Mohon tunggu...
Paulus Teguh Kurniawan
Paulus Teguh Kurniawan Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan

Alumni Master of Science in Finance dari University of Edinburgh, Inggris Raya. Fasih bicara bahasa Inggris dan Mandarin. Saat ini bekerja sebagai akuntan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ide Saya untuk Melenyapkan Rokok dari Indonesia

5 Februari 2014   11:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:08 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Berikut ini copas dari sini.

Pendapatan negara dari cukai rokok, ternyata tak sebanding dengan nilai kerugian yang ditimbulkan karena merokok. Pada 2012, pendapatan negara dari cukai, hanya sebesar Rp 55 triliun. Namun, kerugiannya mencapai Rp 254,41 triliun.

Kerugian tersebut, rinciannya adalah uang yang dikeluarkan untuk pembelian rokok Rp 138 triliun, biaya perawatan medis rawat inap dan jalan Rp 2,11 triliun, kehilangan produktivitas akibat kematian prematur dan morbiditas maupun disabilitas Rp 105,3 triliun.

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa tiap tahun rokok telah mengakibatkan kerugian negara dalam jumlah yang sangat besar. Sudah sejak dulu saya sangat membenci rokok. Orang yang merokok itu bukan hanya merusak kesehatan diri sendiri, melainkan juga merusak kesehatan orang-orang lain yang ikut mengisap asap rokok tersebut; para "perokok pasif" yang tidak bersalah. Jadi bagi saya, merokok adalah kejahatan! Belum lagi banyaknya kerugian lain yang ditimbulkannya. Misalnya, pencemaran lingkungan akibat asap rokok, munculnya beberapa kasus kebakaran hutan akibat puntung rokok, dsb. Dan lagi, saya pernah membaca data bahwa banyak sekali orang-orang golongan ekonomi menengah ke bawah yang penghasilannya sebagian besar dihabiskan untuk membeli rokok. Makan cuma sekali sehari, sisa uangnya digunakan untuk beli rokok. Jadinya mereka tidak bisa menabung. Jadi rokok merupakan salah 1 penyebab kemiskinan sulit diberantas dari Indonesia.

Seandainya saya menjadi presiden, saya ingin sekali melenyapkan rokok dari Indonesia. Selama ini saya terus berpikir bagaimana caranya. Pecandu rokok sudah sangat banyak di Indonesia, jika rokok dilenyapkan begitu saja dari Indonesia mereka pasti akan marah besar dan sangat menderita karena tak bisa merokok. Selain itu rokok juga telah menyediakan lapangan pekerjaan bagi ribuan orang.

Ide yang belakangan terpikir oleh saya adalah seperti ini. Seandainya saya jadi presiden, saya akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. mengeluarkan peraturan larangan bagi generasi di bawah umur 17 tahun untuk merokok. Bagi mereka yang di bawah 17 tahun yang ketahuan merokok, akan diberlakukan pasal pidana beneran (seperti yang saya katakan sebelumnya, merokok adalah kejahatan). Bagi anak 17 tahun ke bawah yang sudah terlanjur menjadi pecandu rokok, diwajibkan mengikuti terapi gratis (yang akan dibiayai pemerintah) untuk berhenti dari kecanduan merokok.  Anggaplah MISALNYA saja peraturan ini diterapkan mulai tahun 2030, maka anak-anak berusia 17 tahun ke bawah di tahun 2030 (menurut KTPnya) tidak boleh merokok sampai seterusnya, sampai mereka berusia 60 tahun atau 80 tahun sekalipun, tetap tidak boleh merokok.

2. Bagi orang dewasa (17 tahun ke atas di 2030) akan disarankan untuk berhenti merokok. Bagi mereka yang bersedia berhenti merokok, akan diberikan terapi gratis (dibiayai pemerintah). Jika mereka berhasil sukses menjalani terapi sampai berhenti merokok sepenuhnya, akan diberikan bonus uang atau pekerjaan. Bagi mereka orang dewasa yang tidak mau berhenti merokok, mereka dipersilahkan terus merokok, namun akan mengalami berbagai kesulitan, misalnya: harga rokok dinaikkan, dicap negatif oleh masyarakat, tidak diperkenankan menjadi PNS, dan sebagainya.

3. Dari dua langkah di atas, tentunya akan cukup untuk mengurangi signifikan jumlah perokok di Indonesia. Dengan dua langkah tersebut, tentunya produksi rokok akan semakin berkurang, perusahaan-perusahaan rokok perlahan-lahan akan merugi, skala perusahaannya mengecil. Mereka mungkin akan terpaksa menutup sejumlah pabrik dan melakukan PHK. Sekarang langkah ketiga adalah langkah untuk melenyapkan sepenuhnya rokok dari Indonesia. Langkah ketiga ini adalah dengan memberi bonus berupa uang maupun pekerjaan baru bagi para karyawan perusahaan rokok yang bersedia meninggalkan pekerjaannya di perusahaan rokok. Dengan cara ini, para karyawan perusahaan rokok tidak akan mendemo pemerintah akibat kerugian yang dialami perusahaannya ataupun PHK yang dilakukan perusahaan. Pemerintah juga akan siap untuk membeli perusahaan rokok apabila si pemilik perusahaan tsb bersedia menjual perusahaannya pada pemerintah. Kemudian pemerintah akan mengubah perusahaan rokok tersebut menjadi perusahaan industri lainnya.

4. Langkah keempat adalah penentunya, yaitu sederhana saja: menerapkan ketiga langkah di atas terus-menerus selama puluhan tahun. Seperti yang anda baca di langkah 1, para generasi muda (di bawah 17 tahun) benar-benar dilarang merokok sedikitpun, jika melanggar akan dipidana. Dengan demikian, ini mencegah para generasi-generasi baru bangsa ini untuk merokok. Sekarang anggaplah  ketiga langkah di atas berhasil diterapkan pada tahun 2030 (MISALNYA SAJA). Maka perokok termuda yang ada di tahun 2030 adalah perokok berusia 18 tahun ke atas (karena umur 17 tahun ke bawah dilarang merokok). Generasi perokok ini (18 tahun ke atas) suatu saat tentunya akan meninggal karena usia. Anggaplah mereka hidup sampai 78 tahun. Maka berarti 60 tahun setelah ketiga langkah di atas diterapkan, para generasi perokok sudah meninggal semuanya sehingga generasi perokok akan sepenuhnya lenyap dari bangsa ini dan bangsa ini sepenuhnya bebas dari rokok. Generasi baru yang menggantikan mereka tentunya tidak mengenal rokok karena sudah ada peraturan pidana yang melarang mereka untuk merokok. Butuh waktu yang sangat lama memang, namun bukankah ini jauh lebih baik daripada bangsa ini terus-menerus dibelenggu rokok selama ratusan tahun?

Begitulah ide saya. Saya agak kesulitan menjelaskan ini karena lewat tulisan. Saya bukan pakar beneran, tentu saja ide ini belum dikaji secara ilmiah, jadi saya ingin mengetahui pendapat anda sekalian para pembaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun