[caption id="attachment_372000" align="aligncenter" width="359" caption="gambar : http://3.bp.blogspot.com/-fz5Dpi4jDAg/UA4p3Cw4BgI/AAAAAAAAA3E/oDcf3lxIfKI/s1600/ bureaucracy.jpg"][/caption]
Sepak terjang Ahok memimpin Jakarta memang 'gila. Dia seperti tak ada takutnya menegakkan prinsip clean goverment. Itulah 'ulah' Ahok ; sangat khas dan ekslusif di negeri ini.
Sebagian orang jadi gerah oleh ulah Ahok karena telah mengganggu kenyamanan yang telah lama mereka nikmati sebelum Ahok berkuasa. Mulai dari saat perencanaan program, penyusunan anggaraan maupun pelaksaan kegiatan proyek telah atur sedemikian rupa secara sistematis, terstruktur dan masif sehingga tampak wajar-wajar saja. Setiap orang ada peran, porsi dan jatahnya di situ.
Mereka adalah orang pintar dan paham tatacara 'ber-proyek sesuai aturan'. Sehingga tidak tampak bahwa proyek itu hanya akal-akalan saja. Bukti administrasi dan alur prosedur dibuat seolah-olah sesuai aturan.
Kaum gerah itu tersebar di legislatif (DPRD), Eksekutif (aparat dan pejabat pemda DKI) dan kelompok swasta yang selama ini 'nyusu' lewat proyek-poyek Pemrov DKI. Mereka yang gerah ini tentu saja sakit hati. Lalu, bagaimana mereka menjalani 'kegerahan' ini?
Pertama, ada kelompok gerah yang menerima nasib. Mereka menganggap 'ya, sudahlah', regim dan sistem berganti, wajar bila kalah.Karena sudah lama kenyang dan merasa cukup, mereka tidak berbuat apa-apa, palinglah 'cari makan' di tempat lain karena tak mau beresiko ketahuan dan masuk bui oleh 'regim Ahok' yang galak dan tak kooperatif terhadap kepentingannya. Mereka tetap berharap 'Ahok jatuh' di tengah jalan.
Kedua, ada kelompok yang tetap bandel kemudian melawan. Cara-cara perlawanannya tentu tingkat tinggi, sangat halus, tak terlihat baik secara politis di parlemen, maupun dalam administrasi proyek. Lengah sedikit maka Ahok akan terjerembab.
Pada tataran politis Eksekutif-Legislatif, kegalakan Ahok tampak mengemuka karena terekam publik dan media. Siapa lawan atau kawan bisa dilihat walau tidak mutlak terbaca. Maklum saja, politik kotor selalu bersembunyi di balik kebajikan.
Pada tataran non-politis yakni teknis administrasi pemerintahan, tidak mudah bagi Ahok mengawasinya sendiri. Karena begitu banyak program (proyek) dalam satu tahun anggaran pembangunan. Selain itu, urusan administrasi bersifat sangat teknis yang 'njlimet'. Apalagi latar belakang Ahok bukanlah seorang birokrat karier.
Di tataran inilah seringkali para pemimpin terjerembab dan masuk penjara. Penyelewengan baru 'dibongkar' setelah tak lagi menjabat. Walau tak langsung menikmati, namun hukum positif menyatakan diri sang Pemimpinlah yang terbukti korupsi. Pelaku langsungnya adalah jajaran stafnya, atau orang-orang yang tanpa sadar disetting untuk jadi alat menjatuhkan Ahok.
Pada tataran 'Makro head to head' Ahok telah teruji menghalau 'kelompok pintar nan jahat'. Namun pada tataran Mikro, Ahok belum teruji. Pada tataran ini waktulah yang nanti akan berbicara.
Semoga Ahok bisa selalu waspada.
Sumber bacaan ; Satu, Dua, Tiga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H