Mohon tunggu...
Gunawan S. Pati
Gunawan S. Pati Mohon Tunggu... Dosen - dosen

Penikmat buku dan pengamat pendidikan dan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perlunya Revitalisasi Peran PGRI

30 November 2020   21:53 Diperbarui: 30 November 2020   21:56 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peringatan Hari Guru Nasional bersama dengan berdirinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tanggal 25 November dan hari guru nasional ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 78 Tahun 1994.

            Ditinjau dari jumlah anggota dan sebarannya, PGRI merupakan organisasi profesi yang anggotanya terbesar  dan tersebar di seluruh Indonesia saat ini. Dengan jumlah anggota sekitar 2.500.000 dan  tersebar dari Sabang sampai Mereuke, sering dimanfaatkan elit politik untuk kepentingannya. Apalagi karakteristik anggotanya yang loyal dan patuh menarik untuk dijadikan pendulang suara pada waktu pemilihan anggota DPR sampai presiden.  Sejarah panjang tentang pemanfaatan anggota PGRI untuk kepentingan politik bisa kita ingat kembali mulai zaman Orde Lama sampai Orde Baru. Zaman Orde lama ada sebagian guru yang terlibat dalam Partai Komunis Indonesia (PKI) sehingga mereka menjadi korban politik. Demikian juga pada waktu Orde baru, anggota PGRI yang terkenal loyal, patuh, disiplin dan berpengaruh dapat dimanfaatkan oleh partai politik yang berkuasa cukup lama sekitar 32 tahun. Karena jumlah anggota PGRI cukup besar sehingga bisa mempengaruhi keluarganya dan lingkungannya. Hal seperti ini yang sangat menarik elite politik untuk mempengaruhi anggota PGRI.

            Momentum kelahiran PGRI dan sekaligus hari lahir guru seluruh Indonesai yang ke-75 dapat dijadikan wahana refleksi bagi organisasi profesi terbesar di seluruh Indonesia. Bukan masanya lagi PGRI menepuk dada dan menyatakan organisasi profesi guru tertua dan anggotanya terbesar tetapi alangkah baiknya jika melakukan evaluasi diri untuk mengetahui apa yang telah diperbuat untuk peningkatan profesioanlisame guru selama ini.

            Pengalaman masa lalu yang anggotanya dimanfaatkan oleh elite politik tertentu seharusnya bisa menjadi pembelajaran bahwa tindakan seperti itu tidak akan menguntungkan organisasi PGRI tetapi justru mencoreng citra sebagai organisasi profesi yang seharusnya imun terhadap kegiatan politik. Apalagi bulan Desember 2020  akan ada pemilihan kepala daerah baik wali kota, bupati maupun gubenur bisa jadi ada juga para anggota PGRI maupun pengurusnya dijadikan obyek untuk dukung-mendukung.

            Jika PGRI masih saja membiarkan anggota dan pengurusnya terlibat dalam politik praktis dan organisasi profesi hanya dijadikan pijakan belaka untuk memperoleh jabatan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab bisa jadi lambat laun PGRI akan ditinggalkan anggotanya. Karena pasca reformasi tahun 1998 semua organisasi profesi guru diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Ada beberapa organisasi profesi guru yang mampu tumbuh dan berkembang di antaranya Ikatan Guru Indonesia (IGI), Faderasi Guru Independen Indonesia (FGSI), Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI), Federasi Guru Serikat Indonesia (FGSI) dan Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu). Organisasi-orgaisasi tersebut telah diakui oleh Direktorat Jenderal (Dirjen) Guru dan tenaga Kependidikan melalui surat Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan 15 Desember 2015. Bahkan organisasi-organisasi guru  yang baru lebih aktif dan inovatif dalam menawarkan program-program kepada para guru untuk meningkatkan profesionalismenya karena organisasi tersebut  dikelola oleh para guru muda yang kreatif dan professional. Bukankan sebuah organisasi khususnya organisasi profesi seharusnya memberi aspek kebermanfaatan bagi anggotanya? Seseorang ikut bergabung dengan sebuah organisasi profesi setidaknya dilatarbelakangi oleh kebutuhan sosial dan material. Dengan bergabung dengan organisasi, para guru dapat berbagi pengalaman dan relasi serta terpenuhinya kebutuhan sosial lainnya. Sedangkan kebutuhan material merujuk pada sebuah wahana yang mampu membantu seseorang mempercepat pencapaian tujuan seperti peningkatan kemampuan atau keterampilan dan pencapaian jenjang karier (Winardi, 2009).  Manakala  sebuah organisasi tidak dapat membantu memenuhi dua kebutihan tersebut jangan harap organisasi itu bisa berkembang dengan baik.

Momentum revitalisasi organisasi

            Organisasi profesi guru PGRI yang seusia dengan Negara Republik  Indonesia cukup kenyang makan asam garam artinya berpengalaman  dalam mengelola dinamika sebuah organisasi khususnya godaan untuk terjun ke politik praktis. Sudah waktunya PGRI kembali kejati diri organisasi profesi yang pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen disebutkan bahwa organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru. Pada pasal 41 ayat 2 dinyatakan bahwa organisasi profesi guru berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan

kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. Pada pasal 42 ditambahkan bahwa organisasi profesi guru berwewenang menetapkan dan menegakkan kode etik guru, memberikan bantuan hukum, perlindungan profesi. Dengan demikian, organisasi profesi guru memiliki peran besar dalam menjaga marwah guru di masyarakat.

            Revitlasi sebuah organisasi merupakan keniscayaan jika tidak ingin ditinggal oleh anggotanya. Revitalisasi merupakan proses perubahan organisasi berkelanjutan untuk menyesuaikan dengan tuntutan anggotanya. Ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dari PGRI. Pertama, berperan aktif dalam meningkatkan mutu pendidikan. PGRI telah berjuang dalam meningkatkan kesejahteran guru melalui Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan berjanji untuk meningkatkan  mutu pendidikan  jika guru sejahtera. Sayangnya, tunjangan profesi guru sudah diberikan lebih dari sepuluh tahun tetapi mutu pendikan masih jauh dari memuaskan. Temuan hasil evaluasi dampak TPG oleh pemerintah dan Bank Dunia menunjukkan bahwa Tunjangan profesi guru baru memberikan dampak perubahan perilaku dan motivasi guru tetapi belum berdampak pada mutu pembelajaran. Dampak tidak langsung dari TPG adalah daya tarik lulusan sekolah menengah atas untuk melanjutkan pendidikan pada Lembaga PendidikanTenaga Kependidikan (LPTK).

            Kedua, sebagaian besar guru saat ini menduduki golongan IV/a dan nampaknya mereka merasa kesulitan untuk naik pangkat ke janjang lebih tinggi. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, kenaikan mulai golongan III/b ke golongan III/c guru  diharusnya melaksanakan pengembangan profesi di antaranya melaksanakan penelitian. Memang saat ini penelitain masih dianggap sulit bagi para guru sehingga mereka putus asa dan merasa puas dengan golongan IV/a. Hal ini sebenarnya menjadi tantangan bagi PGRI untuk membantu guru agar bisa mengembangkan karier dengan naik golongan lebih tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun