Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mempertimbangkan Sekolah bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam PPDB 2020/2021

1 Juli 2020   10:35 Diperbarui: 2 Juli 2020   08:47 1710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan yang memfasilitasi siswa bekerja sama dalam kelompok kecil untuk saling mendukung dan membaurkan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan anak-anak normal atau nonABK, dapat meningkatkan interaksi dan melatih siswa saling membantu sehingga menghindari terjadinya bullying di sekolah (DOK. TANOTO FOUNDATION via KOMPAS.com)

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021 sudah dimulai secara nasional. Pemerintah telah menetapkan empat jalur PPDB, yakni jalur zonasi, jalur afirmasi, jalur perpindahan tugas orang tua atau wali, dan jalur prestasi.

Namun, PPDB di DKI Jakarta telah meramaikan media sosial belakangan ini. PPDB  jalur zonasi yang mensyaratkan usia justru menuai protes dari orangtua calon siswa, karena dianggap lebih mementingkan calon siswa yang berusia lebih tua. Banyak calon siswa berusia lebih muda tersingkir dari sekolah negeri.

Sayangnya, gema anak berkebutuhan khusus (ABK) atau penyandang disabilitas, sepi dari pembicaraan. Padahal, perihal ABK perlu mendapat perhatian khusus secara bersama antara pemerintah, sekolah dan orangtua. Ke mana mereka akan mendapatkan pendidikan dan pengajaran di tahun ajaran 2020/2021 ini?

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak berkebutuhan khusus (ABK) atau penyandang disabilitas adalah anak yang memiliki  keterbatasan kemampuan dalam melaksanakan fungsi tertentu, yaitu fungsi fisik, intelektual, mental, dan fungsi sensorik.

Karena keterbatasan ini, negara hadir dalam memberikan kesempatan belajar bagi ABK melalui program pendidikan inklusi (Permendikbud nomor 70 tahun 2009). 

Menurut Permen ini, pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang menyandang disabilitas dan yang memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan dan pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (non-disabilitas).

Belajar dari Pengalaman

Perihal sekolah wajib menerima ABK sudah dimulai beberapa tahun lalu, ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) kita kala itu Muhadjir Effendy. Sejak itu, sekolah dasar dan menengah wajib menerima ABK.

Ternyata, mendidik dan mengajar ABK sangat berbeda dengan mendidik dan mengajar anak didik pada umumnya (non-ABK). Akibatnya, ABK telah menjadi persoalan yang panjang, sepanjang keberadaannya di sekolah.

Saya sendiri pernah mengajar ABK pada beberapa SMA dan SMK. Pengalaman telah membuktikan bahwa setiap kali rapat akhir semester, suasana ruang rapat menjadi hangat kadang panas ketika berbicara mengenai nilai. 

Sebagian guru berpandangan bahwa titik tolak penentuan nilai kelas adalah siswa ini. Jika si ABK dibantu dengan meloloskannya ke semester berikut atau naik ke kelas berikutnya, otomatis siswa lainnya pun ikut diloloskan.

Pengalaman di atas telah menjadi gambaran bahwa belum semua sekolah siap untuk melaksanakan pendidikan inklusi. 

Pertama, ketidaksiapan itu berawal dari perencanaan PPDB. Sekolah tidak mengantisipasi akan adanya siswa berkebutuhan khusus.  

Kedua, dengan pemahaman yang terbatas tentang pendidikan inklusi, panitia PPDB, di bawah rekomendasi kepala sekolah, menerima siswa berkebutuhan khusus. 

Ketiga, kurangnya pemahaman guru akan pendidikan inklusi. Guru masih memandang si ABK dengan sudut pandang siswa pada umumnya, sehingga  nilai siswa ini menjadi ukuran bagi penilaian kelas setingkat.

Berikut ini beberapa pikiran yang kiranya bisa membantu orangtua dan sekolah dalam melaksanakan pendidikan inklusi.

Menjadi Orangtua yang Bijak dalam Memilih Sekolah

Dalam masa PPDB ini orangtua diharapkan bijak dalam memilih sekolah bagi anaknya. Orangtua hendaknya meluangkan waktu dan tenaga untuk mencari informasi, mendatangi sekolah-sekolah (negeri atau swasta) agar mendapatkan sekolah yang cocok bagi pendidikan anaknya. Orangtua mencari tahu sekolah mana yang telah siap menjalankan pendidikan inklusi.

Orangtua yang bijak juga tidak memaksakan anak untuk masuk ke sekolah tertentu karena aksesnya yang mudah dijangkau, atau dengan dalih aturan pemerintah. Mengapa? Anak sendirilah yang akan mengalami dampaknya di kemudian hari. Tujuan pendidikan anaknya tidak tercapai.

Sebaliknya, anak akan mengalami tekanan karena dijauhi atau di-bully oleh teman-temannya. Para guru tidak memperlakukannya secara istimewa, namun memperlakukannya sama dengan siswa sekelasnya, dalam hal metode mengajar, bentuk materi dan proses evaluasi.

Sekolah Siap dengan Pendidikan Inklusi

Berdasarkan peraturan, sekolah wajib menerima siswa berkebutuhan khusus. Mau tidak mau, sekolah siap menerimanya. Tidak ada pilihan lain.

Untuk itu, sekolah perlu merencakan secara matang akan aksebilitas pembelajaran yang dibutuhkan ABK. Sebagai contoh, aksebilitas penyandang disabilitas intelektual mencakup: fleksibilitas proses pembelajaran, penyesuaian bentuk materi, fleksibilitas evaluasi penilaian.

Sekolah Bekerja Sama dengan Dinas Pendidikan Setempat

Pendidikan inklusi masih menjadi momok bagi pendidikan di Indonesia, karena sejak lama pendidikan anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB). 

Ketika beberapa tahun belakangan pemerintah mewajibkan sekolah reguler melaksanakan pendidikan inklusi, jelas-jelas memunculkan persoalan baru. Sekolah-sekolah bisa menjalin kerja sama dengan dinas pendidikan setempat. Sekolah bisa berkonsultasi mengenai permasalahan yang terjadi di lapangan. 

Bentuk kerja sama lain seperti penyediaan sarana pembelajaran dan pakar atau praktisi pendidikan disabilitas. Para guru diberi akses untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) mengenai aksebilitas yang dibutuhkan oleh ABK, sehingga mampu memilih bahan ajar, metode mengajar, model belajar, dan merancang hingga mengevaluasi hasil belajar ABK.

Sosialisasi ABK terhadap siswa Non-ABK

Kehadiran ABK harus disosialisasikan kepada semua siswa sekolah, khusus kepada teman seangkatan ketika MPLS. Hal-hal yang perlu disosialiasikan adalah fleksibilitas proses pembelajaran, proses penilaian dan bagaimana sebaiknya bersikap terhadap teman yang berkebutuhan khusus. Dengan begitu, ia akan merasa aman, nyaman,  dan dapat bersosialisasi dengan teman-temannya selama berada di sekolah.

Kesimpulan            

Seriap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Melalui Permen Nomor 70 tahun 2009 pemerintah mewajibkan setiap sekolah, baik negeri maupun swasta untuk menerima ABK dengan melaksanakan pendidikan inklusi. Karena itu, dibutuhkan kerja sama pemerintah, sekolah dan orangtua dalam memberikan pelayanan pendidikan yang fleksibel. 

Dalam masa PPDB ini, orangtua hendaknya bijaksana memilih sekolah yang telah siap menerima ABK. Dalam suasana pembelajaran yang kondusif, ABK mampu belajar mengembangkan diri dan belajar untuk bersosialisasi.

Alangkah bahagianya kita, terutama orangtua, jika ABK bisa tumbuh dan berkembang serta dapat berpartisipasi di tengah masyarakat.

Jakarta, 1 Juli 2020.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun