[caption id="attachment_368751" align="aligncenter" width="658" caption="sumber gambar : https://assets.kompasiana.com/statics/files/14222637981454637329.png"][/caption]
Sampai kiamat pun KPK tak akan pernah menang lawan Polri. Masalahnya sederhana. Apa itu?
Banyak orang mendewakan kesaktian KPK. Padahal mereka lupa, KPK masih anak kemarin sore soal ngurusin 'dosa-dosa' orang di republik ini. Pangalamannya masih seujung kuku, culun. Itu realitas tak terbantahkan.
Sementara Polri sudah kenyang asam garam perjahatan di republik ini. Sejak negeri lahir sudah ada Polri yang ngurusin 'orang jahat' pelanggar undang-undang dan ketertiban.
Rekam jejak warga setiap warga ada di Polri. Sejak anda lahir bahkan sampai ke jaringan keluarga sudah ada 'cacatannya' di Polri. Begitu juga setiap pergerakan yang anda jalani dalam hidup. Sedangkan jaringan informan Polri ada mulai dari tingkat kelurahan hingga propinsi.
Ketika anda di masa mencari identitas diri saat abg bisa jadi pernah berurusan dengan polisi, terkena razia kendaraan bermotor tak punya SIM, tak pakai helm, salah masuk jalur, berantem, tawuran dan lain-lain. Semua catatannya ada di Polri walaupun tidak diproses hukum, tapi tetap tercatat.
Jaman dulu kalau mau masuk kuliah, pindah domisili, atau cari kerja setiap orang harus membuat SKKB (Surat Keterangan Kelakuan Baik). Kembali data anda ada di Polri.
Ketika anda membuat SIM, kembali anda dicatat di Polri. Bukan cuma data administratif dan pas photo saja, sidik jari pun masuk data mereka. Apa lagi sih yang kurang?
Data anda terus terekam di Polri secara langsung (anda alami sendiri) maupun tidak langsung, misalnya lewat teman, kerabat, handai taulan dan keluarga.
Semua itu bisa jadi saat anda belum menjadi siapa-siapa dan tak membayangkan kelak akan jadi seseorang. Karena misteri perjalanan hiduplah yang mengantarkan anda.
Semua data setiap warga itu menjadi bahan dasar yang bila diperlukan bisa diolah kembali menjadi beragam 'menu tuntutan' oleh Polri atas nama undang-undang.
Siapa yang bisa mengira orang-orang di jajaran KPK di masa lalunya bersih seperti malaikat? Dari level staf, penyidik, bahkan komisioner bisa saja punya catatan kenakalan masa lalu di daerahnya masing-masing. Publik hanya tahu 'integritas'-nya belakangan menjelang masuk KPK, atau saat dia sudah jadi Orang.
Tapi bagi Polisi, orang tersebut sudah terekam sejak dia belum menjadi orang!
Dari semua itu saja, tak terbantahkan bahwa langkah Polri jauh lebih panjang dibandingkan KPK dalam hal data 'kejahatan' setiap orang.
Perilaku menyimpang atau kesalahan masa lalu yang hanya dicatat dan diselesaikan secara damai bisa diungkit lagi dengan teknik ramuan terkini.
Cara klasik 'lempar batu sembuyi katapel' bisa dilakukan yakni melempar issue dengan krologis canggih (beserta 'bukti') ke media masa (maintream maupun media sosial) terlebih dahulu lewat orang lain misalnya Orang lain itu bisa saja kerabat, teman, rival atau bahkan keluarga.
Kompasiana ini pun merupakan sarana yang seksi melembar batu. Apalagi di sini banyak orang idealis sekaligus buta, melek tapi pincang, realistis sekaligus utopis, rupawan namun mengidap korengan. Salah satu orang itu mungkin adalah saya ! Karena saya adalah produk masa lalu di negeri yang pandai berdamai dengan situasi sehingga menjadi si ganteng-ganteng srigala. Heuheuheu..
[caption id="attachment_368752" align="aligncenter" width="720" caption="gambar ; http://img.lensaindonesia.com/uploads/1/2015/02/73002-kpkvspolri-pdip-sebut-calon-kapolri-baru-kompolnas-perkeruh-konflik-kpk.jpg"]
Dosa lama pun dijadikan issue yang bikin publik heboh, timbul polemik baik dari sisi hukum, etika, moral, dan lain-lain. Tahap berikutnya adalah publik pun merasa dibohongi dan meminta Polri mengusut tuntas. Tentu saja momen inilah yang diharapkan Polri untuk memukul orang-orang KPK yang mencoba mengganggu istitusi Polri.
Cara paling pragmatis mensikapi
Dengan melihat peta kekuatan dan daya jelajah Polri ini sulit rasanya membuat KPK menang. Padahal, harapan besar rakyat kini justru di pundak mereka.
Namun begitu masih ada cara membantu KPK untuk tidak kalah. Cara ini tergantung kepada publik.
Pertama, publik harus mau menerima bahwa jejaran KPK bukanlah orang-orang suci 100 persen. Anggap bahwa memang mereka punya masa lalu yang kelam dan tidak mempermasalahkan itu. Lihatlah apa yang sekarang mereka perjuangkan antuk rakyat.
Kedua, tidak mudah terpancing atau heboh issue baru yang muncul di media tentang masa lalu orang KPK dengan polemik yang menambah masalah dengan gerakan-gerakan 'sok suci'.
Ketiga, lihatlah pekerjaan jajaran KPK saat ini secara kolegial, bukan mempermasalahkan masa lalu personal. Biarkan mereka bertobat di KPK untuk publik.
Kalau publik tidak menerima cara-cara tersebut, segeralah pergi ke surga dan pilih beberapa malaikat untuk dinaturalisasi jadi warganegara Indonesia dan jadikan komisioner KPK. Tapi saya mohon maaf tidak ikut serta, karena saya sibuk nonton sinetron sentimentil di tipi.
[caption id="attachment_368753" align="aligncenter" width="668" caption="gambar ; http://cdn.metrotvnews.com/dynamic/content/2015/01/22/348364/50sB4UELdN.jpg?w=668"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H