Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tragedi Office Boy Masuk Penjara demi Dosa Anak Menteri

24 Juli 2014   11:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:23 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_334912" align="aligncenter" width="681" caption="Si Officeboy, Hendara Saputra duduk di kursi pesakitan pengadilan, sumber :http://pontianak.tribunnews.com/foto/bank/images/hendra-disidang-01.jpg "][/caption]

Satu lagi tragedi tragedi kemanusiaan terjadi di negeri ini. Saat hukum negara ditegakkan, belum tentu keadilan berpihak pada si lemah. Hendra Saputra, orang kecil sekelas office boy harus meringkuk di penjara selama 2,6 tahun dan denda 50 juta rupiah karena terseret kasus dugaan korupsi proyek videotron di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menegah (KUKM). Celakanya, dia masuk bui karena dalam rangka ‘menyelamatkan’ kesalahan boss-nya, yang merupakan anak menteri aktif.

Ceritanya, Hendra Saputra yang hanya sekolah sampai kelas 3 SD itu bekerja sebagai office boy di PT Rifuel milik Riefan Avrian-anak menteri UKMSyarief Hasan. Hendra kemudian diangkat jadi direktur PT Imaji Media milik boss-nya itu. Perusahan bentukan si anak menteri ini kemudian mengikuti tender abal-abal untuk pengadaan videotron bernilai milyaran rupiah di kementrian KUKM tempat bapaknya jadi menteri. (Lihat sumber berita 1 : sumber berita 2; sumber berita 3; sumber berita 4) beserta berita-berita turunannya

[caption id="attachment_334914" align="aligncenter" width="681" caption="Hendra Saputra saat digelandang petugas kejaksaan, sumber :http://sin.stb.s-msn.com/i/72/8E79BA46B1293A252D314EE9F30C9.jpg"]

1406149989261385136
1406149989261385136
[/caption]

Semua kendali PT Imaji Media tentu saja ditangan Riefan Avrian sang boss. Karena memang Hendra Saputra yang cuma yang bodoh itu tentu tak bisa apa-apa, dan dia hanya diperalat. Namanya dipakai secara administrasi sebagai direktur yang bertanggung jawab secara hukum terhadap perusahaan tersebut.

Dalam pengakuan-pembelaan sang anak menteri, dia memberi pinjaman kepada si officeboy senilai Rp 10 milyar rupiah untuk mendirikan PT Imaji Media. Alasan ini sungguh sulit diterima akal sehat. Mana ada orang berduit yang cerdas mau memberi pinjaman kepada seorang office boy yang notabene anak buahnya paling rendah di kantor dan sekolah dasar saja tidak lulus?

Ilmu akal-akalan sang anak menteri itu hanya untuk menyembunyikan jati diri secara administratif agar bisa dapat proyek besar di departemen bapaknya.Barangkali, dianggapnya departemen itu milik bapaknya sendiri. Dengan pakai nama orang lain, tentu seolah-olah dia tidak semena-mena dengan barang milik bapaknya. Nanti orang lain menganggapnya tidak sopan!

[caption id="attachment_334917" align="aligncenter" width="681" caption="Riefan Avrian, si boss yang anak menteri saat di ruang pengadilan. Sumber gambar :https://assets.kompas.com/data/photo/2014/05/14/21134280-banjir242780x390.JPG"]

14061504381137268993
14061504381137268993
[/caption]

Para staf kementrian KUKM yang terlibat sebagai panitia proyek bukannya tidak tahu bahwa PT Imaji Media itu milik anak boss mereka di kantor. Tentu saja mereka menelan ludah, mata terbelalak, mulut bagai terkunci dan lututnya bergetar ketakutan terhadap PT Imaji Media saat mengikuti tender alat canggih seharga milyaran tersebut, bukan karena adanya sosok ‘si direktur’, tapi sosok sang pemilik yang merupakan siluman yang tampak nyata. Agar karier PNS-nya selamat sekaligus bisa menikmati remah-remah proyek anak boss, perusahaan itu harus dimenangkan, bagaimanpun caranya.

Herannya dalam beberapa kesempatan, menteri KUKM Syarief Hasan mengatakan di media bahwa tidak benar anaknya ikut proyek itu dan dia tidak mengenal direktur perusahaan peserta tender bermasalah itu. Ya, iyalah....tentu saja, karena nama anaknya tidak ada dalam akte perusahaan.Secara adminitrasi-hukum, anaknya memang tidak terlibat langsung. Tapi tentu sulit diterima akal sehat kalau dibalik pemilik perusahaan itu beliau tidak tahu. Itulah hebatnya permainan proyek dan ‘anehnya’ hukum di negeri ini.

Saya bukan ahli hukum, tapi mengerti sedikit. Hukum tentu saja mengacu kepada bukti-bukti otentik dan riil hitam-diatas putih. Dengan dasar itu, siapapun yang tercantum dalam bukti tertulis berbadan hukum dapat dituntut secara hukum. Tanpa perduli tingkat pendidikan, jabatan, asal usul, strata sosial, dan lain sebagainya. Bila terbukti bersalah secara administratif, maka sangsi hukum akan dijatuhkan.

Begitulah yang terjadi pada si officeboy, orang kecil dan bodoh yang dibodohi oleh orang pintar sekelas anak menteri. Secara hukum si officeboy tentu saja salah, karena dia tertera ‘de jure’ sebagai direktur yang notabene bertanggung jawab secara hukum terhadap badan usaha ‘miliknya’. Walau dalam kenyataaan ’de facto’ segala kegiatan perusaaan PT Imaji Media dilakukan oleh pemiliknya yang tak tertera dalam badan hukum perusahaan. Tangan-tangan saktinya sebagai anak menteri yang seperti tak tampak melakukan itu.

Kita tentu saja miris melihat nasib si officeboy. Secara nurani, kita akan melihat ketidakadilan disini. Masak orang kecil harus dihukum oleh sebab perbuatan yang bukan dilakukannya langsung. Namun rasa empati ini tentu saja bertolak tolak belakang dengan bukti hukum. Empati itu tidak mampu meniadakan sangsi hukum.

Maka sangat tragis nasib orang kecil yang bodoh dan tidak hati-hati menjalani hidupnya. Memang serba salah juga, ketidakhati-hatiannya itu disebabkan ketidaktahuan dan tentu saja intimidasi, tekanan dan ancaman. Lalu, pada situasi seperti itu kemana lagi harus mengadu? Tak ada ruang untuk bersembunyi dan tak ada tempat untuk berlari. Maka mau tidak mau, jadilah dia seorang direktur yang bertanggung  jawab hukum, namun tak tahu apa-apa dengan jabatan bergengsi itu

Andai saja si office boy itu sejak awal menolak jadi direktur abal-abal dengan resiko dipecat jadi office boy, tentu ceritanya akan lain. Tapi bisakah dimengerti bila : ‘dia diimingi janji-janji aman’, ‘tak beresiko apa-apa’, ‘hanya formalitas saja’, ‘dianggap sebagai orang dekat dan terpercaya yang bisa membantu si boss yang dianggap baik hati itu. Kembali hal tersebut soal wawasan dan pengetahuan yang berperan.

Disinilah tragedi kemanusian itu terjadi ; orang kecil, lemah dan bodoh yang dibodohi orang kuat, akhirnya hak hidup merdeka si orang kecil dan lemah itu pun dirampas demi hukum namun bukan demi keadilan. Adakah gerakan orang berbondong-bondong yang mau membela tragedi ini?

Salam keadilan dan persatuan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun