Mohon tunggu...
Gunawan S. Pati
Gunawan S. Pati Mohon Tunggu... Dosen - dosen

Penikmat buku dan pengamat pendidikan dan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tragis, Siswi Bunuh Diri Diduga Akibat PJJ

25 Oktober 2020   09:32 Diperbarui: 25 Oktober 2020   09:40 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang  Siswi SMA  dari kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa, Sulawesi selatan meninggal dunia setelah bunuh diri diduga karena depresi dengan banyaknya tugas sekolah yang dilakukan secara daring (Kompas.Com,19/10/2020). 

Kejadian yang tidak kalah tragisnya, seorang siswa meninggal setelah dianiaya orangtuanya karena masalah pembelajaran di rumah, beredar juga di WhatApps seorang ibu memarahi anaknya ketika sedang membantu anaknya belajar.

Hari ini Jumat, 23 Oktober 2020 Kompas cetak juga mengangkat tajuk rencana dengan judul “Beban Psikologis PJJ”. Jika Kompas mengangkat suatu isu menjadi tajuk rencana menunjukkan ada sesuatu yang perlu dipertanyakan dalam masalah tersebut. 

Meskipun PJJ bukan merupakan penyebab utama dimungkinkan ada faktor-faktor lain terjadinya peristiwa tersebut. Semua masyarakat paham bahwa pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung sekitar 8 bulan menyebabkan beban psikologis bagi siswa, guru, kepala sekolah dan orangtua.

Namun demikian peristiwa tersebut menjadi peringatan bagi penyelengaara pendidikan. Setidaknya ada sesuatu yang perlu disempurnakan dalam penyelengaraan PJJ jika kita tidak ingin peristiwa tersebut terulang kembali.

Sebenarnya guru sudah mulai belajar dan mampu beradaptasi dengan pengunaan berbagai platform bembelajaran dalam jaringan (daring) meski masih banyak kekurangannya dibandingkan pembelajaran tatap muka. 

Hal ini sesuai dengan survei Pusat Penelitian Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 8- 15 Agustus 2020 (Kompas, 23/10/2020). Perlu diingat pembelajaran tidak hanya dipandang dari sisi guru dan siswa proses pembelajaran merupakan kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai aspek.  

Apalagi pembelajaran daring  bisa jadi memunculkan   masalah-masalah baru karena pembelajaran daring merupakan kultur baru bagi penyelenggara pendidikan.

Efek dari pembelajaran daring memang belum sempat dipikirkan apalagi diantisipasi akibatnya kita merasa terkejut ada persitiwa yang diduga akibat pembelajaran daring tersebut. 

Pemerintah nampaknya lebih menekankan pokoknya pembelajaran berjalan apapun alasannya, mungkin belum sempat terpikirkan dampak dari pembelajaran daring akibat pandemi Covid-19. 

Sudah cukup banyak pedoman maupun panduan yang telah dikeluaran oleh Kemendikbud seperti Kurikulum masa darurat,  Panduan penerapan model pembelajaran inovatif dalam BDR yang memanfaatkan rumah belajar, panduan belajar dari rumah dengan memanfaatkan rumah belajar dan masih banyak panduan yang berkaitan dengan pembelajaran. 

Sayangnya, panduan-panduan yang telah dikeluarkan oleh Kemendikbud lebih banyak yang bersifat “what” aspek substansi materi dan “how” bagaimana menyampaikan materi kepada siswa bukan aspek “why” rasionalitas dalam pemilihan tindakan akibatnya tekanan psikologis belum dipertimbangkan. 

Sebaiknya tidak hanya sekedar “adop” tetapi juga “adapt” bukan sekedar menggunakan hal-hal baru tetapi perlu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan serta dampak psikologisnya.

Sudah waktunya pemerintah memetakan masalah-masalah yang muncul akibat PJJ pada masa pandemi Covid-19 dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. 

Hal ini perlu dilakukan jika kita mengamati grafik pasien yang terpapar Covid-19 malah semakin meningkat bukannya menurun, apalagi vaksininasi Covid-19 di Indonesia diperkirakan membutuhkan waktu 7 tahun. Ini artinya PJJ masih tetap akan dilaksanakan sepanjang masyarakat belum memiliki kekebalan terhadap Covid-19.

Namun dalam jangka pendek ada hal-hal yang perlu diperhatikan agar PJJ dapat berjalan seperti yang diharapkan dan mengurangi beban psikologis siswa.  Pertama, guru sebaiknya juga mempertimbangkan beban tugas yang dibebankan pada siswa. 

Misalnya 1 hari ada 5 mata pelajaran dan masing-masing guru memberi tugas akibatnya beban tugas terlalu banyak  apalagi ada guru yang menggunakan zoom atau google meet sehingga membutuhkan kehadiran secara real time. Kepala sekolah sebaiknya mengatur beban tugas  yang diberikan kepada siswa sehingga tugas yang diberikan terukur.

Kedua, PJJ sudah berlangsung sekitar 8 bulan yang mengakibatkan siswa menjadi jenuh dengan tugas-tugas yang monoton. Kejenuhan bisa mengakibatkan siswa tidak tertarik mengikuti PJJ dengan serius akhirnya hasil PJJ tujuannya tidak tercapai. 

Sebetulnya guru dapat bertanya pada siswanya apa yang diinginkan agar PJJ tidak menjemukan dan tetap menarik. Selama ini, suara siswa jarang didengarkan dalam menyusun rencana pembelajaran, siswa hanya menerima apa yang akan diajarkan guru akibatnya semangat belajarnya rendah. 

Apabila dalam perencanaan pembelajaran mempertimbangkan usulan siswa maka proses pembelajarannya akan lebih menarik karena sudah ada kesepakatan antara guru dan siswa.   

Ketiga, permasalahan semakin kompleks ketika yang diajarkan guru mata pelajaran yang di jenjang sebelumnya tidak ada, misalnya bahasa Inggris, tidak semua siswa SD menerima pelajaran bahasa Inggris tergantung daerah masing-masing. 

Jika bahasa Inggris sebagai muatan lokal maka siswa akan menerima pelajaran bahasa Inggris, sebaliknya jika bahasa Inggris bukan muatan lokal maka siswa tidak akan menerima pelajaran bahasa Inggris. 

Apabila hal ini terjadi maka guru  akan mengalami kesulitan dalam memberikan tugas karena guru dan siswanya belum pernah ketemu sejak awal masuk tahun pembelajaran baru.

Keempat, jika sudah memungkin sebaiknya sekolah bisa menggunakan blended learning dengan mematuhi protokol kesehatan dan pembelajaran tatap muka hanya 30% dan daring 70%.  Dalam spekstrum blended learning penentuan pembagian pembelajaran tatap muka dan pembelajaran daring tergantung kebutuhan.

Pembelajaran tatap muka perlu dilaksanakan untuk menghindari kesalahan konsep jika tanpa dijelaskan oleh guru dan praktikum yang hanya bisa dilaksanakan di laboratorium sekolah.

Saat pandemi Covid-19 belum bisa diprediksi kapan akan berakhir, PJJ merupakan alternatif pembelajaran yang paling aman. Namu demikian, pemerintah dalam hal ini Kemendikbud sebaiknya perlu mengadakan evaluasi dampak  PJJ dan faktor lain yang  agar bisa diminimalkan dampak negatifnya.

Semoga bermanfaat.

Pati, 24 Oktober 2020  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun