Dalam dunia kerja, termasuk lembaga pendidikan, hubungan antarkaryawan yang tadinya baik akan menjadi rusak ketika hadirnya seorang karyawan yang suka cari muka. Bahkan, akan terasa lebih menyebalkan jika ia mencari muka dengan atasan. Nah, pertanyaannya, mengapa ia suka mencari muka? Menurut saya, ada empat alasan.
Pertama, menyembunyikan kekurangan. Orang yang mencari muka terhadap rekan kerja atau terhadap atasan sesungguhnya ia ingin menutupi kelemahan pribadinya.Â
Dia sebenarnya tidak memiliki kompetensi profesional dan kompetensi kepribadian. Untuk menyembunyikan ketidakmampuan dalam menangani tugasnya, ia berusaha meyakinkan orang lain bahwa ialah yang telah menyelesaikan suatu pekerjaan.Â
Padahal, pada kenyataan, pekerjaan itu ditangani dan diselesaikan oleh orang lain. Dalam hal kepribadian, orang itu tidak mampu mengolah akal sehat dan menguasai emosi dan hawa nafsunya. Karena itu, ia membiasakan pikirannya untuk menciptakan dalih-dalih untuk mengelabui orang lain.
Kedua, kesombongan diri. Orang yang mencari muka sebenarnya ingin menonjolkan diri di hadapan rekan kerja atau atasannya. Ia menunjukkan keberhasilannya.Â
Bahkan, ia menunjukkan sederet keberhasilannya di masa lalu yang belum tentu benar. Siapa yang bisa membantahnya karena sederet keberhasilan itu tidak ada yang menyaksikan?
Ketiga, ambisi untuk mendapat jabatan tertentu. Orang yang mencari muka dengan atasan memiliki ambisi tertentu. Ia ingin agar diberi tugas atau jabatan tertentu. Biasanya karyawan seperti ini selalu berusaha dekat dengan atasan sambil membisikkan kekurangan atau kejelekan rekan kerjanya.
Keempat, memanfaatkan kelemahan atasan. Karyawan, dalam hal ini guru yang mencari muka dengan atasan sebetulnya ia tahu kelemahan atasannya dan memanfaatkannya.Â
Ia tahu bahwa atasannya tidak atau kurang bijaksana dalam mengambil keputusan. Atasannya gampang ia pengaruhi dengan sederet narasi keberhasilannya. Ditambah lagi dengan kata-kata manis, dengan pujian-pujian yang mengangkat keberhasilan atasannya dalam mengelolah sekolah.
Ironisnya, sekolah sebagai lembaga pendidikan karakter, sikap cari muka pun terjadi di sana. Guru yang seyogianya dipandang oleh masyarakat, oleh orangtua, oleh anak didik sebagai pribadi yang digugu, pribadi yang ditiru malah memperlihatkan perilaku yang tidak mencerminkan predikatnya tersebut.. Bukankah dengan mencari muka, ia mengajari anak didiknya untuk mencari muka? Apa jadinya dunia pendidikan kita?