Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Engkau Begini Aku Begitu, Let It Be...(Tanggapan atas 3 Artikel dari 3 Kompasianer)

27 Juli 2015   00:32 Diperbarui: 27 Juli 2015   00:32 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sumber gambar ; http://www.gsja.org/wp-content/uploads/2013/11/Respon-Yang-Benar.jpg"][/caption]

Dengan hati berbunga-bunga penuh cinta akhirnya saya harus turun dari bukit berbunga bukit yang indah, setelah membaca 3 Artikel menarik dari ;
1.Felix Tani, berjudul "Artikel Tanpa Apresiasi Bukan Sampah"
2. Fidiawati, berjudul "Tanggapan Artikel "Tulisan Saya Bagus, Tolong Jangan dijadikan Headline" ;
3. Robbi Gandamana, berjudul " Tulisan Saya Bagus, Tolong Jangan Dijadikan Headline!"
Ketiganya membuat serbuk bunga cinta saya terbang mencari Anunya sehingga tergerak hati, pikiran dan jejari nakal ini menuangkannya.

Kenapa harus tiga? Bukan empat, dua atau jumlah lain ? Itu ada maknanya setelah tulisan ini usai. Kata nenek ; " ndak boleh diumbar di awal. Saru!" Kata dokter Boyke " lubrikasinya bisa  tidak optimal dan ereksinya tidak maksimal ". Kata dukun togel saya "itu nomor bagus, bakal keluar tahun depan"

Saya di Kompasiana kadang menulis serius ; isu aktual, tata bahasa terjaga dan punya nilai mangpaath....karena saya ingin sesekali serius. Kalau kemudian tulisan itu diganjar HL oleh tim admin, ....ya itu konsekuensi logis saja.

Sebaliknya, saya juga sering menulis semau gue, penuh canda, sedikit jorok dan satire karena saya senang bercanda. Kata beberapa teman saya lupa minum obat. Konsekuensinya saya tidak dapat Highlight apalagi HL.

Begitu pula dalam memberi komen ; Jauh panggang dari api. Bahkan sekian puluh tahun saya berkarier di Kompasiana-sejak dari jenjang opisboy sampai mencapai jenjang Profesor Komp tak sekalipun komen saya mendapatkan HL atau Highlight. Baik itu di artikel sendiri, apalagi komen di artikel teman, wah...boro-boro..paling-paling teman-teman ngakak terkangkang-kangkang. Itu pun sebagian atas dasar kasihan pada saya. No problemo !

Bagi saya kedua Konsekuensi Logis itu lumrah, dan saya sadar betul 'iklim' di ruang redaksi Kompasiana. Mereka harus menghadapi tiga musim, yakni musim kering, musim basah dan musim lembab. Mereka selama 24 jam penuh bertugas menjadikannya rentan masuk angin. Kalau sesekali terlihat masuk angin, ya maklum-maklum saja. Ade Rai yang kekar seperti saya pun pernah mengalaminya.

Pada saat membuat artikel serius atau bercanda tersebut sayalah yang menentukan diri saya. Bukan Admin yang menentukan. Tidak ada orang ketiga diantara saya dan pembaca Kompasiana. Kalau tak percaya, belah saja dadaku ini !

[caption caption="sumber gambar ; http://mobile.supersoccer.co.id/wp-content/uploads/2012/10/01-PrevArsenalSchalke-hd.jpg"]

[/caption]

Saya melihat bahwa kedua macam Konsekuensi Logis tadi adalah dua jalur rel yang berbeda. Keduanya merupakah suatu bentukan Jalur Paralel dengan masing-masing masinis. Admin di rel yang satu bersama lokomotif dan gerbangnya, sementara  sisi lain saya di rel yang satunya lagi dengan lokomotif dan gerbong tersendiri.

Harapannya bisa saja satu, yakni sama-sama sampai di tujuan dengan selamat, riang gembira penuh pesona. Bertemu pembaca dan para Kompasianer. Berbagi wawasan, membangun inspirasi dan menjalin keakraban.

Kalau perlu sesampainya di stasiun besar lakukan peluk cium. Itu pun kalau tak malu-malu. Saya sih mau, tapi malu-malunya itu, lho...Karena saya Konsekuen sebagai cowok pemalu di Kompasiana. Kata profesor Calculus ; Yes! Entah Thompson and Thomson. Entah admin.

[caption caption="https://iftakzarakki.files.wordpress.com/2014/06/kereta1.jpeg"]

[/caption]

Apa poin penting dari tulisan ini?

Pertama ; Karena Para Kompasianer sudah dewasa dan pandai menulis dan berhitung, maka tak perlulah saya ajarkan lagi. Kedewasaan itu buah dari perjalanan semua itu. Bukan ditentukan admin Kompasiana.

Kedua ; Kalau naik kereta, sebaiknya jangan diatap gerbong, atau di bawah mesin. Kalau ingin mengintip admin di rel sebelah bisa lewat jendela gerobong. Anda bisa sambil duduk ngangkang, jongkok, nungging, atau tiarap. Sesukanya saja. Asalkan tetap di gerbong dan tetap memperhatikan penumpang di sebelah anda. Kalau diapit dua kawan lama yang seliur dengan anda, silahkan saja. Tapi bila diapit dua gadis cantik nan seksi sebaiknya anda jaim dan malu-malu seperti saya. Kalau diapit para orang tua, berdoalah.

Tanya ; "Apa makna angka 3 tadi ?"
Jawab ; Lihat poin penting diatas.

Anda masih bingung?

Bacalah lagi dengan seksama berulang kali. Anda yang sudah dewasa akan makin dewasa. Bila belum dewasa akan jadi dewasa. Jangan lupa kasi vote !

Demikianlah tulisan ini saya saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun. Karena penuh cinta, Saya melakukan ini dengan wajah tertunduk sambil memainkan ujung rambut. Sementara jempol kaki diam-diam tertekuk di lantai.

Salam Cinta Semuanya

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun