Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Perempuan Makan Porsinya Segunung, Pantaskah?

27 Januari 2015   23:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:15 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_366274" align="aligncenter" width="350" caption="gambar 1 ;https://arumsekartaji.files.wordpress.com/2011/03/"][/caption]


Wuuih ! Cantik-cantik kok Srilapar? Makannya kayak kuli, boo ! Berkurang deh cantiknya.


Kegiatan resmi atau tidak resmi seperti resepsi perkawinan atau selamatan atau hanya sekedar rutinitas hari kerja acara makan-makan merupakan moment yang ditunggu-tunggu Tuntutan 'kampung tengah' seolah menjadi wajib dipenuhi terutama saat lapar dan pas jam makan. Sungguh momentum yang sangat nikmat.


Secara diam-diam saya selalu mengamati cara orang makan, khususnya kaum Perempuan. Ada sesuatu yang menarik, mulai dari menu yang mereka dipilih, cara mengambil makanan, banyaknya porsi dan cara mereka makan.


Sering mendapatkan hal menarik ; perempuan berwajah cantik atauberpenampilan fisik menarik yang mengambil porsi makanannya segunung ! Aduh, ini Perempuan lapar banget ya, atau ukuran lambungnya super besar?Bila melihat cara makannya yang lahap, sampai wajahnya pun berkeringat, sering mengingatkan pada para tukang bangunan Saya di proyek !


Muncul pikiran yang 'aneh dan tidak etis' menilai dan menyayangkan cara si Perempuan ; 'Cantik-cantik kok Srilapar !'


Melihat perempuan dengan makanan segunung d piringnya secara tiba-tiba menurunkan Nilai si Perempuan dimata saya ! Aneh, bukan? Dan herannya kalau melihat laki-laki melakukannya saya anggap biasa-biasa saja. Sunggguh penilaian yang tidak adil.


Padahal, makan itu adalah hak setiap orang 'yang dilindungi undang-undang kuliner pasal sekian junto bla..bla..bla!' Isinya mengambil porsi makanan tidak membedakan laki-laki maupun perempuan, status sosial, kasta, dan penampilan fisik. Apalagi toh si Perempuan tidak merugikan orang lain, tak merugikan negara dan memperkaya pihak lain.


Perempuan itu hanya meninggalkan alat bukti nyata bahwa makanan segunung di hadapannya merupakan hak dan tanggungjawab pribadi. Titik.


[caption id="attachment_366275" align="aligncenter" width="650" caption="sumber gambar :http://www.nuga.co/wp-content/uploads/2013/05/wanita-banyak-makan-130504b-650x360.jpg"]

14223524211369325742
14223524211369325742
[/caption]


Okelah kalau di resepsi pesta setiap orang seolah aji mumpung makan gratis tapi kalau makan di kantin prasmanan yang ambil menu dan bayar sendiri, kenapa harus muncul penilaian saya ; 'ndak enak dipandang mata', 'ndak etis', yang ujung-ujungnya mengurangi Nilai si Perempuan? Toh, duit-duit dia sendiri dan perut-perut dia sendiri ! Heuheu..


Seringkali dalam hati menyayangkannya. Kalau pun hobi makan, atau lapar-sulapar ambil saja secukupnya, nanti baru nambah sedikit lagi. Sehingga tidak merusak pemandangan indahnya si Perempuan tadi di keramaian acara makan !


'Ah, resek lu! Makan kok pakai Jaim segala. Ini sah, tau !' Begitulah setan pengacara membela si Perempuan yang tiba-tiba muncul dibenak dan menghardik pikiran aneh saya.


'Begini sist pengacara yang saya muliakan...itu memang hak dia, tapi saya juga punya hak menikmati diam-diam Keindahan si Perempuan dari Segala Sisi termasuk saat dia makan. Demikian titah Dewa Keindahan kepada kelelakian Saya'. Demikian bunyi balasan pada hardikan si Pembela.


Untuk menghindari tuduhan bahwa Saya telah melakukan 'kriminalisasi' cara makan si Perempuan, Saya serahkan penilaian dan pendapat pembaca Kompasiana saja.


Semoga sharing topik ini bermangpaat bagi tetap tegaknya 'Keindahan Perempuan di Segala Sisi'. Ungkapkanlah pandangan anda secara transparan, dan jangan ada kriminalisasi hak Perempuan.


Tapi jujur, tetap ada tambahan titipan pesan politis saya ; Jangan ada lagi Cantik-cantik Srilapar. Makannya kok kaya kuli !


Selesai!


[caption id="attachment_366276" align="aligncenter" width="437" caption="sumber gambar ;http://infoperempuan.com/wp-content/uploads/"]

1422352559750097617
1422352559750097617
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun