Sebagian guru berpandangan bahwa titik tolak penentuan nilai kelas adalah siswa ini. Jika si ABK dibantu dengan meloloskannya ke semester berikut atau naik ke kelas berikutnya, otomatis siswa lainnya pun ikut diloloskan.
Pengalaman di atas telah menjadi gambaran bahwa belum semua sekolah siap untuk melaksanakan pendidikan inklusi.Â
Pertama, ketidaksiapan itu berawal dari perencanaan PPDB. Sekolah tidak mengantisipasi akan adanya siswa berkebutuhan khusus. Â
Kedua, dengan pemahaman yang terbatas tentang pendidikan inklusi, panitia PPDB, di bawah rekomendasi kepala sekolah, menerima siswa berkebutuhan khusus.Â
Ketiga, kurangnya pemahaman guru akan pendidikan inklusi. Guru masih memandang si ABK dengan sudut pandang siswa pada umumnya, sehingga  nilai siswa ini menjadi ukuran bagi penilaian kelas setingkat.
Berikut ini beberapa pikiran yang kiranya bisa membantu orangtua dan sekolah dalam melaksanakan pendidikan inklusi.
Menjadi Orangtua yang Bijak dalam Memilih Sekolah
Dalam masa PPDB ini orangtua diharapkan bijak dalam memilih sekolah bagi anaknya. Orangtua hendaknya meluangkan waktu dan tenaga untuk mencari informasi, mendatangi sekolah-sekolah (negeri atau swasta) agar mendapatkan sekolah yang cocok bagi pendidikan anaknya. Orangtua mencari tahu sekolah mana yang telah siap menjalankan pendidikan inklusi.
Orangtua yang bijak juga tidak memaksakan anak untuk masuk ke sekolah tertentu karena aksesnya yang mudah dijangkau, atau dengan dalih aturan pemerintah. Mengapa? Anak sendirilah yang akan mengalami dampaknya di kemudian hari. Tujuan pendidikan anaknya tidak tercapai.
Sebaliknya, anak akan mengalami tekanan karena dijauhi atau di-bully oleh teman-temannya. Para guru tidak memperlakukannya secara istimewa, namun memperlakukannya sama dengan siswa sekelasnya, dalam hal metode mengajar, bentuk materi dan proses evaluasi.
Sekolah Siap dengan Pendidikan Inklusi