"Eh, maksud saya bukan seperti itu Bang....." buru-buru Jejak meralat pertanyaannya.
Joni menepuk ringan bahu Jejak, seolah mereka adalah dua sahabat yang sudah lama akrab. "Ya, aku tahu maksud pertanyaanmu. Jangankan kamu yang baru bertemu denganku, di sini setiap hari, semua orang yang ada di terminal ini selalu menanyaiku bahkan mereka menganggapku laki-laki bodoh yang mau saja menunggu istrinya yang sampai saat ini satu suratpun tidak pernah kudapat."
"Lalu....?"
"Lalu?" Joni mengulangi pertanyaan Jejak. "Lalu seperti yang kamu temui siang ini, aku masih di sini menunggunya. Karena aku telah berjanji, aku tidak bisa mengingkarinya."
Jejak tiba-tiba teringat dia pernah berjanji pada seseorang.
"Jejak, kamu tahu hidup ini memang penuh dengan ketidakpastian, hanya sebuah kematianlah hal yang pasti. Tapi kamu akan menemukan suatu kepastian jika kamu menepati setiap perkataan yang telah kamu ucapkan."
Jejak pernah berjanji kepada seseorang untuk kembali.
"Aku telah berjanji pada istriku untuk menunggunya, maka sebisa mungkin aku menepatinya hingga aku mendapat suatu kepastian, meskipun kepastian itu adalah untuk selalu menunggu. Aku tidak bisa menyalahkan istriku yang telah melupakan janjinya hingga membuat kepulangannya seolah-olah tidak pasti untukku, karena hal itu biarlah menjadi urusannya yang terpenting aku akan tetap di sini untuk menunggunya." Joni menyilangkan kakinya
"Kamu tahu, jangan pernah mengubah dirimu hanya untuk dicintai oleh orang lain, cukup perbaiki apa yang ada di dalam diri kamu sehingga jika suatu saat nanti orang yang pergi darimu itu kembali, kamu masih menjadi orang yang sama dimatanya." Joni mengedarkan pandangan. "Karena tidak selamanya menunggu itu membosankan, kadang terselip pula satu titik kebahagiaan yaitu pada saat kita KEMBALI. Dimana kita sangat dinanti-nantikan oleh semua orang yang menunggu kita, dan itu sangat membahagiakan bagi mereka " Lanjutnya.
Mata Joni tampak berbinar, dari kejauhan tampak seorang perempuan turun dari sebuah bus antar kota kemudian berjalan menuju ke arahnya.
Jejak turut beranjak, menyambut kehadiran istri Joni. Setelah berbasa basi singkat Jejak melangkahkan kembali kakainya, menuju ke rumah yang telah dua tahun ini hanya ada dalam angan-angannya saja, seseorang yang mungkin masih tetap sama menunggunya untuk pulang seperti apa yang dilakukan Bang Joni terhadap istrinya.