Indonesia memang telah lama mengalami imperialisme budaya. Pada masa rezim lama, Indonesia menjadi pusat pengaruh kekuatan-kekuatan besar, karena kemudian terjadi Perang Dingin antara Amerika dan Uni Soviet.Â
Hal ini membuat gejala imperialisme budaya Barat melalui budaya pop seperti rock and roll cukup digemari masyarakat. Namun kebijakan kebudayaan pada masa pemerintahan Soekarno lebih cenderung anti imperialisme, ia lebih menekankan nasionalisme kebudayaan, sehingga rezim Orde Lama melarang segala bentuk budaya pop dari Barat.
Berbeda dengan era Orde Baru, rezim Soeharto lebih terbuka dan sangat lembut terhadap imperialisme budaya Barat. Dia menerapkan kebijakan budaya melalui "internasionalisasi budaya". Segala bentuk budaya Barat, seperti sains, teknologi, strategi ekonomi, dan budaya pop, terbuka secara masif.
Sampai sekarang di era reformasi imperialisme budaya semakin terbuka. Globalisasi yang semakin meningkat membuat kita semakin mengenal budaya negara lain, tidak hanya negara Barat tetapi juga negara non-Barat. Fenomena Korean wave yang meluas adalah contoh nyata.
Lantas bagaimana cara mengatasi krisis identitas dan melestarikan budaya nusantara agar tidak hancur saat diserbu budaya asing? Tentunya diperlukan kebijakan dan strategi budaya yang tepat, salah satunya adalah membuka diri terhadap modernitas namun tetap teguh pada jati diri kita sebagai bangsa yang berdaulat dan berharga.Â
Tidak hanya itu, membangun brand nasional yang positif dan personal sangat penting di masyarakat, terutama di kalangan generasi muda, untuk menjaga bangsa dari terpaan budaya global.
Mungkin budaya populer Korea perlahan mengubah gaya hidup sebagian besar masyarakat Indonesia, namun hanya Anda yang bisa menentukan perubahan baik atau buruk apa yang akan Anda alami saat terpapar budaya ini. Setiap orang harus dapat mempengaruhi budaya Korea secara positif dalam kehidupan mereka.
Budaya Korea memang tidak dilarang, namun masyarakat khususnya generasi muda harus cerdas dan tahu batasannya. Bahkan menjadi panutan artis Korea bisa bertahan selama Anda menyaring yang positif dan melepaskan yang negatif.Â
Terakhir, tidak ada salahnya mengikuti kehidupan budaya Korea selama Anda tidak pernah kehilangan kecintaan terhadap budaya negara Anda. Jangan sampai malah menghapus jati diri kita sebagai warga negara Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H