Tahun 1993, Presiden Soeharto menetapkan tiga jenis bunga nasional yang dinilai mewakili karakteristik bangsa dan negara Indonesia. Tiga jenis bunga itu adalah bunga melati (Jasminum sambac) sebagai puspa bangsa, bunga anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) sebagai puspa pesona, dan padma raksasa (Rafflesia arnoldi) sebagai puspa langka. Rafflesia arnoldi memang bunga langka. Ia tanaman endemik pulau Sumatera, terutama di daerah Bengkulu dan sekitarnya.
Sebagai bunga langka, tanaman ini sudah sering diulas. Tapi mengapa diberi nama “Rafflesia arnoldi,” mungkin masih ada yang belum tahu, terutama sosok di balik pemberian nama ini. Sejatinya Rafflesia arnoldi merupakan penggabungan nama dari dua orang penemunya yang mempublikasikannya secara luas. Sebab bisa dipastikan, sebelum dua orang yang dianggap penemu itu, warga Bengkulu sudah lebih dulu menemukan bunga ini tapi tidak mempublikasikannya.
Sir Thomas Stamford Raffles bersama asistennya bernama dr. Joseph Arnoldi menemukan bunga raksasa ini saat menjelajah hutan belantara Bengkulu di tahun 1818. Saat itu, ia menjabat Letnan Gubernur Bengkulu, jabatan tertinggi pemerintah kolonial Inggris di daerah itu.
Penemuan bunga Rafflesia arnoldi hanya salah satu dari sekian banyak peninggalan Raffles saat Inggris menguasai Indonesia. Sebab sesungguhnya banyak peninggalan lain yang ia wariskan, terutama saat menjadi Lieutenant Governor of Java (Letnan Gubernur di Jawa) pejabat tertinggi pemerintah kolonial Inggris di Jawa dan daerah sekitarnya di bawah perintah Gubernur Jenderal Inggris Lord Minto di Madras India. Ia memangku jabatan bergengsi itu selama 6 tahun *811-1816)
Lalu, mengapa ia bisa sampai ke Indonesia ?
Thomas Stamford Raffles, lahir 5 Juli 1791 di atas kapal yang sedang berlayar di lepas pantai Jamaika. Ayahnya menjadi kapten kapal itu. Tapi, saat usia 13 tahun ayahnya meninggal dunia, dengan mewariskan banyak utang. Untuk membayar utang, Raffles terpaksa bekerja di perusahaan Inggris yang beroperasi di Asia Timur. Bermodal kecerdasan di atas rata-rata serta ketekunan bekerja, jenjang karirnya menanjak dengan cepat. Saat diangkat menjadi Letnan Gubernur pulau Jawa dan daerah sekitarnya, Raffles baru berusia 30 tahun.
Dengan usia masih muda, dan kondisi fisik cukup menunjang ia gemar menjelajah alam bebas, mendatangi desa-desa hingga pemukiman masyarakat Badui dan Tengger. Baginya, jabatan tinggi bukan penghalang untuk bergaul dengan orang desa. Berbagai hal yang ia temui dalam perjalanan dicatat dengan teliti untuk dikaji lebih mendalam. Karena itu ia memiliki banyak referensi tentang pulau Jawa, baik dalam aspek sosial budaya, maupun lingkungan hidup (ekologi).
Penggagas Kebun Raya Bogor
Perhatiannya yang tinggi terhadap keunikan dan keanekaragaman flora kawasan tropis, mendorong ia membuka Kebun Raya di kota Bogor (Buitenzorg). Sayangnya, sebelum pembangunan kebun raya itu rampung, jabatannya sudah berakhir sebab berdasarkan Konvensi London, Inggris mesti menyerahkan kembali pulau Jawa kepada Belanda. Pembangunan Kebun Raya Bogor kemudian diteruskan oleh botanist Belanda Prof. Reindward bersama sejumlah ahli lain dari Inggris, sehingga dapat diresmikan pada 1817.
Meski sebagai pejabat pemerintah kolonial, Raffles juga sama dengan pejabat kolonial yang lain yakini kurang disukai oleh raja-raja lokal, namun dalam beberapa ia menunjukkan perbedaan yang tajam,yakni ketertarikan dan kecintaannya terhadap alam Indonesia. Karena itu ia menolak perintah menyerahkan pulau Jawa kepada Belanda, yang menyebabkan ia ditarik kembali ke Inggris. Baru beberapa tahun kemudian ia dikembalikan ke Indonesia sebagai Letnan Gubernur Bengkulu.
Meski ia tidak lagi menjadi penguasa di pulau Jaa namun, kecintaannya terhadap kota Bogor dengan Kebun Rayanya tak pernah pudar. Baginya kota Bogor menyimpan banyak kenangan, sebab di kota ini isteri tercinta Lady Olivia Mariamne Raffles ke pangkuan Illahi. Ny Olivia Raffles, lahir di India tahun 1771, meninggal tahun 1814 karena terserang penyakit khas kawasan tropis: Malaria.
Sebelumnya berbagai upaya telah dilakukan Raffles demi kesembuhan sang isteri. Bahkan untuk itu ia ungsikan isterinya dari Batavia ke Bogor. Namun di Bogor Ny. Raffles hanya dapat bertahan selama 6 bulan, sebab pada usia 43 tahun, ia meninggal dunia.
Lady Olivia Mariamne Raffles dimakamkan di blok pemakaman orang-orang Eropa, Taman Pemakaman Umum Kober, Tanah Abang, Jakarta. Taman pemakaman itu kini sudah dibongkar dan di bekas lokasinya terdapat i Kantor Walikota Jakarta Pusat. Sedangkan nisannya disimpan di taman prasasti.
Tapi karena cintanya pada kota Bogor, Kebun raya dan tentu terutama kepada isteri tercinta, Raffles membangun satu monumen kecil di area Kebun Raya Bogor. Monumen ini dikenal sebagai "Tugu Lady Raffles", sebuah bangunan yang tentu mempunyai nilai sejarah. Sebab –konon-- tempat tugu ini berdiri merupakan titik tengah kota Bogor. Rasa cinta yang mendalam itu diungkapkan dalam rangkaian kalimat puitis dalam bahasa Inggris klasik yang terukir didinding tugu yakni:
Oh thou Whom Neer My Constant Heart ,
One Moment Hath Forgot,
Tho Fate Severe Hath Bid Us Part,
Yet Still Forget Me Not
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H