Mohon tunggu...
Paulus Tambunan
Paulus Tambunan Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya suka matcha.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membentuk Konsep Diri Positif Bagi Kalangan Remaja di Era Sekarang

30 Juni 2024   22:13 Diperbarui: 30 Juni 2024   22:57 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

PENDAHULUAN

 

        William D. Brooks (Jalaluddin Rakhmat, 2007: 99) mendefinisikan konsep diri sebagai "those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with others". Yang berarti konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita sendiri. Persepsi ini bisa bersifat psikologi, sosial, dan fisik. Persepsi yang bersifat psikologi misalnya pandangan mengenai watak sendiri. Persepsi yang bersifat sosial misalnya pandangannya tentang bagaimana orang lain menilai dirinya. Persepsi yang bersifat fisik misalnya pandangan tentang penampilannya sendiri. Sementara, Anita Taylor (Jalaluddin Rakhmat, 2007: 100) mendefinisikan konsep diri sebagai "all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself". Dengan arti, konsep diri adalah apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri dan yang kita rasakan tentang diri kita sendiri. Remaja yang memiliki konsep diri positif cenderung menjadi problem solver ketika dihadapkan pada suatu masalah, cenderung kreatif, bersifat spontan, dan memiliki harga diri yang tinggi. Remaja tersebut percaya terhadap dirinya sendiri dan memiliki motivasi dan prestasi akademik yang baik, serta memiliki sikap positif tanpa berprasangka buruk jika berinteraksi dengan orang lain. Sementara, remaja yang tidak memiliki konsep diri yang baik cenderung mudah melampiaskan amarah dan tak mau menerima nasihat.

        Konsep diri positif dapat dibentuk mulai dari usia dini, pembentukan konsep diri pada remaja dapat dilakukan dari lingkungan sosial seperti lingkungan pertemanan, keluarga, hingga masyarakat. Pertemanan remaja di masa ini kerap kali berkaitan dengan hal negatif, mulai dari tata bicara yang tak sopan kepada seseorang yang lebih tua hingga kegiatan yang dapat menganggu warga. Selain pertemanan, orang tua memiliki peran aktif untuk membangun konsep diri positif pada anak mereka, karena masa remaja adalah masa yang penting bagi anak. Masa remaja sering disebut masa mencari identitas seorang individu. Maka dari itu, orang tua harus selalu menyertai anak dalam proses pencarian jati diri ini. Orang tua dapat memantau lingkungan pertemanan dan memberi nasihat kala sang anak melakukan kesalahan. Dengan begitu, secara tak langsung orang tua tersebut sudah berperan dalam pembentukan konsep diri positif pada anak. Selain itu, memotivasi diri sendiri juga dapat meningkatkan konsep diri secara positif. Dalam ilmu psikologi, motivasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu motivasi internal yang berasal dari diri sendiri dan motivasi eksternal yang didapat dari orang lain, teman, keluarga, guru bahkan publik figure.

        Membangun konsep diri positif juga dapat dilakukan dengan membangun pertemanan yang positif pula. Berteman merupakan sebuah seni. Semakin banyak teman semakin luas pula jaringan sosial kita. Namun tak berarti semua pertemanan memiliki dampak positif,

TINJAUAN PUSTAKA

        Konsep diri adalah pemahaman tentang diri sendiri yang timbul akibat interaksi dengan orang lain. Konsep diri merupakan faktor yang menentukan (determinan) dalam komunikasi kita dengan orang lain (Riswandi, 2013: 64). Konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini bisa bersifat psikologis, sosial dan fisis, menurut William D Brooks dalam Jalaludin Rakhmat (2015: 98).  Konsep diri merupakan gambaran yang diyakini individu terhadap dirinya sendiri, termasuk di dalamnya berisi penilaian individu tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, hubungannya dengan orang lain dan lingkungan sekitar, berisi tujuan hidup, harapan, maupun keinginan. Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, konsep diri sangat berperan dan berkaitan erat dalam kehidupan seseorang. Konsep diri mempengaruhi kinerja dan keberhasilan manusia (Preckel et al. 2013). Konsep diri dapat dibentuk dari berbagai lingkungan. Remaja di era sekarang cenderung menggunakan ponsel pintar untuk berkomunikasi dengan orang lain. Ponsel pintar tentu juga memiliki peran aktif dalam membangun konsep diri seorang individu, dengan menggunakan ponsel pintar, seseorang dapat dengan mudah mencari informasi melalui internet. Teknologi ini memudahkan para remaja di era saat ini untuk belajar dan menuntut ilmu, mereka juga dapat berteman dengan orang luar negeri untuk menambah wawasannya. Namun, tentu ponsel pintar juga memiliki dampak yang negatif. Salah satunya adalah penggunaan AI yang berlebihan, AI dapat membuat seseorang terjerumus pada situasi negatif, media internet yang canggih pun juga dapat memberikan informasi negatif pada remaja.

        Menurut Amaryllia Puspasari (2007: 19-32) terdapat beberapa penggolongan mengenai pembentukan konsep diri, seperti; a. Pola pandang diri subjektif (subjective self) Konsep diri terbentuk melalui pengenalan diri. Pengenalan diri merupakan proses bagaimana orang melihat dirinya sendiri. Proses ini dapat terjadi saat orang melihat bayangannya sendiri di cermin. Apa yang dipikirkan seseorang pada proses pengenalan diri ini dapat terdiri dari gambaran-gambaran diri (self image), baik itu potongan visual maupun persepsi diri. Potongan visual ini seperti bentuk wajah dan tubuh yang dicermati ketika bercermin, sedangkan persepsi diri biasanya diperoleh dari komunikasi terhadap diri sendiri maupun pengalaman berinteraksi dengan orang lain. b. Bentuk dan bayangan tubuh (body image) Selain melalui proses pengenalan diri yang biasa dilakukan dengan melihat bayangan diri sendiri di cermin, pembentukan konsep diri dapat melalui penghayatan diri terhadap bentuk fisiknya. Persepsi ataupun pengalaman emosional dapat memberikan pengaruh terhadap bagaimana seseorang mengenali bentuk fisiknya. c. Perbandingan ideal (the ideal self) Salah satu proses pengenalan diri adalah dengan membandingkan diri dengan sosok ideal yang diharapkan. Dengan melihat sosok ideal yang diharapkannya, seseorang akan mengacu pada sosok tersebut dalam proses pengenalan dirinya. Pada masa anak-anak, lingkungan keluarga menjadi pusat pembentukan konsep diri pada anak. d. Pembentukan diri secara sosial (the sosial self) Proses pembentukan diri secara sosial merupakan proses dimana seseorang mencoba untuk memahami persepsi orang lain terhadap dirinya. Penilaian kelompok terhadap seseorang akan membentuk konsep diri pada orang tersebut. Dari penjelasan di atas, kita mengetahui bahwa ada beberapa penggolongan pembentukan konsep pada remaja.  Konsep diri tak berkembang dengan sendirinya, konsep diri positif dapat dibentuk dan dikembangkan dengan bantuan orang sekitar. Pertemanan yang baik dapat membuat individu juga memiliki konsep diri yang baik, begitu pula sebaliknya. Pada usia remaja, seseorang kerap kali memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Sifat ini bukan berarti buruk, namun bila tidak dibatasi maka dapat menimbulkan konsep diri negatif pada remaja. Di sinilah orang dewasa memiliki peran, baik orang tua maupun guru dapat mengimbangi rasa ingin tahu yang tinggi dalam remaja. Seseorang dapat menasihati, memberi saran, dan memberi contoh yang baik. Konsep diri terdiri atas beberapa aspek-aspek yang menyelubunginya. Menurut Berzonsky (dalam Nurhaini 2018, hlm. 215) aspek-aspek dari konsep diri adalah sebagai; (1) Aspek fisik. Merupakan penilaian seseorang terhadap segala sesuatu yang dimilikinya. (2) Aspek sosial. Merupakan bagaimana peranan sosial yang dimainkan oleh seseorang dan sejauh mana penilaian terhadap dirinya. (3) Aspek moral. Merupakan nilai-nilai etika, agama maupun sosial dan prinsip-prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang. (4) Aspek psikis. Merupakan pikiran, perasaan, dan sikap individu terhadap dirinya sendiri.

METODE

        Metode penelitian dibagi menjadi dua, metode kualitatif dan kuantitatif. Menurut Creswell (2016) penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang mengeksplorasi dan memahami  makna di sejumlah individu atau sekelompok orang yang berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Creswell & Guetterman (2018) juga menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang membuat penelitinya sangat tergantung pada informasi dari objek atau partisipan pada ruang lingkup yang luas, pertanyaan yang bersifat umum, pengumpulan data sebagian besar dari teks atau kata-kata partisipan, dan menjelaskan serta melakukan analisis terhadap teks yang dikumpulkan secara subjektif. Dengan demikian, metode kualitatif dalam penelitian konsep diri positif pada remaja di era sekarang dapat diketahui dengan cara memperbanyak bersosialisasi dengan seseorang dan membatasi penggunaan ponsel pintar. Dengan bersosialisasi secara langsung, individu dapat merasakan emosi seseorang secara langsung pula.

        Metode penelitian kuantitatif menurut Sugiyono (2018) adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme (mengandalkan empirisme) yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian objektif, dan analisis data bersifat jumlah atau banyaknya (kuantitatif) atau statistik. Metode kuantitatif dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan melakukan penghitungan data terhadap masyarakat yang memiliki lingkungan sehat dengan yang memiliki pergaulan bebas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun