[caption id="attachment_363105" align="aligncenter" width="304" caption="gambar : http://1.bp.blogspot.com/-ywGCedp1Crk/UYBsSR8gY4I/AAAAAAAACTQ/eqQVW_xLAvQ/s1600/posisi-berkendara.jpg"][/caption]
Ini kalimat penuh makna yang lebih dalam dari lautan dan lebih tinggi dari angkasa.
Kalimat tersebut cuplikan dari pernyataan Ignasius Jonan dalam surat balasannya terhadap surat terbuka para pilot. (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/01/04/103616526/Ini.Jawaban.Jonan.untuk.Surat.Terbuka.Pilot).
Dalam suratnya itu Ignasius Jonan membuat klarifikasi terhadap beberapa pemberitaan. Selain itu ada pesan penting yakni perlunya melakukan prosedur standar sebelum keberangkatan moda angkutan baik udara, laut, darat dan kereta api. Prosedur tersebut demi keselamatan penumpang karena keselamatan adalah segala-galanya. Menurut dia "Jika terjadi kecelakaan, biaya yang harus dikeluarkan akan jauh lebih mahal karena nyawa manusia tidak ternilai harganya".
[caption id="attachment_363108" align="aligncenter" width="400" caption="gambar : http://imrankiri.files.wordpress.com/2011/10/tips-berkendara-yang-aman.gif"]
Kalau seseorang tidak pernah berangkat sudah pasti dia tidak akan pernah sampai. Bagaimana bisa sampai bila dia tidak pernah melakukan aktifitas menumpang kendaraan? Atau berangkat namun mengalami sesuatu hal yang luar biasa sehingga tidak pernah sampai ke tujuan.
Banyak hal yang bisa terjadi dalam perjalanan menggunakan kendaraan atau moda angkutan, misalnya karena tersesat atau hilang, atau mengalami kecelakaan fatal yang menyebabkan meninggal di tempat dan hilang.
Bila menggunakan moda angkutan umum, penumpang berada dalam posisi 'pasrah'. Dia tidak tahu banyak apakah angkutan tersebut sudah layak berangkat sesuai prosedur standar atau tidak.
[caption id="attachment_363146" align="aligncenter" width="465" caption="gambar ; http://images.detik.com/customthumb/2013/04/15/1382/192654_keselamatan.jpg?w=465"]
Penumpang hanya bisa melaksanakan prosedur standar sesuai kapasitasnya sebagai penumpang. Bila naik pesawat tidak boleh menghidupkan handphone, memasang safebelt, tidak merokok, tidak menggoda pramugari apalagi sang Pilot, mau menyimak penjelasan pramugari sebelum take off, membaca lembar prosedur yang ada di depan tempat duduk, dan berdoa. Setelah itu Pasrah....
Bila menggunakan kendaraan pribadi terutama untuk perjalanan jauh, baik sebagai penumpang atau driver, kita mempunyai kekuasaan penuh terhadap segala kesiapan kendaraan. Mau tidaknya menggunakan prosedur standar tergantung diri kita sendiri, mulai dari surat kendaraan (SIM dan STNK), teknis kendaraan (lampu, rem, kanvas kopling, kecukupan angin pada ban, air radiator, Oli mesin dan lain sebagainya). Selain itu tak kalah pentingnya adalah Tabiat Berkendaraan, misalnya : sopan santun berkendaraan baik terhadap kendaraan lain maupun ketaatan pada rambu-rambu lalu lintas, nafsu memacu kendaraan, kebugaran tubuh, teknik mengemudi dan lain sebagainya.
Pesan 'Lebih Baik Tak Pernah Berangkat daripada Tak Pernah Sampai' nyatanya berlaku juga pada kendaraan pribadi. Tanpa mengesampingkan 'Takdir', disini harusnya tidak ada kata 'Pasrah' melainkan 'Berusaha' dan 'Berusah'. Faktor diri kita sendirilah yang menentukan sampai tidaknya ke tujuan.
Bila prosedur berkendaraan hanya sebatas formalitas diatas kertas, maka kita tak beda dengan menumpang moda angkutan umum yang tak mengutamakan prosedur keberangkatan. Hasilnya ; Kemungkinan tak sampai jauh lebih besar.
[caption id="attachment_363138" align="aligncenter" width="376" caption="http://farm4.staticflickr.com/3672/8957312392_6aee4705a3_d.jpg"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H