Mohon tunggu...
Purba Sari
Purba Sari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

penimat cerpen dan novel www.shespebe.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Secangkir Teh

24 Februari 2017   10:13 Diperbarui: 24 Februari 2017   10:48 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ting.. ting.. ting..

Dentingan sendok yang beradu dengan cangkir terdengar saat aku menggoyangkan sendok ke kanan ke kiri mengaduk seduhan teh pagi ini.

Aku baru saja membuka mata saat sinar matahari sudah mulai menyembul dari balik tirai jendela. Kesiangan. Semalam aku toidak bisa tidur. Entah mengapa bayangan tentangmu tib-tiba hadir. Jadilah aku menghabiskan malam untuk menamatkan satu seri pendek drama korea hanya dalam semalam, hanya agar terbebas dari ingatan tentangmu.

 Hari ini adalah pagi yang ke tiga puluh sejak aku menuangkan teh manis hangat yang terakhir kalinya untukmu. Aku duduk di dekat jendela, menyesap sedikit teh manis yang kemudian kembali menerbangkan lamunanku padamu.

"Kenapa teh bikinan kamu selalu pas, tidak terlalu manis pun tidak tawar." Katamu waktu itu.

Kamu adalah orang pertama yang aku sajikan teh setiap paginya. Belum pernah aku membuatkan secangkir teh untuk orang lain, selain dirimu. Dan kamu sangat menyukainya.

"Ada yang bilang kalau bikin janji itu sama kayak bikin teh, jangan terlalu manis.” Aku menuangkan teh pada cangkir merah favoritmu. Kebiasaanmu adalah tidak langsung menyesapnya meskipun teh itu hangat, tapi kamu selalu memejamkan mata dan menghirup dalam aroma asli teh itu.

“Makanya kamu jangan terlalu banyak janji-janji manis padaku, nanti ketika janji manis itu tidak terpenuhi, seketika semua hal menjadi pahit." Ujarku, sesekali menyindirmu. Kamu tersenyum. Lalu menyesap sedikit teh itu.

Bukan tanpa alas an aku menyidirmu seperti itu, karena akhir-akhir ini kamu memang tampak berbeda tidak seperti biasanya dan perbedaan itu entah mengapa sangat lekat dengan kecurigaanku padamu. Tapi, aku masih meyakini bahwa itu kamu, Sore, seseorang yang telah memberiku kenyamanan dan akan seperti itu untuk selamanya, seseorang yang selalu menepati janji.

 “Kamu tidak percaya semua janji manisku? Haha.. padahal sebagian besar sudah menjadi kenyataan kan?” Kamu mengusap rambut panjangku. Mengecup ringan puncaknya.


 Mungkin kamu memang menepati hampir semua janji manis yang pernah kamu buat, hanya satu janji yang meleset, yaitu janji yang dulu pernah kamu ikrarkan untuk hidup menua bersamaku. Dan pagi itu akan adalah senyum terakhirmu untukku. Karena kini kamu bukan lagi penikmat teh manis buatanku, kamu beralih menjadi pecandu secangkir kopi pahit di tempat lain.

Begitu juga teh yang sedang kuminum pagi ini, rasanya tidak semanis ketika aku menikmatinya bersamamu, Sore.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun