Mohon tunggu...
Gunawan S. Pati
Gunawan S. Pati Mohon Tunggu... Dosen - dosen

Penikmat buku dan pengamat pendidikan dan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Cara Unik Membangun Personal Branding

11 Juni 2021   21:05 Diperbarui: 16 Juni 2021   01:55 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Personal branding/citra diri bisa terjadi secara alamiah maupun disetting. Setiap tindakan  yang kita lakukan di mana pun kita berada di masyarakat, lingkungan kerja bahkan di keluarga pun bisa mencerminkan personal branding. 

Karena setiap tindakan yang kita lakukan selalu saja diamati oleh orang lain dan akhirnya mereka membuat penilain atau  kesimpulan seperti apa kita sebenarnya.  

Inilah proses personal branding terjadi. Jangan heran jika pak Hartono mengatakan Bu Ani itu orangnya disiplin, Pak Rudi juga mengatakan Pak Edi itu orangnya peduli terhadap lingkungan dan suatu saat saya dengar orang-orang membicarakan pak Amir yang keras dan pemarah. 

Pada dasarnya tanpa disadari setiap orang sudah memiliki personal branding. Personal branding bisa diperoleh melalui interaksi langsung dengan personal tersebut atau lewat cerita orang lain.

Berbeda dengan personal branding alamiah, personal branding yang direncanakan atau di-setting ini memiliki maksud terselubung. 

Teknik personal branding seperti ini yang paling tepat melalui media internet khususnya media sosial (medsos). Selain efektif dan cakupannya luas serta cepat menyentuh emosi pembacanya biayanya juga tidak terlalu mahal.  

Tujuan awal yang tersurat adalah untuk memperkenalkan kinerjanya kepada masyarakat tetapi tujuan tersiratnya adalah untuk mendulang simpati masyarakat. 

Biasanya para calon kepala desa, bupati, wali kota, gubenur  dan presiden menggunakan cara ini untuk mendapat simpati secara cepat. 

Tujaunnya calon bejabat tersebut memiliki personal branding positif seperti peduli terhadap rakyat dan memiliki inisiatif dalam menyelesaikan segala macam persoalan masyarakat. 

Sayangnya, persona branding model settingan belum tentu mencerminkan realita sebab citra tidak selalu seindah fakta.

***

Ilustrasi branding (sumber:freepik)
Ilustrasi branding (sumber:freepik)
Memang banyak cara membangun personal branding bisa cara langsung pada sasaran atau melalui internet (medsos) tetapi yang saya lakukan berbeda makanya saya katakan unik. 

Personal branding ala saya dilatarbekangi beberapa orang membicarakan tentang kepemimpinannya. Ini terjadi sewaktu saya mengikuti pelatihan bersama guru-guru, sewaktu istirahat mereka membicarakan pimpinannya. 

Tidak ubahnya jika siswa kumpul siswa yang dibicarakan ya gurunya, guru kumpul guru yang dibicarakan ya kepala sekolahnya dan dosen kumpul dosen yang dibicarakan ya ketua jurusannya. 

Yang dibicarakan lebih banyak pada aspek negatifnya daripada aspek positifnya. Ternyata orang-orang sudah membangun personal branding terhadap individu yang ada pada komunitasnya.

Pengalaman ini ketika saya sebagai pimpinan sekolah menengah pertama negeri pada tahun 1996. Yang terjadi pada institusi pendidikan biasanya calon pimpinan mendapat surat keputusan (SK) untuk menjadi kepala sekolah langsung serah terima dengan kepala sekolah lama. Dengan cara seperti ini kepala sekolah baru langsung mengelola sekolah sesuai dengan visi sekolah. 

Setiap sekolah memang sudah memiliki visi dan misi sehingga jika terjadi pergantian pimpinan tidak harus mengubah visi dan misi. 

Teknik yang sering dilakukan oleh pimpinan sekolah dalam mengelola sekolah adalah berdasarkan teori yang diperoleh dalam pelatihan sebelum dilantik. Selain teori-teori yang telah dipelajari pimpinan sekolah biasanya meniru pemimpin idolanya.

Setelah kurang lebih 1 tahun mengelola sekolah saya berupaya menyerap asprirasi para guru dan staf tata usaha barangkalai ada masalah yang perlu dibicarakan dan dipecahkan bersama. 

Sayangnya, untuk menyampaikan permasalahan maupun ide di depan orang banyak belum menjadi kultur di sekolah. Ada rasa kurang enak jika mereka akan menyinggung orang lain.  Hal ini merupakan budaya jawa yang lebih mengedepan perasaan daripada keterusterangan.

Saya pikir cara yang  paling tepat untuk menyerap aspirasi dari para guru dan staff karyawan adalah dengan angket atau survey. Cara seperti  ini mungkin dianggap  unik karena belum terbiasa.

Rasionalitas dalam penyusunan angket ini adalah menyerap aspirasi guru dan karyawan agar saya tahu apa yang sebenarnya diinginkan dan sekaligus sebagai evaluasi model kepemimpinan yang saya terapkan. 

Dengan menganalisis hasil angket saya akan tahu nilai postif dan negatif selama memimpin. Kekurang-kerungan biasanya yang tahu justru orang lain karena kita tidak menyadari jika berbuat salah. 

Dengan angket kita bisa menyerap informasi dari seluruh pemangku kepentingan yang ada di sekolah. Agar angket hasilnya benar-benar objektif responden tidak perlu menulis identitas. Apabila ingin menyerap ide dari pemangku kepentingan kita bisa memberikan pertanyaan terbuka.

Angket saya berikan pada akhir tahun pelajaran sekaligus evaluasi kinerja kepemimpinan. Dengan demikian saya bisa memfokuskan pada perubahan cara mengelola sekolah sesuai dengan saran dari para guru dan staf karyawan yang diperoleh dari hasil angket. 

Dengan cara seperti ini saya mendapat penilaian baik sebab sesuai dengan harapan mereka.

Beginilah cara saya membangun personal branding yang mungkin berbeda dengan pemimpin pada umumnya. 

Penyusunan angket tidak berbeda jauh dengan angket penelitian yang diawali dari variabel, indikator kemudian pertanyaan maupun pernyataan. Ketepan penyusunan angket sangat penting agar mampu mengungkap permasalahan sebenarnya yang ada di sekolah.

Semoga bermanfaat.

Pati, 11 Juni 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun