Tak ada lagi waktu dan tempat untuk menarik buah pikirnya kembali karena semua itu telah tertempel di ruang benak publik, bahkan sampai terbawa ke ruang kematian. Kini yang ada adalah menerima sematan publik. Merenungkannya kembali. Dan meminta maaf kepada publik. Kemudian memohon ampun kepada Yang Maha Kuasa.
[caption caption="http://g01.s.alicdn.com/kf/HTB15z_PHpXXXXccaXXXq6xXFXXXS/Famous-bronze-thinker-statue-repetition.jpg"]
Walau semua itu tak akan bisa menghilangkan bekas luka publik, dan bekas terjerembabnya nilai kemanusiaan dirinya.
Kini biarlah dia menjalani nasibnya. Mungkin akan menjadi Takdirnya ?
Sekarang bagi kita yang selalu ditantang pertanyaan ; "Apa yang anda pikirkan?'' harusnya masih punya Obyek, Waktu, dan Perangkat untuk Berpikir Berulangkali dan Berulangkali Berpikir serta terus menghidupkan filter diri. Agar apa yang kita pikirkan tak menjadikan Nasib kita terjerembab ke dalam ruang gelap tanpa udara dan cahaya Nilai Kemanusiaan. Tak terkecuali bagi apapun predikat keberuntungan kita saat ini. Dan tak terkecuali apapun yang kita miliki.
Kalau demikian, dimana tempat tepat untuk menghina Presiden Jokowi atau siapapun ? Tidak ada.
Salam Pemberdayaan
******
Sumber inspirasi tulisan ;
-Artikel 'Status Facebookmu ya Harimaumu! ' ditulis oleh Kompasianer Samuel Henry
-Telusuran akun Dudi Hermawan si Penghina Presiden (kini aku FB-nya suspended)
-Beragam tanggapan Publik di media sosial FB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H