Mohon tunggu...
Paulus Tegar Setiadi
Paulus Tegar Setiadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis untuk belajar

Menulis untuk rekreasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kita Indonesia

20 Agustus 2021   18:21 Diperbarui: 20 Agustus 2021   18:29 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah tanah surgawi, tempat dimana ikan-ikan di laut berenang dengan bebas, burung-burung berkicau riau dengan merdu; sawah membentang nan luas; dan tanah yang menghidupi rakyatnya.

Untuk pertama kalinya, Indonesia disebut dalam kongres pemuda II pada tanggal 28 Oktober 1908. Saat dimana para pemuda berkumpul, memnyatukan harapan untuk membuat suatu negara yang merdeka.mengumpulkan tekad untuk melawan sang penjajah; mematahkan kutukan dengan perlawanan; membangkitkan semangat dengan persatuan bangsa, bahasa, dan tanah air.

Pada mulanya adala portugis. 100 tahun menjajah tanah nusantara. Namun, Indonesia tak pernah diam, Portugis terusir pada tahu 1602. Secarik senyum terbesik dalam raut, namun berubah saat sebuah kapal VOC berlabuh di ujung Pulau Jawa. Belanda datang membawa janji manis akan perdagangan, namun mereka lah yang menjadi tuan negeri ini selama 350 tahun. Darah tercurah mubasir dan bau tanah menjadi hal biasa. Ibu pertiwi nampak letih, ia dipaksa, disiksa, dan diinjak. Isak tangis siksa bercucur menjadi lumpur.

Nipon datang, Belanda terusir. Mereka membawa harapan akan kemerdekaan, namun kita ditipu lagi dan lagi. Habis manis sepah dibuang. Satu per satu rakyat mati meninggalkan anak dan istri. Umah rumah Tuhan menjadi gudang persenjataan dan para wanita menjadi ladang nafsu para serdadu Jepang. Sang ibu nampak kurus menyisakan kulit yang melekat ditulang. Namun, indonesia tak pernah diam, kita terus bernyanyi menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Denuman besar terdengar ari kejauhan, memecahkan harapan untuk Jepang. Mereka terdiam, meratap, dan menunggu. Indonesia bergerak cepat. Derap langkah pejuang terdengar keras sekali. Untaian kata merdeka terus tertuang dalam secarik kertas. Mereka berdebat dan mengumpulkan pendapat untuk Indonesia yang merdeka. Bahkan bapa bangsa pun diculik ke tempat pengasingan. Semua menanti, semua menunggu kabar itu.

BPUPKI merancang kemerdekaan dan PPKI merancang pondasi sebagai fundamental yang kuat demi hari esok. Hingga tiba waktunya di jalan Penggangsaan no. 56, pukul 11.30, Soekarno membacakan sebuah teks proklamasi. Indonesia pun merdeka, kita pun merdeka menjadi sebuah negara.

Indonesia merdeka, terlepas dari sangkar yang mengurung selama 4 abad. Isak dan sesak menjadi sebuah seruan kemerdekaan. Semua menyanyikan lagu Indonesia Raya. Radio terus mengumandangkan merdeka! Para leluhur tersenyum melihat ini.

Merdeka belum berarti bebas sebebas-bebasnya. Masih banyak tantangan yang akan dihadapi Indonesia. Berbagai pemberontakan muncul, Belanda bergerak lagi menuju Indonesia. Surabaya menjadi arena pertempuran. Bandung menjadi lautan api. Sudirman melawan meski tubuh rapuh oleh penyakit. Mgr. Soegija melawan dengan iman dan keberaniannya.

G30SPKI, monumen nasional, Macan Asia, revolusi 1998, Indonesia terus mengalami dinamika. Bom Bali, Bom makassar, dan bom Thamrin tidak mampu memecah, malahn memperkuat tali persaudaraan. Gotong royong menjadi semangat kita hingga kini. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

Kita adalah bagian dari Indonesia. Kita minum dari air Indonesia dan makan dari tanah Indonesia. Semangat merah putih sudah mendarah daging dalam diri kita. Merah darahku, putih tulangku. Jubah adalah lambang perjuangan kita. Imamat adalah kemerdekaan kita. Doa adalah senjata kita.

Indonesia masih 76 tahun, banyak sekali yang masih perlu diperjuangkan. Indonesia terus bergerak dinamis. Mari kita juga membangun dasar pada diri kita, memfasilitasi diri dengan ilmu yang kita jenjang dan mempertahankan semangat panggilan seperti para ABRI yang mempertahankan kemerdekaan ini.

Kemerdekaan indonesia bukan lah akhir bahkan Indonesia tidak akan ada akhir. Tujuan dari negara ini adalah kemerdekaan untuk menjadi bangsa yang besar dan ikut hadir dalam dunia ini. Sebentar lagi, postulat menjadi novis dan para novis menjadi anggota resmi SCJ. Imamat adalah titik puncak. Puncak bukan lah yang terakhir, kita mesti turun dalam kehidupan nyata. Berjuang sampai titik penghabisan untuk menghadapi keangkuhan dunia ini.

Mari kita hidupkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kita agar sungguh menjadi 100% Indonesia 100% Katolik. Mari kita junjung nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kebijaksanaan, dan keadilan sosial. Sadarilah bahwa apa yang kita lakukan bukanlah untuk kemuliaan nama kita, namun untuk Tuhan pencipta kehidupan ini.

Indonesia tidak pernah diam, ia terus bergerak untuk menjadikan bangsa ini besar dan hebat. Sebagai bagian dari Indonesia, marilah kita melangkah maju bersama Indonesia untuk mencapai cita-cita mulia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun