Sayapun kuatir, karena jarak yang sangat dekat, saya bisa kena imbasnya. Masalahnya di diri sendiri. Saya orangnya tak terpengaruh dan bisa cuek diteriaki orang, dimaki dan dihina dengan kata-kata kotor. No problemo. Bebek aja kalah cuek dari saya. Karena bagi saya itu sebuah perbedaan pendapat, walau caranya tak etis. Tapi bila sudah menyentuh fisik, dipukul misalnya, maka teori fisika akan saya terapkan dengan khidmat dan konsekuen. Ada aksi maka (harus) ada reaksi cepat. Bila mendapat gaya akan saya berikan gaya yang lebih besar berikut koefisien gesekannya. Itu gaya jaman muda dulu. Tapi belum saya uji ulang dii usia matang manggis saat ini. Sebaiknya jangan, karena itu bakat usang.
Tak eloknya bila dilihat anak-anak saya. Tak mampu mengendalikan diri, berakhir trauma pada anak, plus malunya itu segudang.
Untunglah semua tak terjadi. Kendaraan saya akhirnya bisa lolos macet dan hiruk makian. Bisa melenggang di jalan yang relatif lancar.
[caption caption="http://www.ruaitv.co.id/wp-content/uploads/2013/05/JEMBATAN-KAPUAS-SATU-MULAI-KERAP-MACET.jpg"]
Sesampai di simpang berikutnya yang cukup jauh, lampu merah menyala. Sayapun berhenti. Ketika saya lihat di samping mobil saya ternyata mobil si Wajah Hitler itu ada. Wajahnya masih marah, terlihat dia ngomel-ngomel, dan sesekali memukulkan tangannya ke stir mobil. Anak-anaknya nampak tegang dan diam, begitu juga seorang wanita rapi di sampingnya (mungkin istrinya). Nampaknya dia masih kesal dengan kemacetan dan insiden hampir nyerempet tadi
Saya berpikir, "wah, ini orang sudah merusak paginya". Pada jarak kejadian sudah cukup jauh. Suasana jalan sudah berubah lancar. Kenapa masih marah-marah? Kasian anak-anak yang akan ke sekolah dan istrinya yang mungkin ke kantor. Lalu, bagaimana bila sudah sampai ke kantor? Jangan-jangan kekesalannya ditumpahkan ke rekan kantorn klien atau anak buahnya. Gila ! Bisa-bisa seharian tidak kelar. Malah tambah masalah baru. Sungguh tak terbayangkan.
******
Renungan yang didapat ;
-Bagi saya, kemacetan pagi adalah hal yang jamak di kota-kota di negeri ini.. Tak ada seorang pun yang mau terjebak macet. Tapi kalau terpaksa mengalaminya, nikmati saja. Toh bukan kita sendiri yang menderita. Kalau kita emosi sepanas larva gunung Merapi pun tak akan membebaskan diri dari macet saat itu. Emosi dengan marah-marah di jalan hanya menimbulkan rangkaian emosi yang lain, yang bahkan bisa membakar diri sampai siang. Tak ada yang bisa didapat selain masalah-maslah baru. Padahal pagi itu indah, layaknya dinikmati dengan sejuk. Itu modal mengarungi siang dan sore yang mungkin bakal panas. Kalau pagi hari saja sudah emosi memanas, apa tidak hangus siangnya?
-Sebisanya menahan diri dari emosi yang berlebih di pagi hari, apalagi dekat anak-anak dan keluarga. Karena energi negatif kita yang keluar mempengaruhi suasana hati mereka menjalani aktivitasnya masing-masing. Bisa stress-lemes, tidak konsen, ingin ikutan marah dan lain sebagainya.
-Kalau mau marah, sebaiknya wujudkan dalam tulisan sharing di Kompasiana. Seperti yang saya lakukan di artikel ini. Eeh..
Heu heu heu..
Salam
Â