Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kumpulan Hantu Blau Demokrasi Bukan-bukan

9 Agustus 2014   16:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:59 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_337309" align="aligncenter" width="680" caption="http://cdn.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2014/06/16/383159/670x335/ "][/caption]

Kita harus bangga, dong ! Negara Malaysia yang doyan mengejek bangsa kita aja terkagum-kagum dengan demokrasi kita. Mereka tak sebebas kita dalam berdemokrasi padahal duitnya lebih banyak dari kita.

Secara teori demokrasi di negara kita dianggap lebih maju dibandingkan beberapa negara tetangga. Dengan kondisi relatif terbatas, negara kita berani melakukannya di tengah pesimisme sebagian pihak tentang kesiapan masyarakat menjalaninya.

Demokrasi bukan semata masalah penyelenggaraan, tapi lebih dari itu yakni spirit rakyat untuk partisipasi membangun bangsa dan negara. Hal itu dimulai dari adanya hak suara warga negara untuk menentukan pilihan politik.

Bukan jamannya lagi kaum borjuis atau orang kaya raya dan bangsawan jadi penentu pemimpin bangsa dan negara. Baik sebagai pengambil keputusan maupun sebagai pemimpin. Rakyat biasa berwajah rakyat jelata darikampung terpencil bila memenuhi ketentuan bisa saja jadi walikota, bupati, gubernur atau presiden. Kini enak jamanku, tho?

[caption id="attachment_337310" align="aligncenter" width="680" caption="http://www.nonstop-online.com/wp-content/uploads/2013/02/Foto-Aneh-Indonesia.jpg"]

14075506311500176799
14075506311500176799
[/caption]

Didalam partisipasi rakyat ini ada makna kesejajaran individu warga negara. Tidak ada pembedaan perlakukan hak berdasarkan struktur sosial, kasta, Suku, Agama, Ras, Anatomi dan lain sebagainya. Mau cantik atau jelek, mata sipit atau mbelok, rambut lurus, ikal mupun kriting, badan gendut atau kurus, panjang atau pendek, asalkan sudah memenuhi syarat administratif bisa nyoblos langsung! Caranya juga tidak dibedakan. Setiap orang berhak membuat lubang di pilihannya sesuai hati nurani. Mantap surantap !

Dengan penduduk sejumlah 230 juta lebih, dan pemilih mencapai 130 juta lebih bukanlah perkara mudah mengurus pemilu di negara Indonesia. Terlebih sistem yang digunakan adalah pemilihan langsung melibatkan seluruh rakyat yang memenuhi syarat yang tersebar dari seluruh penjuru negeri. Mulai dari kota hingga daerah pedalaman dengan jarak membentang terpisahkan gunung, hutan, sawah dan lautan luas. Tentu hal ini menjadi sebuah pekerjaan besar yang tak bisa dipandang sebelah mata. Ini adalah gawe agung rakyat dan bangsa.

Pekerjaan besar ini merupakan upaya kolektif bangsa. Rakyat yang memilih, rakyat pula yang menyelenggarakannya mulai dari tingkat RT hingga Negara (pusat). Semuanyaitu kemudian kembali kepada kepentingan rakyat.

Semua kerja besar demokrasi tak lepas dari kekurangan, terutama proses menyelenggarakannya. Namun itu sudah diantisipasi dengan aturan dan undang-undang beserta lembaga resmi (KPU, Bawaslu, MK, dll) yang mengurus segala akibat dari kekurangan yang terjadi. Inilah yang memuat proses demokrasi kita sah (legitimate). Inti dari semua itu adalah tranparansi proses sehingga rakyat tahu semua tahapan yang dilakukan.

[caption id="attachment_337311" align="aligncenter" width="680" caption="http://2.bp.blogspot.com/-rGumZMzjg6A/TZToFu-QVxI/AAAAAAAAAHk/qdJfqAutV7E/s320/pemilu.jpg"]

14075507321659699095
14075507321659699095
[/caption]

Sejatinya demokrasi itu sesuatu yang nyata, sistematis, terstruktur dan masif. Bukan seperti mahluk ruang angkasa tak jelas bentuk rupanya. Bukan hanya sebuah angan-angan pribadi dan asumsi relatif. Bukan kumpulan klaim sepihak yang dipaksakan jadi milik bersama. Bukan suatu alam gaib yang menuntut sesajen alam waras. Bukan omongan liar dan tolol tanpa dasar yang jelas. Bukan seperti hantu blau yang bikin kelucuan dalam horor dan ke-horor-an dalam lucu.Dan banyak bukan lainnya yang bisa menjadikan demokrasi itu cidera menjadi Demokrasi Bukan-Bukan dan Bukan-Bukan Demorasi.

Rakyat sebagai pemilik demokrasi punya mata untuk melihat, hati untuk merasa dan tangan untuk menyentuh hasil demokrasi yang mereka selenggarakan.

Ketika ada sekelompok orang tidak puas pada proses demokrasi yang telah dilalui, maka sesuai kaidah undang-undang mereka diberi ruang mengadu dan menuntut lewat lembaga resmi tadi untuk dipulihkan hak-hak demokrasi mereka. Tentunya semua itu harus melalui mekanisme syarat-kaidah hukum dan politik yang berlaku. Dan bila sekelompok orang yang tidak puas itu kemudian dengan sengaja menciderai demokrasi, maka bisa jadi mereka tak lebih kumpulan hantu blau yang bukan-bukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun