Perusahaan pembiayaan merupakan suatu badan usaha yang secara khusus dibentuk untuk memberikan pelayanan berupa jasa dalam bidang penyediaan dana bagi kebutuhan konsumen yang meliputi penyediaan dana untuk dan dalam bentuk menyediakan pinjaman pembiayaan, jasa dibidang kartu kredit, memberikan pinjaman modal dalam sewa guna usaha, melakukan anjak piutang, serta penyediaan pinjaman pembiayaan dalam bentuk modal berupa barang dan alat kerja, yang semuanya dilaksanakan dan dijalankan melalui mekanisme sewa yang berbasis pada pembiayaan dan sewa dengan sistem operasional, adalah merupakan basis daripada maksud dan tujuan dari perusahaan pembiayan.Â
Dalam kapasitasnya selaku penyedia pinjaman pembiayaan ini perusahaan pembiayaan adalah bukan sebagai bentuk sebuah lembaga pembiayaan, melainkan mereka adalah salah satu bagian daripada lembaga pembiayaan itu sendiri.
Sebagaimana juga telah diterangkan dalam Perpres Nomor 9 Tahun 2009 bahwa lembaga pembiayaan merupakan suatu bentuk badan usaha dalam operasionalnya menyediakan dan memberikan  pinjaman pembiayaan dengan mekanisme menyediakan pinjaman berupa modal usaha atau berupa pinjaman utang dengan menerapkan sistem pembayaran cicilan.Â
Banyak jenis fitur permodalan yang bisa diperoleh dari lembaga pembiayaan ini, diantaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik sebagai modal dalam berusaha maupun dalam bentuk penyaluran dana pinjaman sebagai modal untuk melaksanakan pembangunan ekonomi pedesaan maupun urban.
Peranan yang tidak kalah penting dari yang dianut oleh lembaga pembiayaan ini yakni bentuk usaha dari lembaga pembiayaan ini yang merupakan suatu badan hukum yang melakukan usaha di bidang keuangan, akan tetapi lembaga pembiayaan ini sendiri tidak termasuk sebagai jenis badan usaha perbankan, melainkan sebagai suatu lembaga yang bergerak dibidang keuangan yang disebut dengan badan usaha non perbankan, sehingga lembaga ini hanya diperbolehkan untuk melakukan kegiatan peminjaman pembiayaan modal dan dilarang utnuk menarik serta mengumpulkan dana secara langsung dari masyarakat.
Untuk melaksanakan program dan kegiatannya dalam menyalurkan dana berupa pinjaman pembiayaan modal kepada masyarakat, lembaga pembiayaan ini secara mekanismenya harus melalui sebuah perusahaan pembiayaan yang berbadan hukum, mengenai hal ini sudah terdapat dalam aturan pemerintah berupa Keppres Nomor 61 Tahun 1988 yang secara jelas telah dijelaskan dalam Pasal 1 angka 5 tersebut.
Kegiatan pembiayaan yang bersifat dan melakukan kegiatannya dengan cara menyediakan kebutuhan akan pinjaman pembiayaan berupa barang modal ini yang dalam keseharian lebih dikenal dengan leasing.Â
Jenis jasa pembiayaan seperti ini lebih berorientasi kepada penyediaan modal dengan mekanisme sewa guna usaha, yang didalam proses dan praktiknya memberikan beberapa pilihan kepada penyewanya (lease) ataupun tanpa opsi yang diberikan kepada penyewa dalam waktu tertentu selama berlangsungnya perjanjian sewa guna usaha dengan tenor waktu tertentu dengan memilih cara pembayaran melalui angsuran atau cicilan.
Sewa guna usaha ini dalam praktiknya tidaklah dapat disamakan dengan proses sewa menyewa yang terdapat secara umum, leasing ini sendiri bersal dari istilah kata lease yang secara bebas dapat diartikan sebaga sewa menyewa, perbedaan antara keduanya terletak pada sejumlah syarat tertentu, khususnya dalam praktik sewa guna usaha terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi.Â
Yakni, dalam kegiatan sewa guna usaha ini yang dapat dijadikan sebagai objek untuk diperjanjikan dapat berupa semua jenis barang berupa modal mulai dari barang kebutuhan sehari-hari, penyediaan alat-alat kebutuhan perkantoran, hingga barang-barang berdimensi besar seperti pesawat terbang sekalipun. Proses pembayaran atas pinjaman yang diperoleh penerima pinjaman dari pemberi pinjaman dapat dilakukan melalui mekanisme pembayaran dengan menggunakan tenor atau dengan waktu yang ditentukan secara bertahap, bisa dilakukan secara cicilan setiap bulannya, atau bahkan bisa juga dilakukan pembayaran dengan sistim triwulan dan semester.
Secara prinsip terdapat suatu perbedaan yang diterapkan dalam sistim perjanjian pada sewa guna usaha ini dengan sistim perjanjian pada sewa menyewa, yakni terdapat suatu nilai sisa pada perjanjian sewa guna usaha ini, sedangkan dalam sewa menyewa secara umum nilai sisa tersebut tidak dikenal.Â
Pada perjanjian sewa guna usaha ini terdapat suatu hak yang istimewa bagi penerima, yakni dalam hal berakhirnya masa sewa guna usaha tersebut bagi penyewa memiliki suatu hak untuk menjatuhkan pilihannya terhadap barang atau benda yang disewa tersebut, penyewa dapat saja memilih untuk membeli barang tersebut sesuai dengan harga dari nilai sisa ataupun penyewa mengembalikan barang sewa tersebut kepada yang menyewakan barang.Â
Secara prinsip untuk terjadinya suatu perikatan yang berhubungan dengan proses sewa guna usaha ini harus terdapat sekurang-kurangnya ada dua pihak, yakni penerima sewa (lesse) dan pemberi sewa (lessor), dalam prosesnya untuk menjadi sebagai pemberi sewa dalam sewa guna usaha ini haruslah perusahaan yang telah memperoleh suatu izin dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia, aturan ini berbeda dengan proses sewa menyewa biasa, yang memperbolehkan siapa saja untuk menjadi pemberi sewa.
Sedangkan dalam perjanjian kontrak leasing itu sendiri terdapat beberapa unsur yang ikut sebagai para pihak, yaitu : lessor, yakni suatu perusahaan yang bertindak sebagai pemberi pinjaman pembiayaan kepada para konsumennya dan berperan sebagai penyedia pinjaman modal usaha. Untuk dapat terlaksananya proses perjanjian pemberian pinjaman pembiayaan ini maka harus terdapat pihak yang bertindak sebagai penerima pinjaman pembiayaan yaitu adanya seorang atau lebih yang bertindak sebagai nasabah dari pembiayaan tersebut.Â
Disisi lain, juga terdapat kreditur yang merupakan salah satu pihak yang dapat berupa perusahaan yang bertindak sebagai yang memberi jaminan terhadap aset atau sebagai pemberi pinjaman pembiayaan kepada nasabah. Supplier yang bertindak sebagai penyedia daripada barang yang kemudian akan menjadi objek dari pinjaman pembiayaan untuk diserahkan kepada nasabah sesuai dengan jenis dan bentuk barang sebagaimana yang telah diperjanjikan antara pemberi pinjaman pembiayaan dengan peneriman pinjaman pembiayaan, supplier tersebut bisa berupa bentuk perusahaan dan dapat juga dalam bentuk agen pemasaran resmi.Â
Sedangkan unsur lainnya adalah asuransi, sebagai bentuk badan usaha yang memiliki tanggung jawab sebagai penanggung atas suatu resiko yang ditimbulkan sebab akibat dari adanya suatu perikatan yang dilakukan oleh pemberi pembiayaan dengan penerima pembiayaan. Sehingga untuk melanjutkan proses ini si penerima pinjaman dapat dipertanggungkan biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka perusahaan akan menanggung resiko sebesar sesuai dengan perjanjian terhadap barang yang di leasingkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H