Mohon tunggu...
Peace Generation Indonesia
Peace Generation Indonesia Mohon Tunggu... -

Peace Generation Indonesia mula-mula adalah sebuah program yang di alhirkan dari dua orang yang berbeda background. Orang itu adalah Irfan Amalee dari Indonesia dan Erik Lincon dari Amerika. Meskipun orang itu mempunyai latarbelakang dan kebudayaan yang berbeda, tapi mereka memiliki sebuah konsep yang sama tentang solusi masalah konflik di Indonesia khususnya dan umumnya di Dunia. konsep perdamaian itu adalah melalui generasi muda. Dalam satu tahun Peace Generation telah menjadi sebuah program yang menyebarkan virus perdamaian ke Tujuh provinsi besar di Indonesia. Tujuh provinsi ini kemudian membuat sebuah komunitas peace generation dan menjadikan Peace Generation Indonesia menjadi sebuah komunitas yang terus membesar. Sehingga tanggal 21 september 2008 dan bertepatan dengan hari perdamaian dunia peace generation menjadi salah satu organisasi di Indonesia yang bergerak dalam isu penyelesaian konflik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Muslimah Lancarkan Jihad Melawan Kekerasan

29 Maret 2010   01:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:08 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Los Angeles, California - Hari Perempuan Sedunia pada 8 Maret menjadi momen penting untuk membangkitkan kesadaran tentang kerja-kerja yang tengah dilakukan para perempuan memerangi ketidaksetaraan jender. Kekerasan dan ketidaksetaraan menimpa para perempuan di seluruh dunia, termasuk para perempuan dalam masyarakat Muslim yang, seperti halnya perempuan non-Muslim, berjuang hari demi hari untuk memperbaiki keadaan lingkungan mereka. Ketika mengunjungi negara-negara mayoritas Muslim seperti Pakistan, saya menyaksikan kerja-kerja mengagumkan yang dilakukan para perempuan untuk hak asasi manusia maupun pertumbuhan ekonomi. Para perempuan menjalankan perusahaan, tempat penampungan, dan bisnis, serta membalikkan citra Muslimah sebagai perempuan yang tercerabut hak-haknya, buta aksara, dan serba kekurangan, yang begitu melekat di media-media Barat. Bushra Aslam, misalnya, membuka sebuah panti asuhan di Islamabad bagi para gadis remaja menyusul terjadinya gempa bumi Pakistan pada 2005. Ia menyediakan tenaga pendidik, pembimbing, penasihat dan berbagai kegiatan lintas agama bagi 45 remaja putri yang tinggal di sana. Ada pula Rukhsana Asghar, presiden Fulcrum, perusahaan konsultan sumber daya manusia di Pakistan yang menawarkan beasiswa untuk mendidik para remaja putri dari keluarga miskin agar mereka siap bekerja. Hanya sedikit yang diketahui di Barat mengenai prakarsa-prakarsa bagus yang bermunculan di seluruh dunia Muslim. Di Maroko, Mesir dan Turki, misalnya, para perempuan dilatih untuk menjadi pembimbing agama (di sana disebut mursyidah) bagi para perempuan dan anak-anak di negara-negara tersebut. Dan gerakan-gerakan seperti Women's Islamic Initiative in Spirituality and Equality (WISE), suatu jejaring sosial global dan gerakan keadilan sosial akar rumput, berupaya menciptakan berbagai kesempatan bagi para perempuan di dunia Muslim. Salah satu proyek WISE, Jihad Melawan Kekerasan, ditujukan untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan demi mendorong kemajuan perempuan di dalam maupun di luar dunia Muslim. WISE didasarkan pada pemikiran bahwa "kekerasan adalah fenomena manusia yang terjadi di seluruh komunitas budaya dan agama yang beragam. Kekerasan tetap menjadi realitas yang hadir dalam kehidupan jutaan Muslim, yang menghambat perkembangan masyarakat dalam ranah agama, budaya, politik, dan ekonomi. Di seluruh dunia, kekerasan menghalangi para Muslimah untuk maju dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa mereka." Pada 6 Februari lalu, WISE meluncurkan hari-sedunia aksi melawan khitan perempuan, sebuah adat yang dipraktikkan secara luas di Afrika. Karena ini terjadi pada begitu banyak gadis remaja, tanpa peduli apa agama mereka, para pendeta dan ulama berkumpul untuk mengecam praktik itu. Untuk meluaskan kampanye mereka, dan sebagai bagian dari kampanye Jihad Melawan Kekerasan, WISE bekerja sama dengan Egyptian Association for Society Development (EASD), sebuah organisasi non-pemerintah di Giza, untuk memberikan pendidikan agama melawan praktik khitan itu, dan juga bantuan finansial dan mata pencaharian pengganti bagi mereka yang masih melakukan khitan perempuan. Pada 2008, misalnya, para anggota EASD menemui Amin Hussein, seorang tukang cukur yang sering melakukan khitan perempuan secara ilegal (Mesir melarang khitan perempuan pada 1996). Setelah mendapatkan pelajaran bahwa khitan perempuan tidaklah islami dan berbahaya bagi perempuan, Hussein setuju untuk menghentikan praktik itu dan ia diberi kompensasi uang dan perlengkapan baru untuk bisnisnya melalui program ini. Setahun setelah berhenti melakukan khitan perempuan, Hussein dengan bangga memajang di tokonya sebuah maklumat dari Universitas Al-Azhar bahwa khitan perempuan tidaklah islami dan dilarang. WISE juga bekerja untuk mencegah dan menghilangkan kekerasan domestik, yang secara keliru dianggap banyak orang Barat lebih sering terjadi, atau bahkan direstui, dalam masyarakat Muslim, lantaran stereotipe-stereotipe yang dilanggengkan oleh Hollywood dan di media Barat. Sebagian Muslim juga secara keliru menganggap Islam membolehkan kekerasan domestik, sebuah sikap yang sebenarnya lebih diakibatkan norma-norma budaya, praktik-praktik kesukuan, dan ketidaktahuan tentang tafsir kitab suci yang memberdayakan perempuan. WISE tengah bekerja membangkitkan kesadaran tentang kekerasan domestik dan memberikan dukungan pada para korban pelecehan melalui para anggota dan organisasi mereka. Anggota WISE dan psikolog Ambreen Ajaib yang bekerja di Bedari, organisasi hak perempuan di Pakistan, misalnya, memberikan konsultasi psikologi kepada orang-orang yang mendapatkan kekerasan berbasis jender. Ada berbagai macam komitmen dan perubahan yang telah dan terus dilakukan oleh para Muslimah untuk mengurangi ketidaksetaraan jender yang mengakibatkan praktik khitan perempuan dan kekerasan domestik. Meski ada kerja-kerja organisasi seperti WISE yang membangkitkan kesadaran mengenai masalah-masalah yang berdampak buruk pada perempuan, serta mengambil langkah-langkah nyata untuk menghentikannya, masih diperlukan lebih banyak lagi upaya serupa: perjalanan menuju kesetaraan bagi para Muslimah belumlah berakhir. ### * Mehnaz M. Afridi, Ph.D. (www.mehnazafridi.com) adalah pengajar Agama Yahudi dan Islam, dan seorang aktivis HAM lintas agama bagi perempuan , yang mendorong koeksistensi dan perdamaian antara kaum Yahudi dan Muslim. Untuk informasi lebih jauh tentang WISE, silahkan kunjungi www.wisemuslimwomen.org. Artikel ini ditulis untuk Kantor Berita Common Ground (CGNews). Sumber: Kantor Berita Common Ground (CGNews), 5 Maret 2010, www.commongroundnews.org Telah memperoleh izin publikasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun