[caption id="attachment_366033" align="aligncenter" width="663" caption="gambar : http://cdn-media.viva.id/thumbs2/2013/05/28/207134_wakil-ketua-kpk-adnan-pandu-praja_663_382.jpg"][/caption]
Nampaknya sasaran tembak pada KPK tak berhenti di satu orang saja. Satu persatu 'dosa' masa lalu anggotanya di cungkil, ditiup-tiup dan disajikan dimeja Kabareskrim Polri dan media. Sajian itu lengkap tercatat, diolah kembali sehingga tetap lezat bila tersaji di publik. Setelah 'menembak' Abraham Samad, Bambang Widjojanto, menyusul yang terbaru adalah Adnan Pandu (simak link berita ini).
Polri yang sudah kadung tubuhnya setengah telanjang dan diobok-obok tak mau tinggal diam. Sembari menggelinjang menikmati tekanan Publik karena 'ulah usil' KPK, mereka buka-buka berkas lama.
Berkas itu 'senjata lengkap dengan amunisinya' yang sewaktu dapat terpakai untuk 'menembak' pihak lain yang mencoba mengganggu kenyamanan mereka bekerja dan berkarya untuk bangsa, negara, dan rakyat. Tentunya semua itu dilakukan menurut habitus mereka yang sudah lama terbangun Banyak argumen hukum yang bisa dipakai untuk pembenaran sehingga tampak sah.
Polri bermaksud 'mengajarkan' pihak lain dalam hal ini KPK bahwa mereka punya kekuatan besar yang tidak ingin disaingi, tak sudi diganggu dan tak akan diam begitu saja walau 'dalam posisi salah atau tertekan'.
Polri diuntungkan memiliki data hukum baik-buruk setiap rakyat Indonesia. Kalau anda pernah punya masalah hukum sekecil apapun diwaktu lampau hampir pasti datanya ada di kepolisian- yang bagai tak lekang oleh waktu. Misalnya, saat remaja anda usil tertangkap mengintip tetangga sedang ML kemudian dilapokan korban sehingga diproses di kepolisian atas perbuatan menganggu kenikmatan orang lain. Atau anda pernah ugal-ugalan naik motor menabrak orang lain hingga korban luka para maka kejahatan anda di usia ababil itu menjadi cacatan kepolisian.
Walaupun kejadian itu terjadi 20-30 tahun yang lalu di kampung halaman nun jauh diujung negeri ini dan anda saat itu bukanlah siapa-siapa, belum menjadi orang seperti saat ini maka catatan hukum itu melekat di tubuh anda. Sewaktu-waktu bisa terbuka untuk menelanjangi anda saat Menjadi Orang.
Kamus menjadi 'Penjahat yang Bertobat Kemudian menjadi Hero' seolah tak dikenal di negeri ini. Dan bukan sajian nyaman di tengah masyarakat. Apalagi ada lembaga lain yang terusik oleh ke-Hero-an anda. Bersiaplah untuk dicungkil, digosok-gosok, digesek-gesek dan ditiup !
Selesai menulis artikel ini saya sadar tak mungkin 'jadi orang atau kalau jadi orang bakal dicungkil, digosok-gosok, digesek-gesek dan ditiup' lawan karena tulisan saya di Kompasiana tak ada yang genah. Jadi, biarlah saya tetap jadi Profesor di Kompasiana saja, bukan Komisioner KPK. Toh, di Kompasiana ini saya sudah jadi anggota KPK (Kompasianer Pecicilan dan Kenthir).
Mulai sekarang kalau para Kompasianer mengajukan saya menggantikan Abraham Samad maka dengan tegas akan saya tolak !
Kalau ndak diajukan aku ya rapopo...