Uniknya ternyata ada pengertian lain yang berasal dari bahasa daerah. Dalam bahasa Toraja, lebay artinya Kaki Babi (lettek bai). Contoh penggunaan ;
a : ke sawah yuk !
b : hari gini masih ke sawah,dasar LEBAY
Tak puas sampai di situ, saya pun berlayar semakin jauh di samudra Google kemudian singgah di beberapa pulau laman Lebay. Selain memperdalam ilmu Lebay, saya juga bermaksud melakukan studi banding (comparative). Tapi perjalanan itu tidak menggunakan uang rakyat seperti yang sering dilakukan para sahabat terhormat di DPR.
Temuan dan Peperangan Batin
Setelah melakukan perjalan dilanjutkan napak tilas pada beberapa monumen tulisan saya terdahulu. Di sana saya melakukan ritual bercakap-cakaop dengan diri sendiri yang diselingi perkelahian batin yang cukup sengit. Senjata yang digunakan adalah imaginasi dan kendaraan perangnya adalah rasionalitas. Tak jelas mana yang kalah atau menang. Itu jadi tak penting dibandingkan keinginan mencapai gerbang keluar agar bisa bebas melangkah di ruang baru. Dari perjalanan itu saya membenarkan 'tuduhan' teman saya tersebut. Ada empat hal menonjol dari tulisan dan sikap saya, yakni ;
Pertama, cenderung bertindak 'lebay' karena memanfaatkan posturnya yang fleksibel bingits. Setelah melihat bahwa lebay bisa dipakai oleh siapapun, dimanapun, kapanpun dan dalam situasi apapun untuk memberi tekanan tertentu pada sesuatu hal.
Kedua, bersikap sok hebat, arogan, selalu membanggakan diri sendiri, kepedean, bermaksud cari perhatian, norak sekaligus juga ingin tampil kocak.
Ketiga, bersikap manja. Selalu mengeluh terhadap situasi dan mudah emosi dalam menulis.
Keempat, sering menggunakan bahasa atau kalimat berlebihan. Satu paragaraf yang seharusnya cukup ditulis 3 kalimat justru dilebih-lebihkan jadi 6 kalimat atau lebih sehingga membuat orang lain tidak paham, menjadi lelah, bosan atau malah jadi jengkel setelah membaca tulisan.
Keputusan di Simpang Jalan
Saat berada di mulut gerbang itu saya dihadapkan pada pilihan ; Tetap Lebay atau Mengubahnya secara perlahan ataupun total. Tiba-tiba entah dari arah mana awalnya, penasehat spiritual saya datang tergopoh-gopoh menenteng sebakul diksi. Wujudnya bola dunia yang tampak acak-acakan dipenuhi ragam aksara. Dia kemudian berbisik sementara matanya nanar.
Katanya ;