Mohon tunggu...
Oktavianus Daluamang Payong
Oktavianus Daluamang Payong Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menulis adalah merawat ingatan

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Dampak Geothermal bagi Mata Air dan Mata Pencaharian Masyarakat

4 April 2024   15:17 Diperbarui: 5 April 2024   18:06 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Air merupakan kebutuhan dasar manusia dalam mendukung seluruh kegiatan kehidupannya. Kebutuhan air harus cukup untuk seluruh keperluan hidup, seperti mandi, mencuci, dan terutama untuk minum. 

Namun, ketersediaan air bersih belum sepenuhnya mencukupi kebutuhan seluruh masyarakat. Setidaknya, terdapat 58,6 % warga yang belum memiliki akses air minum yang layak. 

Sepertiga penduduk bahkan harus membeli air untuk memenuhi kebutuhan air minum yang layak. Pemerintah terus mengupayakan pembangunan sumur bor dalam untuk memenuhi kebutuhan air di wilayah yang bermasalah dengan ketersediaan air bersih (Kompas.Id/23/03/2028). 

Lebih diperparah ketika ketiadaan atau kekeringan mata air disebabkan oleh ulah manusia. Misalnya dalam pengembangan geotermal, masyarakat sangat diuntungkan karena hadirnya pasokan listrik yang ramah lingkungan dan dapat menjangkau wilayah yang luas.

Namun di satu sisi, hadirnya geotermal di berbagai daerah di Indonesia menyisakan cerita negatif yang berkepanjangan, salah satunya adalah mengerinya mata air yang berada di sekitar lokasi geotermal.

Pertanyaannya apakah geotermal benar-benar ramah lingkungan? Bagaimana dampak geotermal bagi mata air? Pertanyaan ini menjadi catatan kritis akan dampak kehidupan masyarakat yang diakibatkan dari energi panas bumi geotermal.

Geothermal di Indonesia

Indonesia diberkahi sumber energi terbarukan yang luar biasa, dari tenaga surya, bayu, hidro, hingga panas bumi atau geotermal. Ditambah berbagai jenis sumber energi terbarukan lain, total potensinya mencapai 439.000 megawatt. Khusus panas bumi, dari potensi 25.400 megawatt, kini baru termanfaatkan 2.200 megawatt atau 8 persen saja (Aris Prasetio,2020).

Tenaga panas bumi terbilang istimewa dibandingkan dengan sumber energi terbarukan yang lain. Listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) lebih stabil ketimbang yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), ataupun pembangkit listrik tenaga surya (PLTA).

Saat ini, wilayah kerja panas bumi di seluruh Indonesia mencapai 3,9 juta hektare. Namun Sebagian besar wilayah kerja panas bumi yang dioperasikan berada di kawasan yang jadi tulang punggung ruang hidup warga. (Pradipta,2022).

Menurut peneliti dari Sekolah Ekonomi Demokrasi (Hendro Sangkoyo 2022), panas bumi sebagai salah satu sumber energi terbarukan memang memiliki emisi karbon yang rendah. Namun, sumber energi ini tetap bermasalah bila aktivitas pertambangan dilakukan dengan cara membongkar wilayah esensial dan merugikan masyarakat sekitar.

Masyarakat kerap disalahkan karena menghambat kemajuan industri pertambangan panas Bumi. Padahal, bila dari pandangan masyarakat kampung, industrilah yang mengganggu karena mereka tidak pernah memberikan izin.

Dampak Buruk Geothermal Bagi Mata Air

Berdasarkan isi video yang dipublikasikan oleh kanal Youtube "Indonesia Baru" dengan judul Barang panas menampilkan dampak buruk yang disebabkan oleh pengadaan geothermal di beberapa wilayah secara khusus di kabupaten Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. 

Dalam video tersebut menggambarkan masyarakat menolak keberlanjutan pembangunan geotermal karena beberapa titik mata air yang selama ini menjadi sumber debitnya berkurang dan bahkan sampai mengering.

Selain itu, hal pertanian dan perkebunan masyarakat pun menurun drastis. Kopi yang biasanya bisa dipanen berton-ton dalam setahun, beberapa tahun terakhir tidak lagi ada hasil. Kondisi ini hampir terjadi si wilayah yang ada pembangkit listrik panas buminya. 

Karena geothermal masyarakat yang sebelumnya hidup sejahtera harus berderai air mata karena harus kehilangan mata air sampai pada kehilangan mata pencaharian.

 Dr. Susan Petty. Dr. Petty adalah seorang geofisikawan dan insinyur geologi yang telah melakukan penelitian yang luas tentang pengembangan energi geotermal dan dampaknya terhadap lingkungan. Menurutnya berikut adalah beberapa dampak negatif geotermal bagi kualitas mata air. 

Pertama penurunan tingkat air, Pengembangan pembangkit listrik geothermal biasanya melibatkan pengambilan fluida panas dari dalam bumi untuk menghasilkan uap yang akan menggerakkan turbin generator. Pemindahan fluida panas ini dapat mengakibatkan penurunan tingkat air dalam mata air yang terdekat.

Lebih lanjut, perubahan kualitas air, pengambilan fluida panas dari reservoar geothermal juga dapat mempengaruhi kualitas air di sekitarnya. Proses ekstraksi ini bisa memperkenalkan mineral atau zat kimia tertentu ke dalam air, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ekosistem air setempat. 

Selain itu geotermal mengakibatkan perubahan suhu air, penggunaan energi geothermal dapat menyebabkan perubahan suhu air di sekitarnya. Hal ini bisa berdampak pada organisme hidup dalam mata air yang memiliki sensitivitas terhadap suhu air. 

Terakhir, risiko pencemaran, selama pembangunan dan operasi pembangkit listrik geothermal, ada potensi pencemaran air karena limbah kimia atau panas yang dihasilkan oleh instalasi tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas air mata air dan ekosistem yang tergantung padanya. 

Dampak ini menjadi alarm bagi masyarakat agar tidak muda tergiur dengan tawaran dari perusahaan untuk pengadaan pembangkit listrik panas bumi di berbagai wilayah Indonesia selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun