Mohon tunggu...
paulus londo
paulus londo Mohon Tunggu... -

Aku bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pencemaran Udara dalam Ruangan

30 April 2018   12:54 Diperbarui: 30 April 2018   13:08 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pencemaran Udara Dalam Ruangan

Ancaman dari udara kotor tidak semata-mata disebabkan oleh pencemaran udara di wilayah terbuka (ambient), tapi juga oleh pencemaran udara di dalam tempat tertutup (indoor air pollution). Bahkan masalah ini tidak hanya terjadi di kawasan perkotaan tapi juga di pedesaan.

Di perkotaan, polusi udara dalam ruangan terjadi di hampir semua tempat, dari rumah tinggal, gedung tempat bekerja, termasuk tempat-tempat hiburan seperti rumah karaoke, bar dan sebagainya. Kendati hawa dalam ruangan terasa segar namun tidak jaminan udara di tempat itu bebas dari polusi. Bahkan karena berbagai faktor kualitas udara dalam gedung (KUG) lebih buruk dibanding pencemaran udara di luar luar gedung (outdoor air pollutions).

  • Asap Rokok.

Penyebab utama pencemaran udara di dalam gedung adalah asap rokok. Menurut data Koalisi Smoke-Free, yang dirilis pada Rabu 27 Nopember 2013 hasil pengukuran partikel asap rokok di 169 lokasi di 88 gedung di Jakarta menunjukkan bahwa kadar partikel rokok sudah jauh melebihi ambang batas Badan Kesehatan Dunia, WHO, yakni 25 mikron gram per meter kubik." Umumnya kadar partikel halus asap rokok di gedung-gedung kantor pemerintah, mal, hotel, dan restoran mencapai 150-200 mikron gram per meter kubik. 

Artinya melebihi ambang batas WHO hingga 7-8 kali lipat. Pencemaran udara di tempat-tempat hiburan, seperti karaoke, diskotik dan lain-lain lebih tinggi lagi hingga 10 kali lipat yakni 350 mikron gram per meter kubik. Ini berarti pencemaran asap rokok di dalam gedung-gedung telah melebih tingkat pencemaran di udara luar gedung.

Asap rokok sebagai pencemar udara dalam gedung hampir tidak mengenal waktu. Pengukuran pada saat bulan puasa 2012 di 37 lokasi mal kelas atas dan menengan menunjukkan kadar rata-rata rata-rata 239,5 mikron gram per meter kubik.

Sebenarnya, sebagian besar warga masyarakat telah mengetahui bahaya polusi dari asap rokok. Pemerintah juga telah berupaya mencegahnya antara lain dengan menerbitkan peraturan tentang pencermaran udara dalam ruang. Juga telah menetapkan sejumlah kawasan sebagai area bebas dari asap rokok. 

Namun implementasinya di lapangan masih jauh dari harapan. Masih ada saja yang merokok di area terlarang itu, di berbagai gedung, pusat perbelanjaan dan sebagainya. Lagi pula, penetapan area bebas dari asap rokok juga belum menjamin bahwa kawasan itu bebas dari cemaran zar-zat dari asap rokok. 

Sebab menurut Koalisi Smoke-Free, di restoran-restoran yang memiliki area merokok dan area dilarang merokok kondisi pencemaran udaranya justru jauh lebih buruk. Kadar asap di area non-smoking (dilarang merokok) 187,6 mikron gram per meter kubik, hampir sama dengan di area smoking (merokok) 194,6 mikron gram per meter kubik. Artinya, pemisahan area smoking dan non-smoking sejatinya kurang bermanfaatan karena asap rokok tetap menyebar kemana-mana.

  • Pencemaran udara dalam ruangan juga bisa terjadi karena faktor ruangan dan berbagai property yang berada di dalamnya. Saat ini banyak bangunan didesain tertutup dan dilengkapi dengan system pengaturan udara sendiri. Pencemaran udara yang umum terjadi dalam bangunan tertutup adalah konsentrasi akut karbon monoksida (CO) yaitu gas beracun tidak berwarna, tidak berbau yang bersumber dari pemanas ruang yang menggunakan bahan bakar fosil, dapur pemanas sentral yang cacat, dan asap buangan dari kendaraan mobil (di ruang parker di basement bawah tanah).
  • Beberapa penelitian mengidentifikasi faktor penyebab pencemaran udara dalam gedung yakni:
  • Sistem ventilasi ruang yang buruk, sehingga sirkulasi udara segar tidak seimbang dengan kebutuhan orang yang berada di dalamnya.
  • Pemakaian bahan material untuk fisik bangunan/ruangan seperti karpet, dinding atau plafon dari particle board, lem untuk pemasangan bahan-bahan bangunan, bahan cat tembok dan cat kayu, furniture kantor baik terbuat dari kayu yang di-vernis, karet busa, kulit pembungkus sofa dan sebagainya yan tidak ramah lingkungan.
  • Pencemaran dari peralatan kantor didalam gedung, seperti mesin fotocopy, mesin facimile, computer, proyektor dan sebagainya.
  • Pemakaian bahan-bahan pembersih kantor, restroom, gudang, pengharum ruangan dan lain-lainnya yang tidak ramah lingkungan.
  • Masuknya elemen pencemar udara dari luar karena desain gedung/ruangan dan penempatan peralatan yang salah. Misalnya, masuknya asap kendaraan bermotor karena saluran ventilasi berdekatan dengan tempat parkir, Begitu pula letak cerobong asap, asap dapur kantor, dan penempatan generator listrik berbahan minyak bumi.
  • Suhu udara (panas atau lembab) yang menyebabkan virus atau mikroba udara berkembang biak.
  • Sebenarnya, pemerintah telah mengantisipasi dampak negatif pencemaran udara dalam gedung/ruangan antara lain melalui peraturan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), namun hasilnya tampak belum memadai.

Bahan Bakar Biomassa

  • Pencemaran udara dalam ruangan tidak hanya di perkotaan, tapi juga nasalah di pedesaan. Penyebabnya adalah pemakaian bahan bakar biomassa tradisional seperti kayu bakar, arang, sisa pertanian, kotoran sapi. Sementara desain bangunan rumah khususnya dapur yang tertutup . Saat ini sekitar 40% rumah tangga di Indonesia masih mempergunakan kayu bakar, dan kemungkinan akan tetap memakainya hingga beberapa dekade mendatang.
  • Pembakaran bahan bakar padat dengan tungku tradisional di dalam ruangan menghasilkan partikel halus (PM) dan polusi gas tertentu yang terus terakumulasi di dalam ruangan sehingga berpotensi mengganggu kesehatan seperti infeksi saluran pernapasan bawah, penyakit paru-paru obstruktif kronis, katarak, kanker paru-paru, dan penyakit jantung.
  • Usaha mengatasi pencemaran ini yang telah dilakukan antara lain mengganti pemakaian bahan bakar biomassa dengan gas elpiji namun masih terkendala oleh daya beli masyarakat, kemampuan penyediaan dan penyaluran yang terbatas. Usaha lainnya adalah dengan memperbaiki desain bangunan rumah di pedesaan yang memungkinkan terjadi sirkulasi udara yang lancar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun