Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

8 Cara Memotivasi Siswa Menjadi Penulis

19 Mei 2021   22:35 Diperbarui: 25 Mei 2021   07:34 968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Bisa menulis dan menjadi penulis tidak akan muncul begitu saja. Apalagi menjadi penulis di media massa, yang notabene akan bersaing dengan ratusan bahkan ribuan penulis setiap harinya. 

Seseorang harus mampu mengirimkan tulisannya yang berkualitas baik dari segi struktur, isi maupun bahasanya. Selain itu, tulisannya juga harus memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku di platform blog atau publikasi daring tersebut.

Salah satu tempat untuk melahirkan penulis-penulis dengan ide-ide cemerlangnya adalah sekolah. Dalam proses pembelajaran siswa dibiasakan untuk kreatif menuangkan pikiran dan perasaannya melalui tulisan secara integratif. 

Guru memberi kesempatan luas kepada siswa untuk menuliskan apapun yang sedang dipelajarinya. Di samping itu, guru dituntut untuk membangkitkan motivasi siswa untuk menulis.

ilustrasi jadi penulis. (sumber: pixabay.com/expresswriters)
ilustrasi jadi penulis. (sumber: pixabay.com/expresswriters)
Berikut 8 cara yang untuk memotivasi siswa agar menjadi penulis.

1. Menjelaskan Manfaat Menulis

Cara pertama dalam memotivasi atau menggerakan siswa agar tertarik dalam menulis adalah menjelaskan manfaat menulis. Guru harus bisa menjelaskan dan meyakinkan siswa bahwa menulis ternyata mendatangkan banyak manfaat. 

Pertama, menulis adalah sebuah tantangan. Menulis menantang siswa untuk belajar menjelaskan sesuatu secara runtut dan logis. Menulis menantang siswa untuk memahami persoalan secara mendalam.

Kedua, menulis adalah latihan. Menulis melatih siswa merinci suatu hal atau objek secara cermat. Menulis melatih siswa mengidentifikasi dan mengelompokkan gagasan-gagasan sehingga mempermudah penggarapannya.

Ilustrasi menjadi penulis (sumber: kreasi penulis menggunakan flyer maker dan jawapos.com)
Ilustrasi menjadi penulis (sumber: kreasi penulis menggunakan flyer maker dan jawapos.com)

Ketiga, menulis adalah pembelajaran. Menulis menuntut siswa belajar mengurutkan benda-benda, fenomena-fenomena secara logis. Menulis menuntut siswa belajar mencari, menemukan, merumuskan suatu masalah dan memecahkannya.

Keempat, menulis adalah pembiasaan. Menulis membiasakan siswa mengekspresikan gagasan-gagasan baru secara kreatif. Menulis membiasakan siswa belajar mengemukakan gagasan secara induktif dan deduktif. 

2. Mengerjakan Latihan Berbentuk Teks

Sebagai contoh pembelajaran mengenai Kebahasaan Teks Eksposisi (Kurikulum SMA Kelas X semester 1). Salah satu unsur kebahasaan yang sering digunakan dalam teks eksposisi adalah penggunaan istilah-istilah yang sesuai dengan bidang permasalahan. Dalam pembelajaran siswa dibimbing guru untuk menemukan dan mengartikan istilah-istilah yang ditemukan dalam teks. 

Untuk mengukur pemahaman siswa tentang istilah-istilah tersebut, guru memberikan latihan menerapkan istilah-istilah dalam bentuk paragraf. Dengan begitu siswa dilatih untuk mengembangkan daya nalar, kreatif dan eksploratif. 

Sebaliknya, jika dalam latihan guru hanya menugaskan siswa untuk menyebutkan dan mengartikan kembali istilah-istilah yang sudah dipelajari maka teknik seperti tidak akan mendorong siswa untuk berpikir kreatif dan eksploratif. 

Ini hanya akan membiasakan siswa mempelajari suatu materi pada tingkat kognitif, bukan sampai pada tingkat aplikasi.

3. Mengerjakan Tugas Berbentuk Uraian yang Kontekstual

Sebagai contoh pembelajaran mengenai ungkapan atau idiom. Untuk menguji pemahaman siswa mengenai makna sebuah ungkapan, siswa diminta untuk menerapkannya dalam bentuk uraian yang kontekstual. 

Jadi, bukan sekadar mengartikan kembali makna ungkaoan tersebut. Sebagai contoh ungkapan membanting tulang, yang berarti bekerja keras. Siswa dilatih untuk 

Ibu Almira sudah kehilangan suami tercinta akibat terpapar Covid-19 pada Oktober 2020. Sejak itu ia membanting tulang menghidupi kedua anaknya yang masih balita.

4. Memberi Contoh melalui Tulisan Guru Sendiri

Apalah artinya guru berapi-api menjelaskan perihal tulis-menulis di depan kelas, namun tiba-tiba ada siswa berceloteh: 

"Ah, Bapak omdong"

"Mana buktinya, Pak!"

Satu tamparan telak, bukan? Gurunya KO!

Alangkah tepatnya jika peribahasa Guru kencing berdiri, murid kencing berlari menjadi acuan guru. Sebagai pendidik, ia harus menunjukkan dirinya di depan siswanya bahwa ia adalah sosok yang kritis, kreatif, inovatif dan eksploratif. 

Untuk itu, ia mestinya terlebih dahulu memberikan contoh karya-karya tulisnya kepada siswa, entah berupa buku atau tulisan-tulisan yang pernah dipublikasikan di media sosial. Melalui tulisan-tulisan tersebut siswa termotivasi untuk terus menulis.

5. Banyak Membaca

Cara lain memotivasi untuk menulis adalah membaca. Guru menugaskan siswa untuk banyak membaca buku-buku atau tulisan-tulisan yang berhubungan materi pembelajaran. 

Begitu banyak sumber bacaan yang bisa ditemukan di perpustakaan sekolah atau di media daring. Bacaaan-bacaan itu membantu memperluas wawasan siswa mengenai materi pembelajaran di kelas. 

Selain itu, siswa mendapatkan banyak pengalaman orang lain; pengalaman menyenangkan atau tidak menyenangkan. Pengalaman-pengalaman ini bisa dijadikan bahan atau sumber inspirasi untuk menulis. Melalui tulisan-tulisan orang lain, siswa belajar mengenai gaya dan teknik penulisan. 

6. Mengisi Mading/Website Sekolah

Umumnya sekolah memiliki majalah dinding atau website sebagai media penyampaikan informasi. Media ini sangat efektif untuk menyalurkan tulisan siswa. 

Guru dapat memotivasi siswa untuk mengisi media komunikasi sekolah tersebut dengan tulisan-tulisan yang berbobot yang sesuai dengan tema yang ditentukan redaktur. Rasa bangga dan rasa percaya diri siswa bertambah ketika tulisannya dimuat dan dibaca oleh semua siswa, guru dan tenaga kependidikan.

7. Mengikuti Sayembara atau Lomba

Guna mengukur kemampuan dan keterampilan menulis, siswa didorong untuk terlibat dalam sayembara atau lomba menulis.

Pada lingkup Internal sekolah, guru bekerja sama dengan Wakil Kepala Sekolah bidang kesiswaan untuk memasukkan lomba menulis, seperti puisi, berita, esai, cerpen, anekdot dalam momen-momen seperti Hardiknas, Hari Pangan Sedunia, HUT RI, atau hari raya keagamaan seperti Natal dan Idul Fitri. 

Dalam lingkup eksternal siswa diberi kesempatan untuk mengikuti sayembara atau lomba penulisan yang diadakan oleh sekolah lain atau oleh instansi pemerintah maupun swasta.

Dengan begitu, prestasi yang diraih siswa membangkitkan kepercayaan diri siswa untuk semakin giat menulis. Bahkan, menjadi "bara api" bagi siswa tersebut untuk mengikuti sayembara atau lomba menulis pada skala yang lebih luas.

Sebaliknya, bagi siswa yang belum berhasil, lomba ini dijadikan momen pembelajaran. Dengan pendampingan guru, ia belajar untuk menemukan titik-titik kelemahan pada tulisannya. 

Ia lalu mencoba dan terus mencoba menghasilkan tulisan yang pada akhirnya mampu "menyingkirkan" tulisan-tulisan lain dalam lomba berikutnya.

8. Memberi Penghargaan (Reward)

Memberi penghargaan (reward) penting bagi siswa dalam membangun rasa percaya diri. Penghargaan dimulai dari kemampuan siswa menerapkan materi pembelajaran dalam teks yang logis, sistematis dan argumentatif. 

Penghargaan bisa berbentuk tambahan nilai (angka). Bagi siswa yang tulisannya dimuat di Mading atau website sekolah mendapatkan penghargaan selain tambahan nilai (angka) juga berupa alat tulis. 

Selanjutnya, siswa yang telah mengikuti sayembara atau lomba menulis, baik dilaksanakan oleh sekolah maupun oleh instansi lain diberi penghargaan, seperti sertifikat dan alat tulis, flash disk, atau kuota internet.

Mengakhiri tulisan ini, saya menggarisbawahi beberapa hal. Pembelajaran di sekolah bukan saja menghasilkan siswa yang berkompeten terhadap berbagai kompetensi dasar yang digariskan dalam kurikulum. 

Melalui pembelajaran yang integratif, guru, khususnya guru bahasa Indonesia juga menggerakkan siswa untuk menulis, bahkan menjadi penulis semasa menjadi siswa dan di kemudian hari. 

Dengan begitu, apapun profesinya kelak, ia mampu menjadi penulis, membagikan pengalaman hidupnya, membagikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain.

Jakarta, 19052021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun