati, lendir dan darah. Mereka terhibur, bukan?
Iya..iya...Lalu, Peb ?
Sekarang kau tengok, apakah aku IbIis? Jangan tengok wujudku, tapi karya ku, bro...Kalau pun aku ini IbIis yang punya talenta menghibur, apakah kau kira aku manusia?
Oh, gitu ya bro?
Kau bisa menikmati birahi dan cinta Pebriano- Desol bukan di neraka atau di ruang gelap yang lembab, bukan? Kau nikmati semua itu di Kebun Sawitmu, itulah tempat nasib dan takdirmu menikmati semuanya-termasuk bahagia. Berbahagialah kau menikmati talenta Pebrianov dan Desol.
Kau dan aku sama-sama seleb walau lain kasta. Sama seperti pak Elde di Jerman, Mbak Sayeedah di Arab, Pak ‘Ngah Aldi’ di Kalteng, Pak Bamset di Salahdua. Dan juga ratusan ribu Kompasianer penikmat talenta di tempat nasib dan takdirnya masing-masing .
Oh, gitu ya bro ! Sekarang aku paham.
Yaa iyalah ! Sudah..sana kau kembali ke Kebun Sawit, nikmati sajian talentaku dengan nasibmu mencari-cari sinyal di kebun.