Mohon tunggu...
Mgs. Fisika Fikri
Mgs. Fisika Fikri Mohon Tunggu... Administrasi - Orang yang punya seabrek mimpi :D

Lakukanlah sesuatu yang kau sukai maka kau tak akan merasakan berkerja sehari pun (Confucius) Membaca dan menulis adalah dua hal yang kusukai.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Cinta Abu Hafas (An-Naisaburi)

3 Juni 2020   22:10 Diperbarui: 3 Juni 2020   22:25 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benar sekali pepatah yang mengatakan kasih sayang seorang ulama melebihi kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Ibu menerima kembali seorang anak karena telah terjadi ikatan selama 9 bulan 10 hari. Buah cinta yang dikandungnya itu akan selalu ia terima meskipun diberlakukan buruk oleh para buah hati. Ada juga yang mengatakan seorang ibu bisa merawat banyak anak namun ada banyak anak yang tidak bisa merawat ibunya. Tentu kita berlindung kepada Allah swt untuk tidak jadi malin kundang yang dikutuk jadi batu itu.

Bila kasih sayang ibu saja sudah tak dapat tertandingi maka kasih sayang ulama itu melebihi kasih sayang seorang ibu. Kita tahu bagaimana perjuangan ulama dalam menggelorakan semangat para ummat dengan cara yang penuh cinta kasih. Para ulama senantiasa menerima para pendosa yang datang dengan tangan terbuka meskipun terkadang ia harus terkena percikan dosa itu. Para ulama yang hakiki tentu akan rela menerima percikkan dosa itu dikarenakan ia menyadari kasih sayang Allah swt jauh lebih besar dibandingkan apa yang sudah dilakukan. Bahkan para ulama jauh lebih khawatir karena hidayah yang Allah berikan ibarat perjalanan di pinggir jurang sedikit ada rasa bangga di dalam hati maka hancurlah segala amal. Namun sebaliknya seorang pendosa yang berbuat kebaikan sekecil biji zarrah justru lebih  bernilai dimata Sang Khalik.

Seperti kisah Abu Hafas yang dikenal dengan An-Naisaburi, kisah ini diambil dari Ensiklopedia Tasawuf karya Imam Al-Ghazali yang disusun oleh  M. Abdul Mujieb, Syafi'ah, dan H. Ahmad Ismail M terbitan Mizan. An-Naisaburi dikenal sebagai seorang pandai besi hingga ia mendapatkan julukan Al-Haddad. Dikisahkan Abu Hafas seorang pandai besi yang sukses, ia selalu berpenampilan menarik sangat berbeda dengan kalangan sufi yang sering didentikan dengan pakaian kumal dan miskin. Tentu kita tidak menyalahkan jalan kesederhanaan para sufi karena memang jalan tarekat yang dipilih adalah berusaha menghilangkan "ke-akuan" di dalam diri. Termasuk memandang segala perbedaan dengan penuh kecintaan, karena dalam perjalanan menaklukan diri seseorang dituntut menaklukan tujuh nafsu yang bisa dibaca pada ensiklopedia ini juga.

Singkat cerita, Abu Hufas jatuh cinta dengan seorang gadis yang membawanya kepada seorang dukun. Dukun tersebut mengisyaratkan agar Abu Hufas tidak menjalankan perintah Allah dan berbuat keji lainnya selama 40 hari (Tolong jangan dicoba ya.. :D). Namun ternyata setelah 40 hari wanita yang dicintainya tidak juga menerima cinta Abu Hufas. Lantas Abu Khufas meminta penjelasan Sang Dukun mengapa cintanya tetap tertolak padahal semua sudah ia lakukan. Ternyata betapa terkejutnya Abu Hufas apa alasan cintanya tertolak.

Sang Dukun menjelaskan jika Abu Hufas melakukan satu kebaikan dalam waktu 40 hari itu. Satu kebaikan itu adalah menyingkirkan satu batu kecil dari tengah jalan. Satu tindakan kecil ini bagi Allah adalah sebuah kebaikan besar yang menghapus 40 hari kelalaiannya tidak menjalankan perintah Allah. Sejak saat itu, Abu Hufas bertaubat yang diikuti oleh Sang Dukun. Sejak itu ia mulai menemui banyak guru untuk memperdalam ilmu tasawuf hingga kisah Abu Hufas yang dikenal An-Naisaburi menjadi salah satu kisah yang diterangkan oleh Imam Al-Ghazali yang dikenal sebagai Hujjatul Islam dan karyanya yang fenomena Ihya 'Ulumuddin.

Kisah Abu Hufas bisa menjadi satu alasan mengapa sang ulama mengasihi para pendosa pasti dikarenakan kasih sayang Allah lebih besar dibandingkan dosa para pendosa. Semoga kisah diatas menjadi jalan untuk kita menikmati segala perbedaan dalam perjalanan menuju illahi. Jangan dicoba sarannya Sang Dukun tapi mari kita coba 40 hari melakukan kebaikan atau yang dikenal sebagai riyadhah. Jika memang tidak tercapai hajat-hajat kita mudah-mudahan menjadi sebuah amalan yang diridhoi oleh Allah.. Aamiin

Sumber buku : Ensiklopedia Tasawuf karya Imam Al-Ghazali   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun