Mohon tunggu...
RADEN AGUS SUPARMAN
RADEN AGUS SUPARMAN Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Pajak

Raden Agus Suparman, S.E., S.Ak., M.Si. telah menjadi praktisi pajak sejak 1995. Dimulai dari fungsional pemeriksa pajak (1995 sd 2010), Kepala Seksi Perencanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Badan, Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan (2010 sd 2014). Lanjut mutasi ke Kepala Seksi Pengawasan di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama (2014 sd 2018), dan KPP Pratama Bandung Tegallega sampai pensiun dini (2018 sd 2022). Selanjutnya konsultan pajak di Botax Consulting Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mengharap Otoritas Pajak Kuat

14 Oktober 2014   16:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:05 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sudah CPNS sejak 1993. Dan menjadi pemeriksa pajak sejak 1995. Saya merasakan kepemimpinan beberapa Dirjen Pajak, sejak Mar'ie Muhammad, Fuad Bawazier, Ansyari Ritonga, Machfud Sidik, Hadi Poernomo, Darmin Nasution, Tjiptardjo, dan sekarang Fuad Rahmany. Setiap orang memiliki gaya kepemimpinan yang khas. Wajar saja. Tetapi untuk instansi pengumpul pajak, gaya kepemimpinan yang paling pas adalah Hadi Purnomo. Terlepas dari kasus korupsi yang sedang ditangani oleh KPK saat ini, tetapi beliau adalah seorang pemimpin yang membela bawahan dan berani menghadapi siapapun! Orang pajak adalah preman yang dilindungi oleh Undang-Undang untuk merampas sebagian penghasilan Warga Negara. Berdasarkan Undang-Undang, Negara melalui pegawai pajak secara paksa memungut pajak. Pajak dipungut secara paksa! Tidak ada Warga Negara yang secara sukarela membayar pajak. Itu sudah menjadi rahasia umum. Bahkan dalam Undang-Undang KUP tertulis bahwa istilah paksa ini. Karena sifatnya pemaksaan, maka banyak musuh yang tidak suka dengan adanya pegawai pajak. Jika memang pegawai pajak korupsi maka itu urusan KPK, Kepolisian atau Kejaksaan. Diera serba terbuka, tidak pantas saling menuduh. Laporkan! Tetapi jika pegawai pajak dilawan dan pegawai pajak takut dengan preman swasta, kemana pegawai pajak mengadu? Inilah pentingnya pemimpin yang menjamin bawahannya bekerja dengan tenang. Apakah dengan ganti Dirjen Pajak maka urusan pajak cukup? TIDAK! Dirjen Pajak yang kuat dalam leadership memang penting. Tetapi memungut pajak tidak bisa dengan one man show. Perlu ribuan pasukan yang memiliki samangat militan, integritas dan profesional. Bagaimanapun rasio petugas pajak dengan Wajib Pajak harus wajar agar kewajiban perpajakan tetap dapat diawasi secara maksimal. Menambah pegawai pajak memang penting. Apakah dengan menambah pegawai pajak menjadi 95.000 orang maka tax ratio 16% otomatis tercapai? Tidak. Jika 95.000 orang pegawai tersebut cuma pegawai goblok, percuma saja. Pegawai pajak juga perlu didukung oleh teknologi informatika yang mumpuni. Wahyu K. Tumakaka mengatakan bahwa otonomi pajak diantaranya otonomi dalam teknologi informatika. Bagaimana mungkin mengawasi seluruh penduduk Indonesia hanya dengan mata telanjang? Bagaimana melayani Wajib Pajak yang jumlahnya jutaan dengan cara manual? Kelaut ajeh! Teknologi informatika adalah tulang punggung administrasi perpajakan. Begitu banyak data yang harus diolah. Setiap bit data di internet harus bisa dimanfaatkan oleh otoritas pajak! Ya, kemampuan informatika otoritas pajak harus setara dengan google. Bagaimana caranya? Apakah menjadi Badan Penerimaan Negara sebuah solusi? Bisa tidak, tapi lebih banyak ya :) Tidak jika hanya ganti baju. Tidak jika hanya ganti kop surat. Permasalahan terpenting adalah penguatan otoritas pajak dan fleksibilitas organisasi. Sudah saatnya otoritas perpajakan dikelola seperti swasta. Fleksibel menyesuaikan dengan tujuan keuntungan yang akan diraih. Badan Penerimaan Negara harus fleksibel bekerja untuk mengejar TARGET yang telah ditetapkan DPR dan Presiden. Bentuk dari otoritas penerimaan negara menurut OECD juga terbagi menjadi beberapa kategori yaitu:

Otoritas penerimaan negara yang berbentuk direktorat dibawah Kementerian Keuangan, sama seperti yang dipraktekkan di Indonesia. Otoritas penerimaan negara yang berbentuk berbagai macam direktorat dan berada dibawah Kementerian Keuangan. Fungsi administrasi perpajakan menjadi tanggung jawab beberapa unit organisasi dibawah Kementerian Keuangan Otoritas penerimaan negara yang berbentuk badan semi otonom. Yakni fungsi administrasi perpajakan, dan fungsi pendukung seperti sumber daya manusia, penganggaran, informasi teknologi, dsb, menjadi tanggung jawab badan otonom perpajakan, dan ketua badan otonom bertanggung jawab kepada pemerintah pusat. Otoritas penerimaan negara yang berbentuk badan semi otonom dengan adanya dewan atas badan semi otonom tersebut. Fungsinya hampir sama seperti badan semi otonom bedanya adalah ketua badan semi otonom melaporkan pekerjaan tidak hanya kepada pemerintah pusat akan tetapi juga kepada Dewan Badan Semi Otonom yang berasal dari pihak pihak eksternal otoritas penerimaan negara tersebut.

Alasan terpenting kenapa otoritas pajak harus kuat adalah mendukung Presiden Jokowi memenuhi JANJI kampanye. Jika Jokowi tidak bisa menunaikan janjinya rakyat sudah siap menjegal. Janji kampanye butuh DUIT euy! Penguatan otoritas pajak juga dalam rangka mewujudkan tujuan pendirian negara. Tujuan negara bisa diwujudkan jika orang-orang yang bekerja di pemerintahan dibayar dengan pantas, disediakan peralatan yang memadai, dan tentu saya didukung pembayar pajak :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun