Mohon tunggu...
PUSAT DUKUNGAN KEBIJAKAN PUBLIK BANGKA BELITUNG
PUSAT DUKUNGAN KEBIJAKAN PUBLIK BANGKA BELITUNG Mohon Tunggu... -

Lembaga Pusat Dukungan Kebijakan Publik Bangka Belitung (PDKP BABEL) awalnya merupakan unit kerja dari Kantor Bantuan Hukum (KBH) Bangka Belitung yang berdiri pada tanggal 22 September 2002 atau bernama Yayasan Pendidikan Bantuan Hukum Indonesia (YPBHI) yang berkedudukan di Jakarta serta kantor perwakilan di 7 Provinsi di Wilayah Sumatera (Sumsel, Bengkulu, Lampung, Jambi, Padang, Riau dan Bangka Belitung). Lembaga yang pernah bekerjasama dengan UNI EROPA dan Yayasan Friedrich Naumann Stiftung (FNSt) German ini mendeklarasikan diri pada tanggal 1 Oktober 2004 secara konsisten dan independen berdiri sendiri sebagai sebuah lembaga yang bersifat nirlaba, independen dan non partisan partai politik yang bertujuan turut berperan serta dalam upaya-upaya pemberdayaan masyarakat, lingkungan hidup yang berkaitan dengan pemerintah, perlindungan konsumen, perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan perbaikan peningkatan pelayanan publik serta bertujuan mewujudkan masyarakat yang demokratis. Lembaga Pusat Dukungan Kebijakan Publik Bangka Belitung (PDKP BABEL) baru mendaftarkan diri secara sah sebagai lembaga tingkat lokal pada tanggal 11 Oktober 2010 berdasarkan Surat Keterangan Terdaftar yang dikeluarkan oleh Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan pada tanggal 17 Desember 2010 Lembaga Pusat Dukungan Kebijakan Publik Bangka Belitung (PDKP BABEL) terdaftar sebagai lembaga tingkat nasional berdasarkan Surat Keterangan Terdaftar yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 074/D.III.1/XII/2010.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

10 Polisi Muda ditunda kenaikan Pangkat

27 Maret 2015   19:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:54 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus salah tangkap disertai kekerasan fisik dan psikis yang dilakukan oleh sejumlah oknum anggota polri terhadap 10 pemuda tuatunu – Kecamatan Gerunggang Pangkalpinang, hari ini digelar sidang disipin yang dipimpin oleh wakapolresta pangkalpinang dengan dihadiri para korban dan saksi juga 10 orang anggota polri yang menjadi terlapor. Albuni,SH dari PDKP BABEL sebagai Kuasa Hukum para korban menyatakan “Demi Hukum, dan atasnama klien kami, mereka tidak yakin dengan para terlapor ini adalah oknum pelaku kekerasan itu, ciri yang diberikan kepada penyidik tidak menunjukkan mereka adalah terlapor.” Ujar ahmad, Namun karena sidang disiplin ini diluar hukum acara maka kesempatan ahmad ingin bicara tidak dapat diberikan oleh pimpinan sidang.

[caption id="attachment_405846" align="aligncenter" width="300" caption="PDKP BANGKA BELITUNG"][/caption]

Selama persidangan yang berjalan lancar, para korban dan pendamping nya dari PDKP BABEL merasa sidang disiplin ini tidak memberikan rasa keadilan bagi mereka. Pak Abu dari tuatunu berulang kali meminta agar dalam persidangan ini dihadirkan para anggota polri lainnya yang ikutserta memasuki rumahnya secara paksa di tuatunu. Namun harapan ini tidak dapat diterima oleh pimpinan sidang karena tidak ada dalam prosedur persidangan kode etik dan disiplin anggota polri.

Diakhir persidangan dibacakan sangsi kepada 10 orang terperiksa yakni berupa penempatan ditempat khusus selama 14 hari, ditunda kenaikan pangkat, dan ditunda kenaikan gaji secara berkala. Dengan rasa kecewa korban yang berinisial SL (korban pemukulan dan kehilangan motor) mencoba menerima putusan persidangan. “Dari postur tubuh saja kami tidak yakin bahwa mereka (terperiksa) adalah pelakunya, keterangan kami orangnya tinggi besar dan kekar, tetapi ini terlihat pendek dan kecil-kecil orangnya. Kami yakin bisa mengenali pelaku jika tadi dihadirkan anggota lainnya yang ikut menangkap kami dijalanan.”

Sedangkan John Ganesha, Pendamping Saksi Korban Tuatunu yang turut menghadiri persidangan masih mempertanyakan prosedur penanganan laporan masyarakat melalui propam polda, ia merasa  . “Saya, tidak tahu bagaimana prosedur Propam Polda ini, kok bisa mereka menentukan 10 orang anggota polri ini lah yang menjadi terperiksa. Sebab sebelumnya baik propam polda maupun polresta pangkalpinang, tidak pernah meminta para korban dan saksi mengidentifikasi dahulu beberapa orang terperiksa. tiba-tiba saja hari ini sangsi diberikan, padahal para korban tidak mengenali mereka sebagai pelaku, lalu bagaimana mereka bisa dihukum sampai penundaan kenaikan pangkat segala. Ini Gak bener ini” Ungkap John Ganesha.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun