Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Melayat Kerabat Meninggal Jadi Ajang Reuni

25 Maret 2015   19:36 Diperbarui: 7 Agustus 2015   00:21 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_374913" align="aligncenter" width="684" caption="http://cdn.kaskus.com/images/2013/09/"][/caption]

Setiap orang akan meninggal menurut waktuNya yang entah kapan. Namun begitu, tak ada satu orang pun serta merta mau ditimpa duka ditinggal orang terkasih untuk selamanya. Entah itu orang tua, keluarga-sanak famili, ataupun pun kawan dekat.

Ketika kematian dan duka tak bisa ditolak, maka segera datang kaum kerabat untuk melayat. Rumah duka berbenah. Kursi ruang tengah dikeluarkan sehingga ruang tamu dan ruang tengah lapang. Deret kursi pinjaman/sewa diatur dari halaman hingga jalan depan rumah. Tenda besar dipasang untuk memberi atap bagi pelayat. Deret karangan bunga berukuran besar yang mulai berdatangan dan parkir kendaraan pelayat diatur tempatnya. Semua seperti sebuah sistem baku yang berlaku di banyak tempat.

Melayat orang meninggal menjadi 'tradisi' para kerabat yang kehilangan orang yang dikasihinya. Mereka datang membawa beragam motivasi. Ada yang ingin mendoakan almarhum, ada yang ingin memberi penghomatan dan mengantar ke tempat peristirahatan terakhir, ada yang ingin memberi penghiburan dan kekuatan keluarga yang ditinggalkan, dan lain sebagainya.

[caption id="attachment_374916" align="aligncenter" width="250" caption="gambar : http://pn-karawang.go.id/wp-content/uploads/2014/09/bunga-duka-cita.jpg"]

14272985161374766989
14272985161374766989
[/caption]
Disegala motivasi tradisi itu terselip moment baru yang tak terpikirkan sebelumnya, yakni kegiatan Melayat menjadi ajang Reuni. Itulah yang terjadi di masyarakat urban.

Semua kalangan yang masih berelasi dengan almarhum dan keluarga duka berdatangan Melayat. Mereka adalah teman masa kecil, teman sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, teman seprofesi, satu komunitas hoby, seperjuangan, teman-teman satu kantor, sanak famili dekat dan jauh, dan lain sebagainya. Semua membaur dalam di kedukaan keluarga inti.

Pada momen melayat itu mereka yang tadinya tak pernah bertemu sekian lama akhirnya saling bertemu. Mereka yang tadinya dipisahkan oleh jarak dan kesibukan dipersatukan. Jadilah Melayat itu ajang reuni. Jabat tangan dan pelukan, ragam cerita dan kerinduan disampaikan. Bahkan tanpa disadari oleh mereka terciptalah canda dan tawa lebar ditengah-tengah suasana duka !

Seperti ada anomali di lingkungan duka. Seperti hadir paradoksial di kehilangan satu kerabat-teman-saudara. Namun itulah yang terjadi, mengalir begitu saja. Acara Kehilangan menjadi momen 'Menemukan' kembali. Disela-sela 'Keberpisahan' dua dunia; sakral dan profan, ada 'Penyatuan' dunia profan. Diantara tangis duka keluarga di dalam rumah, ada tawa di halaman rumah duka.

Suasana 'ajang Reuni' itu sulit untuk dikategorikan, apakah etis atau tidak, apakah bermoral atau tidak. Apakah perlu ruang permisif atau tidak, karena begitu cair, sehingga ada pembiaran yang tak tersentuh oleh kategori tersebut.

Mereka-kaum pelayat itu bukan orang-orang yang tak paham etika, moral, peraturan atau apa pun tentang khasanah sopan santun. Tapi dikeberbedaan hening duka di ruang tengah dengan canda tawa riuh tertahan di halaman bawah tenda adalah kesatuan ruang paradoksial unik dan tak butuh penghakiman.

Mereka dan kita, adalah orang-orang yang tetap ingin (menikmati) hidup sampai waktuNya tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun