Mohon tunggu...
Oktavianus Daluamang Payong
Oktavianus Daluamang Payong Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menulis adalah merawat ingatan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Antisipasi Politik Uang dalam Pilkades

12 April 2024   19:09 Diperbarui: 12 April 2024   19:59 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Larangan memberikan uang, barang dan jasa telah diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan, namun kandidat Pilkades menganggap hal ini tidak ada, karena pesaingnya juga melakukan pemberian yang sama. Survei LSI dan ICW tentang praktik politik uang di Pilkada menunjukkan kecenderungan naik  dari 11,5% (2019) menjadi 20,8% (2020). Indikasi kecenderungan kenaikan tersebut menandakan bahwa praktik politik uang dianggap hal yang biasa, karena tidak ada upaya penindakan hukum yang tegas. Tampaknya masyarakat menganggap bahwa pemberian berupa uang, barang dan jasa adalah hal yang biasa dalam Pilkades (Guno,2019).

Hal ini selaras dengan pandangan  Lili Romli (2009) bahwa kecenderungan masyarakat dalam pemilihan adalah transaksional. Mereka minta imbalan uang atau barang kepada kandidat yang mendatanginya. Artinya mereka secara terang-terangan meminta kepada kandidat tanpa merasa bersalah. Tindakan masyarakat yang meminta imbalan kepada tim sukses atau kandidat, mengindikasikan bahwa masyarakat semakin permisif dan menganggap politik uang hal yang lazim.

Kumorotomo (2009) menjabarkan tindakan politik uang dengan dua hal,sebagai berikut:

Pertama, politik uang langsung. Politik uang langsung diwujudkan kandidat atau tim sukses dengan cara membagi-bagikan langsung kepada masyarakat. Dalam hal ini, kandidat mendatangi dari rumah ke rumah dengan membawa uang  yang diberikan langsung kepada masyarakat. Selain itu kandidat juga memberikan uang  dalam kampanye tertutup atau terbuka, di mana kandidat memberikan hadiah  uang kepada peserta kampanye yang harganya melebihi batas aturan.

Ke dua, politik uang tidak langsung. Maksudnya politik uang tidak langsung ialah kandidat tidak memberikan uang, namun kandidat melalui tim sukses  membagi-bagikan  barang kepada masyarakat, Dalam hal ini tim sukses yang mendatangi dari rumah ke rumah untuk membagi-bagikan  barang. Untuk kasus Pilkades, kandidat memberikan sembako, kambing, sapi, sepeda motor dan lain-lain dalam rangka 'membeli' suara pemilih.

Menurut Marijan (2008) ada kandidat Lurah yamg sampai mengeluarkan modal satu milyar rupiah untuk membagi-bagikan uang dan barang kepada pemilih. Hal ini tampaknya wajar ,kalau persaingan ketat antar kandidat, khususnya dalam membagi-bagikan uang. Ada kandidat yang memberikan lima puluh ribu rupiah per orang, ada yang memberikan seratus ribu rupiah per orang, namun bila ada kandidat yang memberikan dua ratus ribu rupiah pasti akan diterima juga. Uang satu milyar rupiah tersebut dapat membeli lima ribu pemilih, di mana satu pemilih diberikan uang dua ratus ribu rupiah.

Adapun politik uang tidak langsung diwujudkan pelaku dengan strategi   pemberian barang dan jasa berupa sembako dan jasa. Pelaku dalam mewujudkan strategi tersebut digerakkan oleh sistem nilai one person,one vote,one value, di mana satu orang, memiliki hak memilih atau dipilih dan nilai suara sama. Sistem demokrasi yang diterapkan dalam Pilkades yang mengadopsi sistem demokrasi deliberatif tersebut yang menggerakkan kandidat untuk berebut pemilih melalui politik uang.

Seruan Bersama

Setelah Perubahan kedua Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang desah disahkan, masyarakat Indonesia masih membutuhkan waktu dua tahun lagi bagi  untuk melaksanakan Pilkades. Hal ini dikarenakan kepala desa yang masa jabatannya berakhir di bulan Februari dan Maret 2024 akan diperpanjang selama dua tahun mengikuti ketentuan perubahan.

Namun demikian seruan untuk melanggengkan kekuasaan tanpa politik uang harus diserukan jauh jauh hari. Hal ini bertujuan untuk mencerdaskan masyarakat dan para calon kepala desa agar menerapkan politik yang sehat,tanpa poliik uang di Pilkades. 

Ada beberapa aksi yang bisa dilakukan sebagai seruan bersama sehingga politik uang di desa bisa dihindari yakni, pertama penguatan pendidikan politik, caranya yakni dengan melakukan edukasi politik kepada masyarakat desa tentang pentingnya memilih berdasarkan kapasitas dan visi misi calon, bukan berdasarkan pemberian uang atau janji-janji yang tidak realistis. 

Yang berikut yakni adanya transparansi dana Pilkades, Membuat mekanisme yang transparan dalam penggunaan dana pilkades. Masyarakat harus mengetahui dengan jelas bagaimana dan untuk apa dana pilkades digunakan.  Selain itu perlu adanya Penguatan peran lembaga pengawas dengan cara Memperkuat peran dan fungsi lembaga pengawas pemilu untuk mengawasi dan menindaklanjuti adanya indikasi politik uang. 

Seruan lain yakni dengan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, caranya adalah mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan dan menjadi saksi-saksi independen untuk memastikan integritas pilkades. Lalu lebih lanjut Mengajak para calon kepala desa untuk berkomitmen tidak melakukan politik uang dan menandatangani pakta integritas.  Menggunakan media lokal dan sosial untuk menyebarkan informasi yang benar dan edukatif mengenai pilkades tanpa politik uang. 

Yang terakhir dengan cara melibatkan pihak-pihak eksternal seperti LSM, media, dan komunitas untuk mengawal dan mendukung pelaksanaan pilkades yang bersih. 

Dengan langkah-langkah di atas, diharapkan pilkades dapat dilaksanakan dengan adil, transparan, dan demokratis, sehingga masyarakat dapat memilih pemimpin yang terbaik untuk memajukan desanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun