Ramai pembicaraan mengenai Operasi Tangkap Tangan terhadap pejabat di kejaksaan tinggi Bengkulu. OTT tersebut melukai hati para jaksa dan sampai ada istilah baru #OTT Recehan. Â Tergerak juga hati saya untuk membaca-baca dan sekedar memberi pandangan.
Operasi Tangkap Tangan (OTT) dikaitkan dengan Pasal 1 angka 19 KUHP yang berbunyi
Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
Dalam pemberitaan dimana dikutip pendapat dari berbagai pihak, saya melihat ada sesuatu yang kurang pas mengenai OTT ini. Seperti misalnya yang dikatakan oleh Laica Marzuki. Juga penjelasan dari Jubir KPK atau juga sebuah tulisan di Kompasiana  Pertanyaannya adalah siapa yang dapat melakukan tangkap tangan atau OTT (istilah yang digunakan KPK). Apakah petugas-petugas KPK dapat melakukannya?
Kalau pengertian dari operasi tangkap tangan adalah sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP maka ketentuan dalam Pasal 16 dan 18 KUHAP juga harus diikuti.
Pasal 16
(1) Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan.
(2) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan.
Pasal 18
(1) Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
(2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan-dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.
(3) ............
Dari ketentuan --ketentuan tersebut terdapat pembedaan antara wewenang melakukan penangkapan , yang berada pada penyelidik (untuk penyelidikan) dan penyidik dan penyidik pembantu (untuk penyidikan) dan pelaksanaan tugas penangkapan, yang ada pada petugas kepolisian Negara Republik Indonesia.Â
Perhatikan sekali lagi perbedaan itu, wewenang menangkap dan pelaksanaan tugas penangkapan. Pembedaan semacam itu perlu diperhatikan mengingat tidak semua penyidik adalah petugas kepolisian. Ada penyidik pegawai negeri sipil. Tentu penyelidik, penyidik, atau penyidik pembantu dapat melaksanakan tugas penangkapan sepanjang mereka adalah petugas kepolisian Negara RI. Penydik PNS dengan demikian tidak dapat melaksanakan tugas penangkapan walaupun dia berwenang menangkap.
Pembedaan tersebut harus juga diturunkan pada kasus tertangkap tangan. Pada kasus tertangkap tangan, yang melakukannya (yang menangkap adalah petugas kepolisian) lalu kemudian diserahkan kepada penyidik atau penyidik pembantu (Pasal 18 ayat (2). Dalam hal ini, penyelidik, penyidik,atau  penyidik pembantu dapat melakukan tangkap tangan dengan ketentuan mereka adalah petugas kepolisian juga.
Sekarang mari kita melihat pada KPK. UU KPK tidak menentukan adanya operasi tangkap tangan atau kejadian tertangkap tangan. Karena tidak diatur dalam UU KPK maka KPK berlari ke Pasal 1 angka 19 soal tertangkap tangan. Menjadi soal adalah apakah orang-orang KPK adalah petugas kepolisian? Untuk penangkapan tentu petugas KPK dapat melakukan tugas penangkapan sesuai dengan Pasal 12 UU KPK. Namun untuk tangkap tangan atau apa yang mereka sebut sebagai OTT, nanti dulu. Ketentuan-ketentuan dalam KUHAP harus berlaku penuh, yaitu bahwa yang dapat melakukan OTT adalah petugas kepolisian.
Penyelidik dan Penyidik KPK utamanya berasal dari Kepolisian tetapi ketika mereka di KPK, mereka bukan petugas kepolisian? Karena mereka bukan petugas kepolisian maka mereka tidak dapat melakukan tangkap tangan atau OTT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H