Tidak ada tulisan yang tercipta tanpa unsur imaginasi si Penulis. Baik tulisan fiksi dan non-fiksi.
Pada tulisan fiksi, unsur imaginasi dominan, dan menjadi panglima pada karya penciptaan fiksi.
Pada tulisan non-fiksi, unsur imaginasi pun berperan penting. Bahkan tulisan reportase yang seringkali dianggap steril imajinasi (hanya berdasarkan fakta-faktual, sesuai kejadian di lapangan, bersifat realistis) namun kenyataannya harus memuat imaginasi Contohnya : Seorang penulis berita (jurnalis-reporter) saat melakukan repotase lapangan tidak serta merta bisa langsung menulis disaat bersamaan dengan kejadian.
Apa yang dia lihat dan dengar langsung, dengan bantuan alat rekaman (audio-visual) baru bisa ditulis beberapa saat setelah kejadian berlangsung. Bisa dalam hitungan jam, menit dan detik. Karena kejadian itu harus dia pantau secara utuh baru bisa dilaporkan tulisan.
[caption id="attachment_373820" align="aligncenter" width="512" caption="gambar ; http://4.bp.blogspot.com/-guP1RQMq7zg/T88AJ6Kd4OI/visuaisasi1.jpg"]
[caption id="attachment_373822" align="aligncenter" width="512" caption="gambar ; http://4.bp.blogspot.com/-guP1RQMq7zg/T88AJ6Kd4OI/8/8Vi5fThadJM/s1600/visuaisasi1.jpg"]
Saat membuat laporan si Penulis harus punya imaginasi untuk bisa merangkai kata, membentuk kalimat dan melahirkan diksi menarik yang sesuai kejadian yang dialami. Bisa jadi hasil si Penulis menunjukkan gaya tertentu yang dipengaruhi setting ego, rasa empaty, trauma, jurnalis idola, dan lain-lain. Proses tersebut disebut metode blackbox
Laporan tersebut kemudian diedit kembali dan 'diseleksi' oleh tim redaktur agar sesuai kaidah penulisan media, pakem yang berlaku, sistem lembaga naungan jurnalis, kepentingan koorporate, ciri-gaya-budaya lembaga yang menugaskannya. Hasil akhir dari proses itulah yang kemudian disajikan ke publik. Rangakain proses tersebut disebut berpikir secara Glassbox.
Dalam satu peristiwa yang sama, menghasilkan tulisan-reportase faktual yang tidak sama persis antara satu penulis dengan penulis lainnya. Antara satu mainstream media dengan mainstream media lainnya. Misalnya peristiwa kunjungan Jokowi di wilayah musibah banjir hasil peliputannya (tulisan) tidak akan sama persis antara media Kompas, Tempo, Suara Pembaruan, Republika, detik.com, kompas.com, okezone.com, viva.com dan lain-lain.
Dari uraian diatas, jelas bahwa sebuah tulisan, se-sederhana apapun bentuknya, seburuk apapun isi dan kaidah baku penulisan, dan se-sedikit apapun referensinya ; Semuanya tak bisa lepas dari unsur imaginasi.
Imajinasi setiap orang tidak sama, atau bersifat sangat relatif. Tingkat kedalamannya tak terukur. Oleh karena itu, tulisan imajinasi tidak bisa dipersalahkan oleh hanya satu paradigma tertentu saja. Bisa jadi, paradigma itu tak menguasai penuh atau bahkan tak mampu menjangkau sedikitpun esensi-kedalaman imajinasi. Kalau dipaksakan hanya akan sia-sia alias tak berguna. Hal yang tak berguna sering diasosiasikan dengan Sampah.