Mohon tunggu...
Dody Solih Setiawan
Dody Solih Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Guru, fotografer, pengusaha.

Guru, fotografer, pengusaha.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) untuk Seluruh Rakyat Indonesia?

4 Agustus 2020   14:25 Diperbarui: 4 Agustus 2020   14:57 2033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembelajaran jarak jauh (PJJ), kegiatann pembelajaran yang sebenarnya sudah lama ada, namun baru pada masa sekarang dapat dipraktekkan secara nyata dan hampir menyeluruh. Dan menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim mengatakan 429 kota/kabupaten di Indonesia dilarang membuka sekolah untuk kegiatan belajar mengajar di tengah masa pandemi Covid-19. 

Di tahun ajaran 2020/2021, PJJ dijalankan di hampir semua jenjang pendidikan. Termasuk pembelajaran untuk SD. Sehingga untuk kelas 1 SD pun dipaksa harus dijalankan. (Kompas, 15 Juni 2020). 

Akibatnya mau tidak mau, suka tidak suka, sebagai saya sebagai guru sekaligus orang tua, harus menjalankan keduanya. Saya sebagai guru mungkin masih ada sedikit bekal untuk meendampingi saat putra saya menjalani PJJ. 

Tapi bagi mereka orang tua peserta didik yang sama sekali tidak memiliki dasar dalam bidang belajar mengajar, kareana kesehariannya mungkin hanya ibu rumah tangga atau pekerja biasa, tentu saja mereka “terpaksa” harus ikut belajar bagaimana menjadi seorang guru.

Untuk kelas 1 SD misalnya, membaca bahan ajar untuk kelas 1 SD, rasanya berat benar. Tentu dibanding materi saat saya masuk kelas 1 SD. Materi sekian puluh tahun lalu. 

Saat saya, kalau dalam bahasa buah, masih "mengkal" atau belum jadi. Pada saat itu, materinya masih "ini budi". Kini materinya tentang si anak dan lingkungannya (tematik).

 Belajar menulisnya pun tidak seperti dahulu. Tidak ada buku besar kecil. Kini belajarnya dengan buku "5 lajur". Sebagian orang tua sekarang menjadi guru "dadakan", sabar dan telaten harus dimiliki. Ini sekaligus "cermin" buat diri sendiri. Saat masuk SD sekian puluh tahun lalu. PJJ memberi media "lebih luas" untuk orang tua dalam berkomunikasi dengan anak. Termasuk mendidik anak dalam bersikap. Terutama bersikap agar anak patuh dalam mewujudkan "tertib sipil" dalam belajar di rumah. 

Contoh konkretnya, membiasakan anak bangun sesuai jam PJJ, mengenakan seragam walaupun di rumah, sabar saat tugas belum kunjung datang, walaupun waktu sudah lebih dari jam PJJ, atau sabar karena kualitas sinyal internet yang tidak stabil. Atau mengajarkan saat mereka keluar rumah, pembiasaan menggunakan masker, cuci tangan dengan sabun, serta jaga jarak. Jaman yang berganti. Ilmu yang berkembang sedemikian pesatnya. Teknologi yang semakin canggih. 

Makin menyadarkan saya, bahwa anak akan menghadapi lingkungan yang semakin komplek. Ibarat kata, ini saatnya membangun pondasi.Yang nantinya menjadi penopang bangunan agar berdiri kokoh. Saatnya untuk mengajak anak untuk mengikuti "lari marathon". 

Bukan "lari sprint". Mengingat masih jauh jarak yang harus ditempuh. Daya tahan dan daya juang akan terus diuji. Belum lagi "bantingan", pukulan, hambatan dan tantangan datang silih berganti. Hanya yang mampu bertahan yang akan tetap eksis.

Sebagai guru yang mengajar di SMP, permasalahan di atas hanya salah satu contoh hambatan PJJ. Ada beberapa lagi yang akan saya sampaikan. Karena dengan menulis semua permasalahan PJJ yang ada pada saat ini, akan berguna untuk bahan evaluasi dan tindak lanjut bagi para pemegang kebijakan terutama di bidang pendidikan. Saya yakin ini baru awal, di masa yang akan datang pasti akan lebih berkembang dan kompleks persoalannya. Dan saya harap ini bisa jadi persiapan ataupun langkah antisipasi terhadap permasalahan yang akan terus berkembang.

Permasalahan PJJ yang utama adalah sarana dan prasarana. Lebih dari sekedar jaringan internet, menurut saya bangsa Indonesia kurang siap dengan keadaan PJJ sekarang. Sehingga PJJ hanya dilakukan semata-mata untuk menggugurkan kewajiban saja, namun inti dan tujuan PJJ belum terwujud. 

Banyak guru hanya memberikan materi dan tugas “hanya” sekilas, tetapi untuk pelayanan secara nyata dan langsung belum banyak yang dapat melaksanakan. 

Faktor penyebabnya antara lain guru tidak menguasai teknologi informasi yang digunakan saat PJJ, alat dan sarana yang tidak memadai (jaringan internet, kualitas jaringan, atau alat TIK tidak ada), ada beberapa materi yang memang kurang cocok disampaikan dengan cara PJJ. Dan untuk mengatasi hal ini yang diperlukan adalah dukungan pemerintah untuk selalu meningkatkan kemampuan para guru dalam penggunaan dan pemanfaatan TIK untuk PJJ. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun