Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tempat yang Tepat Menghina Presiden Jokowi

25 Juli 2015   08:05 Diperbarui: 25 Juli 2015   08:05 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

"Apa yang Anda pikirkan?"

Hidup selalu berubah. Nasib bisa diubah, tapi ketika perubahan karena sengaja menjungkalkan logika sehat yang meredupkan nilai diri, maka perubahan Hidup jadi sungguh aneh.

Manusia kadang tak tahu diuntung?

Seorang dengan tingkat pendidikan tinggi, dari universitas ternama di negeri ini, beristri dokter PNS, punya pengalaman kerja di perusahaan besar-multinasional (tentunya punya pergaulan luas). Maka terbayang seabrek kegiatan lain yang hebat dari profil yang melekat padanya. Terbayang begitu luasnya pengetahuan dan wawasan yang dimiliki.

 

[caption caption="sumber ; http://assets-a2.kompasiana.com/items/album/2015/07/23/11063886-1150572878291466-8224786210047460300-n-55b06c7b349373970512cb2c.jpg?t=o&v=760
"]Dengan segala predikat dan keberuntungan yang dimilikinya tersebut kenapa bisa keluar kalimat jahat ?

Ini bukan penyakit latah-yang muncul spontan ketika dapat stimulan dadakan.

Ini bukan sebuah canda antar teman lama yang sudah saling tahu kartu dan urat geli.

Ini adalah sebuah pemikiran jahat yang dituangkan dengan kesadaran penuh.

Bayangkan saja ketika ada pertanyaan 'Apa yang anda pikirkan?" Maka ;
Disitu ada suatu obyek yang tengah dipikirkan. Obyek itu hasil endapan ragam variabel pikiran.

Disitu ada jeda waktu untuk berpikir. Dengan waktu, ada kesempatan filter pikiran bekerja.

Disitu ada perangkat untuk menuangkan pikiran. Perangkat ini memberi kemudahan mewujudkan buah pikiran dari hasil senyawa ketiga komponen.

Ketiga komponen itu memberi ruang gerak yang cukup untuk menentukan pilihan diri berpikir buruk atau berpikir baik.

Ketiga komponen itu memberi ruang untuk berpikir berulangkali sebelum pikiran itu dituangkan dan dibagi ke publik.

Ketika pikiran buruk jadi pilihan untuk dituangkan maka jadilah dia sebagai cermin nilai diri yang si Pemikir yang culas. Merusak diri, keluarga dan lingkungannya.

[caption caption="http://www.cikguazli.com/blog/wp-content/uploads/2014/09/motivasi-diri-2.jpg"]

[/caption]

Pemilik Nilai

Nilai diri itu tak lagi milik si Pemikir, tapi dari penilaian publik yang disematkan ke si Pemikir. Nilai itu adalah sebuah hukuman sosial yang sangat kejam. Menusuk masa lalu, menghancurkan masa kini, dan membuat pincang masa depan si Pemikir tersebut.

Apa yang sebelumnya telah dia capai dan miliki menjadi tak ada artinya bagi publik. Tak ada bekasnya. Tak ada efek bagi wujud kemanusiaannya. Tak ada pengaruh positifnya di ruang publik.

Tadinya si Pemikir dikira emas, ternyata cuma loyang. Sialnya lagi, loyang itu berkarat. Berbahaya.

Nasib si Pemikir telah ditentukan oleh dirinya sendiri. Dia telah merubah Nasibnya sendiri dengan bertindak di luar nilai kemanusian universal. Dia kini bagai bukan manusia.

Tak ada lagi waktu dan tempat untuk menarik buah pikirnya kembali karena semua itu telah tertempel di ruang benak publik, bahkan sampai terbawa ke ruang kematian. Kini yang ada adalah menerima sematan publik. Merenungkannya kembali. Dan meminta maaf kepada publik. Kemudian memohon ampun kepada Yang Maha Kuasa.

[caption caption="http://g01.s.alicdn.com/kf/HTB15z_PHpXXXXccaXXXq6xXFXXXS/Famous-bronze-thinker-statue-repetition.jpg"]

[/caption]

Walau semua itu tak akan bisa menghilangkan bekas luka publik, dan bekas terjerembabnya nilai kemanusiaan dirinya.

Kini biarlah dia menjalani nasibnya. Mungkin akan menjadi Takdirnya ?

Sekarang bagi kita yang selalu ditantang pertanyaan ; "Apa yang anda pikirkan?'' harusnya masih punya Obyek, Waktu, dan Perangkat untuk Berpikir Berulangkali dan Berulangkali Berpikir serta terus menghidupkan filter diri. Agar apa yang kita pikirkan tak menjadikan Nasib kita terjerembab ke dalam ruang gelap tanpa udara dan cahaya Nilai Kemanusiaan. Tak terkecuali bagi apapun predikat keberuntungan kita saat ini. Dan tak terkecuali apapun yang kita miliki.

Kalau demikian, dimana tempat tepat untuk menghina Presiden Jokowi atau siapapun ? Tidak ada.

Salam Pemberdayaan

******
Sumber inspirasi tulisan ;
-Artikel 'Status Facebookmu ya Harimaumu! ' ditulis oleh Kompasianer Samuel Henry
-Telusuran akun Dudi Hermawan si Penghina Presiden (kini aku FB-nya suspended)
-Beragam tanggapan Publik di media sosial FB

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun