[caption caption="Kanan ke kiri -- Suaidi Marassabessy, Peter Wattimena, Emus Laturete, Drs. DC. Far Far, Max Tamaela, Menkopolhukam Luhut B. Pandjaitan, Karel A.Ralahalu, Franky Kaihatu, Butje Baltazhar, Muhammad Noeh Hatumena, Suhaidi Samallo."][/caption]
Sejumlah pensiunan perwira tinggi TNI dan Polri asal Maluku yang tergabung didalam FORUM KOMUNIKASI MASYARAKAT MALUKU (FKRM) menyampaikan protes kepada pemerintah pusat karena telah mengabaikan pembangunan di Maluku dan membuat rakyatnya temiskin no.4 di Indonesia berdasarkan survei BPS 2014.
Protes keras itu disampaikan kepada Menkopolhukam Jendral TNI (purn) Luhut B. Pandjaitan dalam pertemuan di kantornya, jalan Merdeka Barat Jakarta Pusat, senin sore.
Para purnawirawan PATI TNI dan Polri itu terdiri atas Letjen (Purn) Suaidi Marassabessy selaku penasehat FKRM didampingin ketua FKRM Mayjen (Purn) Max Tamaela dan pengurus FKRM lainnya Mayjen TNI (Purn) Karel A.Ralahalu, Laksda TNI (Purn) Franky Kaihatu, Marsda TNI (Purn) Peter Wattimena, Brigjen Pol (Purn) Emus Laturete, Muhammad Noeh Hatumena, Suhaidi Samallo, dan wakil masyarakat Maluku Tenggara dan Maluku Barat Daya Drs. DC. Far Far dan Butje Baltazhar.
Tamaela mengatakan, Maluku adalah korban ketidakadilan dalam pembagian kue pembangnan sejak NKRI berdiri, padahal Maluku sebagai provinsi ke 8 yang mengesahkan dirinya sebagai bagian integral dari NKRI melalui JONG AMBON yang ikut melahirkan "Soempah Pemoeda" 1928.
Kalau NKRI ini ibarat perusahaan dagang, maka Maluku merupakan salah satu pemegang saham di perusahaan itu yang semestinya tiap tahun memperoleh deviden yang setara. Tapi kenyataannya deviden yang diperolehnya dari perusahaan itu sangatlah minim.
Sebaliknya pemegang saham lain yakni provisi-provinsi di pulau jawa (JONG JAVA), di pulau Sumatera (JONG SUMATERA), di pulau Sulawesi (JONG SELEBES) sudah jauh maju dibanding JONG AMBON yang representasinya provinsi Maluku.
Karel Ralahalu mengatakan, minimnya APBN untuk Maluku selama ini karena konsep pembangunan yang dirancang BAPPENAS selalu berorientasi kedaratan dengan kriteria besaran pembagian APBN berdasarkan luar daratan dan kepadatan penduduk per kilometer persegi (konsep continental), sementara Maluku yang luas lautnya 90% tidak diperhitungkan dalam anggaran peruntukannya dan hanya memperoleh 10% berdasarkan luas daratan. Akibatnya, pembangunan Maluku tertinggal dan konsentrasi penduduk dipulau-pulau kecil tetap miskin absolut sejak kemerdekaan hingga sekarang. Makanya temuan BPS itu menjadi bukti yang tak terbantahkan.
Dalam tahun 2013-2014 Maluku berjuang bersama provinsi kepulauan lainnya seperti NTT, Maluku Utara, Papua Barat, Sulawesi Utara, Kepri dan provinsi Bangka Belitung untuk mendapatkan perhatian pemerintah pusat tapi tetap gagal.
Pihak DPR RI dimasa pemerintahan SBY-Budiono telah meloloskan draft rancangan undang-undang kepulauan tersebut tapi pemerintah pusat menolaknya dengan alasan ada motif politik dibalik draft itu yang mengarah ke separatisme yakni pemisahan diri dari NKRI.
Karena itu para purnawirawan PATI TNI dan Polri asal Maluku itu meminta presiden Jokowi mencari solusi yang adil dalam pembagian kue pembangunan dengan mengedepankan prinsip keadilan.