Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Walikota Pontianak 'Serang' Ahok Banyak Bacot

28 Agustus 2015   17:46 Diperbarui: 28 Agustus 2015   17:46 14620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentang Penyerapan Anggaran

Persoalan besar di pemerintahan seluruh Indonesia saat ini adalah kecilnya serapan anggaran pembangunan. Banyak proyek yang sudah matang desain dan anggaran tapi tak juga terlaksana. Pangkal masalahnya adalah 'ketakutan' kepala SKPD. Kenapa takut ?

Jelas saja takut. Siapa sih yang mau masuk penjara karena salah ambil langkah. Walau pun dalam tugas, wewenang dan prosedur sudah jelas, namun dinamika di lapangan sangat berbeda dan kompleks. Ada 'jembatan keledai' yang harus dilalui untuk kelancaran program namun rentan digaruk KPK, Kepolisian dan Jaksa

Galaknya KPK, Menggeliatnya Polri, bangunnya Kejaksaan dari tidur sangat mengembirakan rakyat. Tapi di balik itu, ada ketakutan tersendiri para kepala SKPD dan Kuasa Pengguna Anggaran (Pimpro) mengekskusi kue proyek yang jadi tugasnya.

Semua harus sesuai prosedur. Celakanya di prosedur itu terdapat 'batu sandungan' kontraporduktif terhadap jadwal. Misalnya, sebuah proyek yang ditenderkan murni, ketika dimenangkan sebuah rekanan seringkali mendapat sanggahan dari rekanan lain. Sesuai peraturan memang ada masa sanggah. Dan itu memakan waktu relatif lama. Tender pun bisa diulang, ada masa sanggah lagi. Begitu seterusnya. Akhirnya jadwal pelaksanaan mundur atau justru batal. Anggaran yang sudah ada. Ditahun itu dikembalikan ke kas negara. Jelas serapan anggaran tahun itu berkurang. Tahun depan ditender lagi, kejadian bisa terulang.

Berbeda jaman dulu, ketika KPK belum ada. Kepolisian belum bangun, Kejaksaan belum galak, rata-rata proyek sudah diatur pemenangnya. Rekanan pemenang sudah terlebih dahulu 'memegang' pimpinan instansi (pemilik proyek). Rekanan pesaing tahu dan memaklumi karena dapat jatah kue proyek di lokasi lain. Tidak ada waktu terbuang untuk sanggah-menyanggah antar rekanan. Mereka sudah ada kesepakatan di luar, didalam-disamping kanan-kiri dan di atas. Begitu ketok palu DPR-DPRD, eksekusi proyek pun berjalan dengan riang gembira aman sentosa selamanya.

Sebagai orang yang dimasa muda dahulu sering menang proyek secara tidak fair dan acapkali juga kalah tidak fair pada proyek pemerintah saya kini tersenyum miris di masa tua. Karena harus menghirup debu jalan negara yang tak juga dikerjakan karena prosedur murni dan 'psikologis' si Kuasa Pemegang Anggaran. Padahal jalan itu sudah ada Desain, Anggaran dan Pemenang Tender.

HaHa ha ! Eeehh..heuheuheu !

Oh, ya soal cuitan Sutarmidji kepada Ahok yang katanya 'banyak Bacot' itu biarkan saja. Jangan banyak bacot. Bisa habis waktu hanya untuk ngurus bacot.

Ayo kerja ! Kerja ! Dan Tetaplah Optimis.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun