Mohon tunggu...
Peace Generation Indonesia
Peace Generation Indonesia Mohon Tunggu... -

Peace Generation Indonesia mula-mula adalah sebuah program yang di alhirkan dari dua orang yang berbeda background. Orang itu adalah Irfan Amalee dari Indonesia dan Erik Lincon dari Amerika. Meskipun orang itu mempunyai latarbelakang dan kebudayaan yang berbeda, tapi mereka memiliki sebuah konsep yang sama tentang solusi masalah konflik di Indonesia khususnya dan umumnya di Dunia. konsep perdamaian itu adalah melalui generasi muda. Dalam satu tahun Peace Generation telah menjadi sebuah program yang menyebarkan virus perdamaian ke Tujuh provinsi besar di Indonesia. Tujuh provinsi ini kemudian membuat sebuah komunitas peace generation dan menjadikan Peace Generation Indonesia menjadi sebuah komunitas yang terus membesar. Sehingga tanggal 21 september 2008 dan bertepatan dengan hari perdamaian dunia peace generation menjadi salah satu organisasi di Indonesia yang bergerak dalam isu penyelesaian konflik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berparade untuk Perdamaian di Bethlehem dan Seluruh Dunia

18 November 2009   08:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:17 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bethlehem, Palestina – Sejuta orang di seluruh dunia tengah melakukan parade perdamaian. Dalam beberapa minggu terakhir, mereka melintasi jalan-jalan di Sarajevo, Zagreb dan Gendema, di perbatasan Sierra Leone-Liberia. Pada saat yang sama, di belahan bumi yang lain, orang-orang berparade di Mexico City. Jadwal selanjutnya? New York, Paris, Freetown dan Santiago. Parade Dunia untuk Perdamaian dan Anti-kekerasan—sebuah prakarsa akar rumput yang bertujuan menghimpun orang-orang di seluruh dunia untuk bersama mendukung perdamaian dan mengakhiri kekerasan fisik, ekonomi, rasial, agama, budaya, seksual dan psikologis—mengawali perjalanannya di Selandia Baru pada 2 Oktober, yang juga merupakan hari ulang tahun Mahatma Gandhi. Parade perdamaian sepanjang hampir 160.000 kilometer ini, yang sampai di Bethlehem pada 14 Oktober, akan berlanjut hingga Januari 2010 dan melewati sebagian kota-kota besar dunia. Parade ini diprakarsai World Without Wars, sebuah organisasi internasional yang diluncurkan oleh Humanist Movement, yang didirikan pada 1969 oleh Mario Rodriquez Cobos di Argentina. Humanist Movement mengampanyekan anti-kekerasan melalui lima organisasi resmi, ratusan surat kabar dan dewan yang didirikan di tingkat lokal. Karena parade ini mengelilingi dunia, berbagai individu dan kelompok masyarakat sipil lokal menjadi perwakilan Parade Dunia tersebut dan menyelenggarakan berbagai parade, pertemuan dan acara budaya. Para politisi, akademisi dan selebriti terkenal telah memberikan dukungan untuk parade ini. Para penerima Nobel Perdamaian, termasuk Mikhail Gorbachev, Dalai Lama dan Shirin Ebadi, menyusun sebuah piagam untuk sebuah Dunia Tanpa Perang (World Without Wars), guna menyerukan diciptakannya “sebuah tatanan dunia yang lebih damai dan berkeadaban di mana pemerintahan yang lebih efektif dan adil, yang menjunjung martabat manusia dan kesucian hidup, bisa menjadi kenyataan.” Piagam ini diserahkan pada para pendukung Parade Dunia tersebut pada 11 November ketika berlangsung Pertemuan Para Peraih Nobel Tingkat Dunia di Berlin. Namun, para aktor utama acara global ini bukanlah para akademisi, politisi atau selebriti kenamaan. Mereka adalah orang-orang biasa yang mengajak masyarakat turun ke jalan pada hari yang ditentukan untuk mengirimkan pesan perdamaian dan harapan bahwa suatu saat perang akan menjadi tak diperlukan, senjata akan dibasmi, dan ketaksetaraan dan diskriminasi akan menghilang. Tujuannya adalah menciptakan sebuah kesadaran global baru yang melawan setiap bentuk kekerasan dan diskriminasi. Tak ada tempat di mana arti penting pesan ini telah menjadi lebih simbolik dan menyolok daripada di Israel dan Palestina, tanah suci tiga agama monoteis, yang tidak damai selama lebih dari enam dekade. Prakarsa untuk menyelenggarakan parade di Bethlehem diambil oleh Holy Land Trust, sebuah organisasi non-pemerintah di sana yang berupaya menyebarkan prinsip-prinsip anti-kekerasan, memberdayakan masyarakat Palestina dan memperkuat dialog. Sejak berdirinya pada 1998, Holy Land Trust telah bekerja memberdayakan masyarakat Palestina melalui berbagai lokakarya dan program pelatihan anti-kekerasan, yang telah lama menjadi bagian penting dari perjuangan rakyat Palestina untuk mendirikan negara. Kini, sebagian besar orang dan organisasi Palestina yang bekerja untuk mengkampanyekan gerakan tanpa kekerasan memerangi pendudukan Palestina melalui unjuk rasa damai mingguan, membangun kembali rumah-rumah yang dirusak dan berbagai aktivitas lainnya. Sebuah laporan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Palestina tidak mendukung kekerasan. Bahkan 70 persen pemuda Palestina menentang kekerasan digunakan sebagai cara untuk menyelesaikan konflik dengan Israel. Anti-kekerasan lebih dalam ketimbang pasifisme: anti-kekerasan mencakup koeksistensi damai, kewarganegaraan aktif, ketahanan dan kreativitas. Perayaan ide-ide ini menyatukan warga Muslim dan Kristen Palestina saat mereka berparade di Bethlehem. Para pejabat setempat, termasuk Gubernur Bethlehem, Abdul Fattah Hamael, dan Walikota Dr. Victor Batarseh, ambil bagian dalam unjuk rasa ini. Giorgio Schultze, jurubicara Uni Eropa di Parade Dunia ini, dan Luisa Morgantini, wakil presiden Parlemen Eropa, ikut serta dalam parade, bersama Uskup Agung Atallah Hanna dari Gereja Ortodoks Yunani, dan Sami Awad, direktur eksekutif Holy Land Trust. Semuanya mengungkapkan visi perdamaian mereka di Tanah Suci itu dan tentang Yerusalem sebagai tempat bagi kedua bangsa. Parade Dunia ini juga menghampiri Tel Aviv dan Yerusalem—sehingga membumbungkan harapan untuk persatuan dan perdamaian. Dari Moskow yang bersalju di Rusia hingga Montevideo yang cerah di Urugay, dari Bethlehem hingga New York, parade ini akan berlanjut, untuk menggerakkan lebih banyak lagi para pendukung dan pembela perdamaian. Meski ini boleh jadi tidak menyelesaikan konflik Israel-Palestina, parade ini adalah simbol kuat harapan dan anti-kekerasan bagi kedua belah pihak. ### * Rana Al-Arja ialah koordinator koordinator kampanye Making the Impossible Possible (Membuat Yang Tak Mungkin Menjadi Mungkin) di Holy Land Trust, Bethlehem. Ia meraih gelar MA di bidang hak asasi manusia dan demokratisasi dari Universitas Malta. Artikel ini awalnya dimuat The Sacramento Bee dan ditulis untuk Kantor Berita Common Ground (CGNews).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun