Budaya fermentasi mengajarkan kesabaran dan penghargaan terhadap proses alami. Fermentasi membutuhkan waktu, perhatian, dan pemahaman tentang cara kerja alam. Hal ini mengajarkan individu untuk menghargai proses, yang merupakan keterampilan penting dalam menghadapi tantangan hidup.
Di sisi lain, budaya cepat saji cenderung mempromosikan mentalitas instan dan kurangnya penghargaan terhadap proses. Ketergantungan pada solusi cepat ini dapat mengurangi kemampuan individu untuk bertahan dan mengatasi situasi yang membutuhkan waktu dan usaha. Akibatnya, ketahanan mental dan emosional dapat berkurang, membuat individu lebih rentan terhadap stres dan kesulitan.
3. Â Konektivitas Sosial
Budaya fermentasi sering kali melibatkan komunitas dan kolaborasi. Membuat makanan fermentasi bisa menjadi aktivitas sosial yang mempererat hubungan antarindividu dan menghubungkan generasi melalui tradisi kuliner.
Sebaliknya, budaya cepat saji sering kali mengisolasi individu. Makan di restoran cepat saji atau memanaskan makanan beku di rumah cenderung dilakukan sendiri atau dalam lingkungan yang minim interaksi sosial. Ini dapat berdampak negatif pada kesehatan sosial dan emosional.
Kesimpulan
Dalam konteks kemampuan bertahan dan menjalani proses, budaya fermentasi menawarkan nilaii yang bermanfaat: kesabaran, penghargaan terhadap proses, dan konektivitas sosial. Budaya cepat saji, meskipun memberikan kemudahan dan kecepatan, dapat mengorbankan aspek-aspek penting dari kesehatan fisik, mental, dan sosial.
Untuk mempertahankan keseimbangan dalam kehidupan modern, penting bagi kita untuk belajar dari nilai-nilai yang ditawarkan oleh budaya fermentasi. Mengintegrasikan praktik tradisional ini dapat membantu kita meningkatkan kesehatan dan kemampuan bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H