Sudah satu tahun lebih Taliban resmi mengumumkan pemerintahan baru dengan cepat saat belum lama menguasai Afghanistan dan meruntuhkan pemerintahan Ashraf Ghani. Taliban selalu tepat memanfaatkan situasi yang terjadi di Afghanistan seperti pada korupsi yang parah oleh pemerintahan, ditambah mundurnya pasukan Amerika Serikat (AS) membuat Taliban menjunjung tinggi keinginan untuk menguasai Afghanistan sepenuhnya. Itu pun tidak lepas dari strateginya yang sukses mendapatkan legitimasi masyarakat Afghanistan.
Awalnya mujahid menegaskan dengan janji dan sumpahnya Taliban akan menghormati hak-hak perempuan Afghanistan, termasuk memaafkan segala sesuatu yang sebelumnya menentang Taliban dan memastikan Afghanistan menjadi negara yang aman. Tujuan Taliban membentuk pemerintahan baru ini adalah mewujudkan pemerintahan yang inklusif, tapi tujuan ini justru menjadi bumerang yang mengejar mereka selama menjalani pemerintahan ini sampai sekarang.
Taliban memang dapat dengan mudah kembali menguasai Afghanistan, tapi Taliban sepertinya tidak bisa mempertahankan dan melangkah satu langkah lebih baik lagi dalam menjalankan pemerintahan barunya. Semua yang dijanjikan Taliban membuat pemerintahan baru belum diakui sampai sekarang. Taliban tidak mewujudkan apa yang dijanjikan sedari awal meresmikan pemerintahan ini, sehingga menimbulkan protes masyarakat Afghanistan bahkan pandangan-pandangan buruk dari banyak negara, khususnya AS.
Sampai saat ini, Taliban belum menunjukkan perwujudan janji mereka, ekspektasi komunitas internasional pun rasanya diabaikan. Soal pemenuhan hak-hak perempuan Afghanistan saja hanya dipenuhi setengah hati. Taliban memang memperbolehkan perempuan Afghanistan bekerja dan belajar, tapi hanya pada sektor-sektor yang dibatasi Taliban, yaitu medis dan pendidikan.
Permasalahan ini juga menimbulkan banyak protes. Di Kabul, sekelompok masyarakat wanita membawa poster dengan tulisan "Kabinet tanpa wanita adalah kegagalan", mereka sampai mengadakan protes lain di daerah Pul-e Surkh di kota itu. Demonstrasi bahkan terjadi lebih besar dari yang dibayangkan sampai orang-orang bersenjata Taliban mengancamnya dengan tembakan peringatan ke udara.
Apa yang sudah dihasilkan oleh pemerintahan baru Taliban belum memenuhi janji yang mereka bangga-banggakan namun diingkari. Taliban Pernah membatalkan rencana pendidikan pada 23 Maret 2022 dengan melakukan pembelaan yang membutuhkan waktu lebih untuk membuat perencanaan pemisahan fasilitas sekolah berdasarkan gender. Hingga saat ini sekolah menengah untuk perempuan masih belum ada, sedangkan sekolah untuk laki-laki kembali Taliban buka tak lama setelah mereka menguasai Afghanistan.
Bahkan dalam persoalan media yang seharusnya memiliki kebebasan, pada konferensi pers pertama mereka pada pemerintahan baru tahun 2021, Taliban menyambut "pers yang bebas dan independen”, hal ini bahkan merambat pada hak perempuan lagi karena Taliban melarang jurnalis perempuan bekerja di media pemerintah maupun di media swasta, kecuali jika mengenakan penutup wajah.
Tidak sedikit masyarakat Afghanistan yang kehilangan pekerjaan sejak Taliban mengambil alih pemerintahan. Bahkan pegawai negeri atau pelayan publik pun termasuk bagian yang dirugikan. Banyak masyarakat yang menganggur dan Taliban tak kunjung menunjukkan jawaban apakah mereka akan mendapatkan pekerjaannya lagi atau diberikan pekerjaan baru?.
Dari apa yang sudah terjadi ini, padahal sebelum Taliban kembali berkuasa, Afghanistan sudah dalam kondisi ekonomi yang buruk. Lalu Afghanistan benar-benar merosot ekonominya ketika Taliban secara resmi mengambil alih pemerintahan pada 15 Agustus 2021. Ekonomi yang seharusnya dimiliki Afghanistan beralih ke negara lain, mengikuti gelombang evakuasi yang berakhir pada 31 Agustus 2021. Bisa dikatakan kembali berkuasanya Taliban ini membuat banyak negara khawatir jika menyangkut pautkan diri dengan Afghanistan.
Banyak aset Afghanistan yang dibekukan di luar negeri. Karena Taliban yang mengendalikan Afghanistan dengan pemerintahan barunya, negara-negara itu khawatir Taliban akan memanfaatkan aset Afghanistan untuk gerakan terorisme, apalagi kepala pemerintahan baru sementara Afghanistan adalah Mohammad Hasan Akhund yang namanya ada dalam daftar disanksi PBB dan menteri dalam negeri pemerintahan baru ini adalah sirajuddin Haqqani yang merupakan putra pendiri Jaringan Haqqani yang dicap teroris oleh AS, Sirajuddin merupakan salah satu dari anggota yang paling dicari FBI.
Maka dari itu pengakuan dirasa perlu untuk pemerintahan baru Taliban ini, terutama dari komunitas internasional yang akan bisa mempermudah Taliban agar mendapat bantuan sebanyak-banyaknya dari komunitas internasional. Taliban sepertinya ingin mengendalikan Afghanistan dengan sepenuhnya cara mereka, tanpa melibatkan dan ditambah bantuan dari luar. Taliban hanya menginginkan pemerintahan barunya diakui dunia. Taliban bahkan mengancam AS sampai negara-negara lain dengan tindakan membekukan aset dan dana cadangan Afghanistan yang ada di luar negeri agar berakibat buruk bagi seisi dunia.
Namun, sejak Taliban kembali menguasai Afghanistan, sampai saat ini belum ada satu negara pun yang secara resmi mengumumkan pengakuannya pada pemerintah baru Afghanistan di bawah Taliban. Memang masih ada bantuan dari negara luar, tapi mayoritas bantuan datang dari China dalam segi keuangan dan Pakistan dalam segi pengobatan dan kesehatan saja. Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid juga mengakui bahwa keberlanjutan Afghanistan sudah bergantung banyak pada China.
Oleh karena itu, pengakuan pemerintahan baru Taliban sampai saat ini masih bergantung pada diri Taliban sendiri. Jika Taliban masih belum mencoba memodernkan diri, maka mereka hanya mempersulit dirinya sendiri dalam memerintah masyarakat Afghanistan. Mujahid hanya bisa mengklaim Taliban telah memenuhi semua persyaratan untuk pemerintahan barunya diberi pengakuan. Bahkan menyebutkan agar semua negara, terutama AS, seharusnya sudah menyadari keterlibatan politik dengan Taliban menjadi kepentingan bersama yang harus dijalankan.
Indonesia termasuk salah satu negara yang belum mengakui pemerintahan baru Taliban Afghanistan. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyatakan posisi Indonesia mengenai Pemerintahan Taliban di Afghanistan tidak berubah. Indonesia sama sekali belum mengakui pemerintahan Afghanistan yang diambil kembali oleh Taliban pada Agustus 2021 itu. Indonesia tidak bermaksud menghalangi seluruh pihak di Afganistan untuk mengambil ikatan kontruksif, akan tetapi tujuannya untuk membantu proses pembangunan serta perdamaian kembali di Afghanistan.
Sampai saat ini benar-benar masih belum ada negara yang mengakui Taliban sebagai penguasa yang sah di Afghanistan, terutama dengan perlakuan buruk mereka terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan itu memperburuk semuanya karena berarti Taliban mengkhianati janji mereka saat awal meresmikan pemerintahan baru.
Ditulis oleh Pebi Shoffla Ula Salsabila dan Gadis Arivia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H