Latar belakang seorang guru, orang tua penulis sangat peduli dengan pendidikan. Bahkan penulis dibiarkan tak sekolah selama satu tahun karena asyik bermain jadinya penulis terlambat di bangku sekolah.
Penulis mulai paham saat banyak pakar menyoroti fenomena usia anak yang terlalu dini masuk ke sekolah padahal di usia yang  harusnya dihabiskan untuk bermain.
Satu keuntungan lagi bagi anak guru adalah tak usah payah-payah mengikuti kursus karena sambil memasak ibu bisa menjawab soal-soal yang ditanyakan. Ayah sambil tidur-tiduran juga bisa menjawab soal matematika karena background pendidikan kedua orang tua penulis adalah Pendidikan Fisika.Â
Tapi tidak untuk mengaji!!!
Pada bagian ini, penulis dituntut untuk berguru pada ahlinya meski . Bersama kakak, penulis diantar ke tempat guru mengaji. Guru mengaji begitu spesial di mata Ibu.
Baginya guru mengaji adalah orang yang berhak menentukan kehidupanmu setelah orang tua. Itulah budaya yang tertanam di orang melayu yang ada di Kepulauan Bangka tempat ibu berasal.
Bahkan ia sering menceritakan pengalamannya mengaji bersama gurunya yang tahu apabila terdapat tajwid yang salah padahal di satu sisi sang guru sedang mengawasi murid yang lain.Â
Pengalaman ini juga terjadi saat penulis belajar mengaji meja penulis selalu diketok oleh sang ustadz ketika ada yang salah baca padahal beliau sedang menyimak teman yang lain.
Jadi penulis akhirnya mengerti mengapa ibu mengistimewakan seorang guru mengaji di waktu kecil. Guru mengaji di waktu kecil adalah sosok guru yang paling berjasa bagi kehidupan seseorang murid.Â
Maka jangan anggap enteng pekerjaan guru mengaji yang ada di masjid-masjid kampung. Di tengah tumbuhnya dunia pendidikan akademik saat ini masih ada yang berkenan mengajarkan huruf hijaiyah bagi anak-anak kita yang bahkan dibayar seadanya dan banyak pula yang hanya ikhlas beramal. Â Namun penulis yakin masih banyak orang-orang yang memberikan perhatian lebih kepada guru mengaji.
Karena tanpa kehadiran mereka yang mengenalkan huruf hijaiyah dan menyimak bacaan kita bisa jadi kita belum  tentu dapat membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an.
Maka untuk membalas jasa-jasa mereka ada baiknya kita coba kirimkan doa-doa terbaik agar mereka selalu dilindungi oleh Sang Pencipta .
Hal ini juga yang dicontohkan oleh Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Nasaruddin Umar setiap kajian yang ia pimpin selalu diawali dengan mengirimkan Surat Al-Fathihah untuk para guru mengaji.
Apalagi di era digital saat ini jika masih dapat berkomunikasi cobalah lakukan. Sapa dan mohon petunjuk kepada mereka jika pulang kampung cobalah untuk mengunjungi dengan tujuan "Ngalap Berkah" karena tanpa mereka kita bukanlah apa-apa.
Melalui artikel ini semoga dapat menjadi pengobat rindu dengan siapapun yang menjadi jalan ilmu bagi diri kita  baik yang masih hidup maupun yang telah wafat. Harapan juga semoga Allah berkenan mengalirkan amal jariyah bagi mereka. Al-Fathihah..Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H