Mohon tunggu...
PUSAT DUKUNGAN KEBIJAKAN PUBLIK BANGKA BELITUNG
PUSAT DUKUNGAN KEBIJAKAN PUBLIK BANGKA BELITUNG Mohon Tunggu... -

Lembaga Pusat Dukungan Kebijakan Publik Bangka Belitung (PDKP BABEL) awalnya merupakan unit kerja dari Kantor Bantuan Hukum (KBH) Bangka Belitung yang berdiri pada tanggal 22 September 2002 atau bernama Yayasan Pendidikan Bantuan Hukum Indonesia (YPBHI) yang berkedudukan di Jakarta serta kantor perwakilan di 7 Provinsi di Wilayah Sumatera (Sumsel, Bengkulu, Lampung, Jambi, Padang, Riau dan Bangka Belitung). Lembaga yang pernah bekerjasama dengan UNI EROPA dan Yayasan Friedrich Naumann Stiftung (FNSt) German ini mendeklarasikan diri pada tanggal 1 Oktober 2004 secara konsisten dan independen berdiri sendiri sebagai sebuah lembaga yang bersifat nirlaba, independen dan non partisan partai politik yang bertujuan turut berperan serta dalam upaya-upaya pemberdayaan masyarakat, lingkungan hidup yang berkaitan dengan pemerintah, perlindungan konsumen, perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan perbaikan peningkatan pelayanan publik serta bertujuan mewujudkan masyarakat yang demokratis. Lembaga Pusat Dukungan Kebijakan Publik Bangka Belitung (PDKP BABEL) baru mendaftarkan diri secara sah sebagai lembaga tingkat lokal pada tanggal 11 Oktober 2010 berdasarkan Surat Keterangan Terdaftar yang dikeluarkan oleh Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan pada tanggal 17 Desember 2010 Lembaga Pusat Dukungan Kebijakan Publik Bangka Belitung (PDKP BABEL) terdaftar sebagai lembaga tingkat nasional berdasarkan Surat Keterangan Terdaftar yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 074/D.III.1/XII/2010.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kota Timah Krisis Listrik

8 Juli 2014   02:29 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:06 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Didalam konsideran menimbang UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik bahwa Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik berdasarkan amanat UUD 1945. Hal ini menjelaskan bahwa Presiden dan Kepala Daerah memiliki kewajiban menyusun strategi pemenuhan hak dan kebutuhan publik dengan menjalankannya dalam wujud pelayanan publik.

Hal ini disampaikan John Ganesha Consultan Program CCPS PDKP BABEL dihadapan Warung Kopi Kutub Utara - Belinyu Bangka beberapa waktu yang lalu dalam sebuah diskusi yang berjudul “Layanan Penasihat Hukum Masyarakat untuk Pelayanan Publik”. Ia menjelaskan bahwa Control Card on Public Service (CCPS) adalah sebuah Ide Jaminan Perlindungan Hukum bagi seluruh warganegara Indoesia. “Kartu ini (menunjukkan kartu CCPS) adalah semacam ide kartu BPJS, Jakarta Sehat namun kali ini berupa Layanan Penasihat Hukum kepada Warganegara Indonesia. Saya yakin Indonesia negara Kaya, kelak setiap bayi lahir ia telah memiliki Penasihat Hukum yang disediakan oleh Negara.”

[caption id="attachment_346772" align="alignleft" width="300" caption="Ahamd Albuni Project Director CAO PDKP BABEL, dalam materi nya Gugatan Warganegara terhadap pemadaman listrik di Bangka Belitung, Warung Kopi Kutub Utara - Belinyu"][/caption]

Menurut M.Choirie,SH pengacara senior di PDKP BABEL bahwa selama ini setiap gagasan atau ide pemerintah maupun pemerintah daerah sekalipun ditujuankan untuk mewujudkan amanah UUD 1945 yakni mewujudkan kesejahteraan masyarakat akan tetapi pendekatannya selalu dimulai dengan meminta warganegara mengisi formulir, menandatangani, bahkan menggunakan materai. Oleh sebab itu menurutnya, pelayanan publik adalah tindakan atau perbuatan hukum pejabat publik yang sangat dekat perilaku Perbuatan Melawan Hukum, Penyalahgunaan Wewenang, atau Perbuatan yang sewenang-wenangnya.

Dalam berbagai Praktik Pelayanan Publik yang telah terselenggara, M.Choirie merasakan Publik/Warganegara tidak terlindungi dengan sengketa yang sering terjadi dan berulang-ulang. Ia mencontohkan praktik pemadaman listrik PLN, menunjukkan seakan-akan sudah menjadi seperti perbuatan sewenang-wenangnya yang dilakukan oleh pejabat publik. “Tanpa kepastian hukum, pelayanan publik dikhawatirkan hanya sebuah slogan seakan-akan pemerintah sudah melindungi hak konstitusional publik, padahal masih sangat jauh hal ini sungguh-sungguh dikerjakan”. Ungkap M.Choirie,SH

Kehadiran UU bantuan hukum No. 16 Tahun 2011 dan keberadaan Ombudsman Republik Indonesia ditengarai oleh John Ganesha S bisa saja menjadi cikal bakal program CCPS Layanan Penasihat Hukum Masyarakat untuk Pelayanan Publik dapat diberlakukan secara nasional. “Layanan CPPS ditengah arena Desentralisasi Pemerintahan seharusnya bukan menjadi momok yang menakutkan bagi Gubernur, Bupati dan Walikota untuk melakukan terobosan yang baik berbagai pelayanan publik di daerah, justru CCPS akan memperkuat mutu terbaik pelayanan publik itu kepada UUD 1945.” Jelas John Ganesha.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun