Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hentikan Polemik TPID, Cipika-Cipiki dan Kampret, Itu Persoalan Kecil

18 Juni 2014   13:31 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:17 1854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_329526" align="aligncenter" width="460" caption="http://us.images.detik.com/content/2014/06/17/1562/sahabat3.jpg"][/caption]

Polemik TPID dan disusul sinyalemen 'kampret' makin hangat dibahas di Kompasiana. Beragam perspektif ditampilkan. Seperti tak ada habisnya, bikin saya muak sekaligus kasihan dengan Prabowo. Jangan sampai dia merajuk tidak mau tampil pada debat berikutnya. Bisa kacau prosesi pilpres kita ini, rusaknya rencana kerja KPU serta jadwal televisi beserta para sponsor di belakangnya. Apakah anda mau acara debat batal dan tiba-tiba diganti sinetron lebay?

Kalau orang sudah merajuk akan susah mengurusnya. Memang bisa dipaksa hadir di panggung, tapi kalau kemudian tutup mulut, menjahit bibirnya sendiri bahkan mogok makan sebagai aksi boikot seperti yang sering dilakukan mahasiwa saat demonstrasi menolak kenaikan BBM. Siapa yang tanggung? Ingat, para mahasiswa itu juga calon pemimpin, lho ! dan aksi mogok adalah bagian demokrasi. Jadi sah ! dilakukan sebagai ekspresi ketidak-setujuan terhadap keadaan yang bikin tidak nyaman.

Kalau sudah merajuk dengan aksi mogok seperti itu, akhirnya yang tampil dipanggung adalah teman-temannya yang coba menghibur dengan bermain gitar dan main catur. Tentu itu menjadi panggung yang sangat membosankan sekali.

Jadi, biarkan saja semua di panggung debat terjadi apa adanya, sambil kita menilai dari dalam hati. Jangan terlalu heboh dengan kesalahan-kesalahan Prabowo. Anda harus maklum, dengan latar belakang militer yang khas tak kenal membantah, beliau itu sedang dalam tahap belajar berdebat. Karena selama ini hanya menjalankan perintah atasan dan memerintah anak buah. Tanpa boleh didebat !

Perdebatan di depan orang banyak bukan hal mudah bagi sebagian orang. Apalagi bila orang tersebut sangat santun dan lembut hati. Faktor-faktor non-teknis psikologis saat itu bisa saja orang tersebut grogi yang membuatnya kehilangan ilmu, wawasan dan etika yang dimiliki. Muncul gumaman ‘kempret’ pun bisa mendadak muncul. Hal tersebut sangat manusiawi, lho...Kata bu guru jaman dulu ; bangsa kita terkenal ramah tamah, berbudi luhur, permisif, mudah memafkan. Jadi, maafkanlah beliau dengan ramah.

Anda harus ingat bahwa yang utama diusung dan diurus Prabowo adalah sesuatu yang sangat besar dari daripada sekedar mengurus sistem dan penerapan penyelenggaraan negara, ekonomi kerakyatan, TPID dan ekonomi kreatif yang remeh-temeh itu. Apalagi masalah cipika-cipiki di belakang panggung. Terlalu kecil barang itu untuk diurus seorang pemimpin besar.

Anda harus paham, Prabowo suka yang besar, yakni soal kekayaan negeri, kebocoran negara, mengangkat nama negeri ini dimata dunia, bahkan fokusnya adalah membuat negeri ini menjadi macan asia. Untuk hal besar itulah dia bela-belain membuat tenda besar untuk koalisinya yang memang sangat besar. Tentu sesuatu yang sudah sesuai dengan kata atasannya.

Bagi kubu Prabowo, memberikan sesuatu yang besar kepada rakyat jauh lebih berguna daripada hal-hal kecil dan remeh temeh. Diyakini, sesuatu yang besar akan lebih memuaskan rakyat yang sudah bosan dengan yang kecil-kecil karena yang kecil tidak bikin mereka kaya. Sudahlah jadi rakyat kecil, masih juga mau disodori hal kecil oleh presiden. Gengsi dong....

Harusnya tulisan para Kompasianer lebih banyak tentang jenis-jenis macan di Asia. Tentang taksonomi macan, mulai dari species, genus, famili, ordo, klas dan seterusnya. Juga tentang kebutuhan ukuran kandang dan ragam habitatnya yang sesuai, apakah di pohon, di padang gurun, atau di semak belukar. Tentu ini akan lebih relevan.

Jadi, mulai sekarang berhentilah berpolemik TPID, ekonomi kreatif, ‘kampret’, cipika-cipiki karena itu masalah kecil. Kalau anda cerdas, mulai sekarang bicaralah tentang yang besar-besar. Karena diperkirakan logika jungkirbalik Prabowo bahwa sesuatu yang besar merupakan permulaan dari hal-hal yang kecil. Betul ?

salam kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun